MAKALAH TAFSIR 'ILMY, AYAT-AYAT SAINS DALAM SURAH AR-RAHMAN



MAKALAH
AYAT-AYAT SAINS DALAM SURAH AR-RAHMAN
Diajukan dalam rangka memenuhi tugas kuliah Tafsir ‘Ilmy


Dosen Pengampu:
Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA



Disusun Oleh:
Wifa El-Khairah Ramadhan
Muyassarah Zaini



PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/ 2017 M



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Al-Qur'an sebagai sebuah kitab suci, yang tidak hanya mengandung ayat-ayat yang berdimensi aqidah, syari'ah dan akhlaq semata, akan tetapi juga memberikan perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Jika kita membaca Al-Qur'an secara seksama, akan kita temukan sangat banyak ayat-ayat yang mengajak kepada manusia untuk bersikap ilmiah, berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kebebasan akal untuk berpikir. Al-Qur'an selalu mengajak manusia untuk melihat, membaca, memperhatikan, memikirkan, mengkaji serta memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih lagi terhadap fenomena-fenomena alam semesta yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena darinya bisa dikembangkan sains dan teknologi untuk perkembangan umat manusia dan dengan itu pula akan didapatkan pemahaman yang utuh dan lengkap.
Dalam makalah ini, kami akan sajikan gambaran sekilas tentang fenomena- fenomena alam melalui pendekatan tafsir saintifik. Sejak zaman dahulu sebagian kaum muslimin telah berusaha menciptakan hubungan seerat-eratnya antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan. Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmu pengetahuan dari ayat-ayat al-Qur’an, dan di kemudian hari usaha ini semakin meluas, dan tidak ragu lagi, hal ini telah mendatangkan hasil yang banyak faedahnya. Sebelum kami sajikan beberapa poin tafsir ilmi dalam surah ar-Rahman, sekilas kami suguhkan penjelasan ringkas mengenai surah tersebut sebagai hidangan awal sebelum masuk kepada materi inti.
Sebab-sebab diturunkannya atau Asbab Nuzul Surat Ar-Rahman yaitu ketika orang-orang kafir bertanya siapakah Ar-Rahman itu? Yang terdapat dalam surat Al-Furqan: 60: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang", mereka menjawab:"Siapakah yang Maha Penyayang itu? apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami(bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) semakin membuat mereka jauh (dari iman). (QS: Al-Furqan: 60)
            Jumhur Ulama sepakat bahwa Surat Al-Rahman tergolong surat Makkiyyah.[1] Namun terdapat beberapa riwayat di antaranya dari Ibn Murdawaih dari Abdullah ibn Zubair, ‘Aisyah,  Ibn an-Nuhas dari Ibn Abbas ra menyatakan bahwa surat al-Rahman turun di Madinah kecuali ayat ke-29 masuk golongan Makkiyyah.[2]  Terdiri dari 78 ayat dan merupakan surah yang ke-55 menurut tartib ‘usmani. Dalam surah ini Allah Swt. Memberikan gambaran kepada kita betapa Allah Maha pengasih  kepada hambanya, hal ini tergambar jelas dari nama surah ar-Rahman itu sendiri karena didalamnya menyebutkan  banyak sekali nikmat yang sudah Allah berikan dan sudah sepatutnya bahkan wajib untuk kita syukuri. Surah ar-Rahman juga  disebut sebagai ‘Arus Al-Qur’an yang artinya adalah pengantin al-Qur’an. [3] Karena indahnya surah ini yang mana didalamnya terulang ayat “ Fa-biayyi alaa Rabbikumaa tukazziban”  sebanyak 31 kali dan pengulangan ayat tersebut diibaratkan seperti aneka  hiasan yang dipakai oleh pengantin. Pengulangan ini bermaksud penekanan untuk manusia bahwa segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah tidak boleh dikufuri, karena kufur merupakan sifat yang sangat tercela bahkan dapat mendatangkan siksaan yang sangat pedih.
            Tema utama dalam surah ini adalah uraian aneka nikmat yang telah Allah karuniakan dengan Al-Qur’an sebagai nikmat yang terbesar. Kemudian diikuti dengan nikmat-nikmat yang lain yang terhampar di alam semesta ini dan menjadi bukti atas kemahapemurahan Allah. Matahari, bulan, bintang, pepohonan, langit yang tinggi tanpa tiang, keajaiban kekuasaan Allah baik yang ada dilaut ataupun darat serta bumi yang didalamnya terhampar aneka ragam buah-buahan dan tanaman sebagai rezeki bagi umat manusia.[4]
            Setelah digambarkan aneka ragam nikmat-nikmat Allah kepada umat manusia, Allah sajikan panorama kefanaan seluruh makhluk dibawah kuasaNya. Hanya kepada Allah semua urusan masing-masing dikembalikan sesuai dengan kehendakNya. Digambarkan pula tentang ancaman yang mengerikan dan tantangan alam terhadap jin dan manusia. Lalu terakhir tentang gambaran kejadian hari kiamat. Semuanya Allah suguhkan dalam deskripsi gejala alam seperti panorama langit yang merah dan meleleh, juga peringatan azab bagi-bagi orang-orang yang ingkar serta imbalan pahala bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan diakhir, Allah suguhkan sajian kata yang seleras dengan sajian nikmat.
“ Mahaagung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia( ar-Rahman:78)
Seluruh surah ini merupakan pemberitahuan umum tentang keadaan alam semesta beserta gejala-gejalanya. Dan semua informasi ini bersumber dari al-mala al-‘ala yang kemudia direspon oleh berbagai aspek, lalu disaksikan oleh segala makhluk dan benda yang ada di alam nyata ini.[5]
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa fenomena-fenomena alam yang terkait dalam surah ar-Rahman. Diantaranya tentang:
a.       Expresi terdapat pada ayat 1- 4
b.      Asal mula kejadian manusia pada ayat 14
c.       Bertemunya dua lautan namun tidak menyatu ayat 19-20
d.      Kepunahan makhluk hidup pada ayat 26-27
e.       dan Pendidikan ( Teknologi) pada ayat 33.




















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Ekspresi
  الرَّحْمَنُ ،عَلَّمَ الْقُرْآنَ،  خَلَقَ الإِنسَانَ، عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
 (Tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan al-Qur’an, Dia menciptakan manusia, mengajarkan pandai berbicara. (Q.S ar-Rahman [27] : 1-4)

a.      Mufradat :
            Kata al-bayan berasal dari bana-yabinu-bayanan yang berarti nyata, terang dan jelas.[6] Dengan al-bayan dapat terungkap apa yang belum jelas. Pengajaran al-bayan oleh Allah tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka. Menurut al-baqa’i, kata al-bayan adalah potensi berpikir, yakni mengetahui persoalan kulli dan juz’i, menilai yang tampak dan yang gaib serta menganologikannya dengan yang tampak. Kadang-kadang al-bayan berarti tanda-tanda, bisa juga berarti perhitungan, atau ramalan. Itu semua disertai potensi untuk menguraikan sesuatu yang tersembunyi dalam benak serta menjelaskan dan mengajarkannya kepada pihak lain. Sekali dengan kata-kata, kemudian dengan perbuatan, dengan ucapan, tulisan, isyarat dan lain-lain.[7]

b.      Tafsir:
Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan al-bayan ialah berbicara. Ad-Dahhak dan Qatadah serta selain keduanya mengatakan kebaikan dan keburukan. Tetapi pendapat Al-Hasan dalam hal ini lebih baik dan lebih kuat karena konteks ayat membicarakan pengajaran Al-Qur'an, yang intinya ialah menunaikan bacaannya. Dan sesungguhnya hal tersebut dapat terealisasi (terwujudkan) bila Allah menjadikan makhluk-Nya pandai berbicara, dan dimudahkan-Nya untuk mengeluarkan bunyi huruf dari makhraj-nya masing-masing, yaitu dari halaq dan lisan serta kedua bibir dengan berbagai macam makhraj dan perbedaannya.[8]
Dalam Tafsir al-Maraghi, kata al-bayan adalah kemampuan manusia untuk mengutarakan isi hati dan memahamkannya kepada orang lain.[9]
Sedangkan dalam Tafsir Al-Mishbah diungkapkan dengan “mengajarnya ekspresi”. yaitu bahwa Allah mengajar manusia untuk dapat menjelaskan suatu maksud yang ada di dalam benaknya dengan segala macam cara, utamanya melalui bercakap-cakap dengan baik dan benar. Maksudnya Tuhan menganugerahkan potensi agar manusia dapat mengungkapkan maksud yang ada dalam benaknya. Hal ini berarti bahwa dalam mengemukakan sesuatu, tidak hanya organ penghasil suara saja yang berperan, tetapi justru yang terpenting adalah potensi manusia itu sendiri untuk berekspresi dan berpikir.[10]
c.       Munasabah :
            Al-Qur’an surat ar-Rahman ayat 1-4 terdapat munasabah antara ayat satu dengan yang lainnya.
            Pada ayat pertama surah, dimulai dengan menyebut sifat Rahmat-Nya yang menyeluruh yaitu ar-Rahman, yakni Allah swt. yang mencurahkan rahmatnya kepada seluruh makhluk-makhluk Nya.dilanjutkan dengan ayat ke dua yaitu Allah swt. menyebutkan rahmat dan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya agar mereka meneladani-Nya yakni dengan menyatakan : Dialah yang telah mengajarkan al-Qur’an kepada siapa saja yang dia kehendaki.
Kemudian diperjelas pada ayat 3 dan 4 yaitu Allah menciptakan manusia, makhluk yang paling membutuhkan tuntunan-Nya, sekaligus yang paling berpotensi memamfaatkan tuntunan itu dan mengajarkannya ekspresi yakni kemampuan menjelaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan berbagai cara utamanya adalah bercakap dengan baik dan benar.
Dari pendapat ulama’ di atas, bahwa kalimat “mengajarkan pandai bicara “ yakni kemampuan manusia menjelaskan apa yang tergores dialam hatinya, dan apa yang terpikir dalam otaknya, karena kemampuan berpikir dan berbicara itulah al-Qur’an bisa diajarkan kepada umat manusia.
Kemampuan manusia yang demikian ini membuat manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain, kemampuan manusia untuk berekspresi menyebabkan manusia menjadi makhluk sosial. Pada gilirannya, interaksi yang terjadi antarmanusia akan melahirkan aneka ilmu pengetahuan yang berguna dalam menyejahterakan hidupnya.
Seseorang dapat berkomunikasi dengan berbicara setelah seluruh masyarakat menyepakati arti dari suatu bunyi. Kemudian, bunyi-bunyi yang sudah disepakati artinya itu digabungkan dalam susunan yang tepat untuk menjadi kalimat. Pada tahap selanjutnya, terciptalah suatu bahasa.

2.    Asal mula kejadian manusia
خَلَقَ الإِنسَانَ مِن صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (Q.S ar-Rahman [27]: 14)

a.      Mufradat :                
            Kata ‘Salsal’ dalam tafsir maraghi yakni tanah yang kering dan bersuara apabila diketuk. Sedangkan kata ‘Fakhar’ yakni tanah yang matang. [11]  Dalam tafsir jalalain “Salsal” yakni tanah yang kering yang apabila diketuk mempunyai suara berdenting, dan kata ‘fakhar’ yakni tanah yang dibakar. [12]  Qur’an menyebut berbagai materi ciptaan manusia, antara lain adalah dengan kata salsal berarti tanah kering, kadang-kadang dinyatakan dari nutfah berarti sperma, pada kata lain dari turab berarti tanah, Ada juga disebutkan dari ma’ berarti air, atau tin bermakna tanah yang basah, atau dengan hama’in masnun yang berarti lumpur hitam. Ayat-ayat tersebut tidak bertentangan anatara satu dengan lainnya, karena masing-masing berbicara tentang salah satu periode dari proses penciptaan manusia. Dapat dikatakan penciptaan manusia bermula dari tanah, lalu tanah itu dicampur dengan air, sehingga menjadi tanah yang basah, lalu dibiarkan beberapa saat, sehingga menjadi lumpur hitam, lalu itu dibentuk sesuai yang dikehendaki dan dikeringkan, sehingga ia menjadi tanah kering seperti tembikar. Ini tentu yang dimaksudkan adalah proses kejadiaan Nabi Adam. Sedangkan semua manusia setelah Nabi Adam adalah diciptakan dari sperma dan ovum yang kemudian menjadi nutfah dan seterusnya hingga menjadi janin yang akan lahir sebagai manusia.[13]


b.      Tafsir :
            Ayat 14 surat ar-rahman ini menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama Nabi Adam dari tanah kering seperti tembikar, dan keras seperti tanah yang telah dipanggang. Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan yang lain menyebutkan bahwa ia diciptakan dari tanah liat serta di sini disebutkan tanah kering seperti tembikar . tanah liat yang dipanggang dengan bara yang panas untk menjaga ia tetap bersatu, tidak bercerai berai.
c.       Munasabah:
            Pada ayat-ayat yang lalu Allah swt. telah menerangkan tentang penciptaan manusia dan berbagai macam nikmat yang diperuntukkan baginya. Pada ayat-ayat berikut ini Allah menjelasakan tentang proses penciptaan manusia, bahwa manusia diciptakan dari tanah kering.
d.      Persepektif Sains :
            Dalam penciptaan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, beberapa ayat al-Qur’an menyatakan pentingnya peranan tanah liat seperti ayat 14 dalam surat ar-Rahman ini. Mengindikasikan bahwa tanah tersebut mengandung unsur-unsur yang diperlukan bagi proses kehidupan. Tembikar adalah semacam porselain, yang dalam proses reaksi kimiawi dapat digunakan sebagai katalis bagi terjadinya proses polimerisasi. Kalimat “Tanah kering seperti tembikar” mungkin mengisyaratkan terjadi proses polimerasasi atau reaksi perpanjangan rantai molekul dari asam-asam amino menjadi protein atau dari nukleotida menjadi polinukleotida, termasuk molekul Ribonuecleid Acid (RNA) dan Desoxyribonucleic Acid (DNA), suatu materi penyusun struktur gen makhluk hidup. DNA dan RNA ini dikenal sebagai materi genetik yang ada hampir pada semua makhluk hidup.
            Pada beberapa tahapan berikutnya, molekul-molekul kehidupan yang paling awal ini masuk ke dalam susunan sel paling sederhana yang terbentuk dari tanah pula. Bentuk-bentuk makhluk monosel ini atau bahkan bentuk-bentuk prakehidupan yang lebih awal, seperti molekul-molekul protein atau DNA. Makhluk monosel inilah yang kemudian secara evolusioner (bertahap) berkembang menjadi makhluk multiseluler, termasuk manusia.
            Proses pertahapan ini tentu terjadi dalam kurun waktu yang panjang, mencapai jutaan bahkan miliaran tahun. Namun dalam pandangan sang pencipta , Allah subhanahu wa ta’ala, kejadian ini tampak sekejap saja. Asal usul atau genesis dari material genetika, yaitu DNA dan RNA, serta munculnya struktur sel merupakan dua area yang banyak diperdebatkan para peneliti. Akan tetapi, sampai kini, keduanya belum sepenuhnya dapat dihubungkan. Kelahiran material genetika jelas sangat penting bagi kehidupan karena dengannya, kehidupan mempunyai kemampuan untuk menurunkan sifat, melakukan pembelahan sel, dan juga berevolusi. Jika material genetika sebegitu penting, maka membran adalah kunci terjadinya proses fisiologi dari suatu sel karena membran ini akan melindungi isi sel yang berupa material kimia yang mendorong terjadinya reaksi kimia dam memisahkan material genetika yang baik dari yang buruk. Kedua material ini : material genetika dan struktur sel, mutlak harus ada agar pengembangan makhluk hidup dapat berjalan.
            Dari uraian di atas, jelas bahwa dua komponen penting yang harus ada dalam permulaan terjadinya kehidupan adalah genetika dan membran atau dinding sel. Kedua material ini saling kerjasama mendukung kehidupan. fakta yang ada menyatakan bahwa didalam kedua materi tersebut ditemukannya banyak materi yang sama dengan kandungan tanah liat.
            Temuan di atas dibuktikan dengan penelitian terhadap lempung montmorillonite clay. Dari penelitian disimpulkan bahwa lempung jenis ini dapat dengan cepat merangsang pembentukan kantung membran yang berisi cairan (membranous fluid-filled sac). Penelitian juga menemukan bahwa cairan yang terkandung dalam kantung membran tersimpan pula dalam tanah liat. Kantung ini nyatanya dapat tumbuh melalui pembelahan sederhana. Pembelahan ini merupakan gambaran dari apa yang terjadi pada sel primitif. Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa tanah liat dapat membentuk material genetika RNA dari bahan-bahan kimia sederhana. Dengan demikian, kedua struktur yang ada dalam sel “lempung” sederhana itu, yaitu kantung membran dan cairan yang mengisi kantung membran, mengandung material yang sama dengan kandungan tanah liat. RNA terkandung baik di dalam kantung membran maupun cairannya itu.
            Dari telaah diatas, dapat dimengerti bahwa tampaknya al-Qur’an memberikan isyarat bahwa proses penciptaan manusia melalui tahapan-tahapan tertentu, mulai dari tanah, sari pati (berasal dari) tanah, tanah liat kering dari lumpur yang diberi bentuk, dan tanah kering seperti tembikai. Dalam bahasa sains, raingkain ini mirip rangkaian pada evolusi biokimia yang mengawali evolusi biologis, yaitu evolusi dari unsur-unsur kimia esensial yang kemudian membentuk molekul-molekul sederhana, kemudian terbentuk molekul yang kompleks karena adanya polimerisasi, dan terus bergabung dengan tanah liat jenis montmorillonite menjadi makhluk uniseluler paling sederhana. Evolusi berjalan terus sampai terbentuknya organisme multiseluler yang kompleks, termasuk spesies manusia.[14]

3.      Bertemunya dua lautan namun tidak menyatu
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ. بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَيَبْغِيَانِ .
Dia membiarkan dua lautan yang mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang kemudian tidak dilampaui masing-masing.  (Q.S ar-Rahman [27] : 19-20)
a.      Munasabah ayat
Didalam surah ar-Rahman ayat 19-20, Allah Ta’ala menyebutkan salah satu bentuk kekuasaanNya dari sekian banyak tanda-tanda kuasaNya. Pada ayat sebelumnya dibahas tentang pemeliharaan dan pengendalianNya akan matahari. Kemudian pada ayat ini dibahas tentang kekuasaanNya pada lautan. Allah mengalirkan dua buah lautan namun antara keduanya terdapat penghalang (Barzakh) sehingga tidak saling melampaui satu sama lain.
Menurut Tahir ibn ‘Ashur, walaupun ayat ini berkenaan dengan pertemuan dua lautan yang mempunyai jenis air yang berbeda, laut yang asin dan sungai yang tawar. Dalam celah kandungannya terdapat perumpamaan tentang missi dakwah Rasulullah dikota Mekkah mengenai percampuran antara kaum mukmin dengan kaum kafir yang serupa antara laut yang asin dan sungai yang tawar. Laut yang asin diibaratakan kaum kafir dan sungai yang tawar diibaratkan iman yang dimiliki kaum mukmin.  Lalu Allah menciptakan barzakh atau penghalang antara keduanya, sehingga sungai yang tawar tidak dapat diasinkan oleh lautan, begitu juga kaum musyrik tidak dapat memasukkan kekufurannya kepada kaum mukmin. [15]
b.       Tafsir Kosakata
مَرَجَ               : Pada mulanya berarti melepas. Menggambarkan binatang yang
                                dilepas untuk mencari makanannya sendiri. Melepas laut 
                                berarti membiarkannya mengalir secara bebas. Dalam hal ini
                                konteks yang paling tepat adalah mengalirkan.
الْبَحْرَيْنِ            : Dua laut yang dapat dipahami dalam dua hal. Pertama dari                                 aspek jenis: laut air asin dan tawar. Kedua adalah dua laut yang
                                 sama-sama asin dan sudah diketahui oleh orang arab.[16]
يَلْتَقِيَانِ             : Keduanya  (Lautan) saling bertemu satu sama lain
بَرْزَخٌ              : Penghalang atau pemisah diantara dua lautan
لاَيَبْغِيَانِ            : Tidak dilampaui oleh masing-masing (dua lautan). Atau tidak
                                 merusak satu sama lain.[17]
c.       Perbedaan pendapat tentang makna Maraj al-bahrain dan Barzakh
Dalam tafsir Ibnu Katsir, mengenai kata يَلْتَقِيَانِ “ Kemudian bertemu” Ibnu Zaid        mengatakan: “ Yakni, yang menghalangi kedua lautan itu untuk bertemu, yaitu dengan meletakkan penghalang yang memisahkan antara keduanya. Dan yang dimaksud dengan firmannya الْبَحْرَيْنِ adalah asin dan manis. Dan yang manis itu dalah sungai-sungai yang mengalir ditengah-tengah ummat manusia, بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَيَبْغِيَانِ “Antara keduanya ada batas yang kemudian tidak dilampaui masing-masing.” Maksudnya Allah Ta’ala menjadikan penghalang dari tanah antara keduanya agar masing-masing tidak saling melampaui,  sehingga menimbulkan kerusakan dan menghilangkan sifat yang dikehendaki dari masing-masing lautan tersebut. [18]
Begitu juga dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, yang dimaksud dengan dua lautan adalah lautan yang asin dan dan lautan yang tawar. Yang asin meliputi laut dan samudra, sedangkan yang tawar mencakup berbagai sungai. Marajal Bahrain berarti membiarkan keduanya bertemu, tetapi keduanya tidak saling melampaui. Masing-masing tidak melampaui batas yang telah ditakdirkan baginya dan tidak melampaui fungsi yang dimilikinya. Diantara keduanya ada batas pemisah yang tentu saja sebagai ciptaan Allah.
Pembagian air yang seperti itu dibumi, bukanlah hal yang terjadi secara kebetulan. Ini merupakan takdir yang sungguh menakjubkan. Air asin hampir melimpahi ¾ dunia dan sebagiannya menyatu dengan yang lain, sedangkan seperempatnya merupakan daratan. Kadar air yang lebih banyak ini merupakan jumlah yang cermat guna membersihkan atmosfer bumi dan memeliharanya agar senantiasa cocok bagi kehidupan. [19]
Disamping itu, hikmah daripada bumi yang umumnya menghasilkan banyak gas yang beracun, namun udara tidak terkontaminasi dan tidak mengubah keseimbangannya yang proporsional bagi kehidupan manusia. Penyeimbang utamanya adalah hamparan air tersebut, yaitu sejumlah samudra. [20]
Dari hamparan lautan yang luas ini, naiklah uap air karena pengaruh sinar matahari. Uap itulah yang kemudian turun berupa air hujan yang jenisnya tawar, lalu mengalirlah kesungai-sungai. Keserasian antara luasnya samudra, panasnya matahari, dinginnya atmosfer diangkasa, dan faktor-faktor angkasa lainnya inilah yang menciptakan hujan, yang pada gilirannya menghasilkan limpahan air tawar. Lalu pada air tawar inilah kehidupan bertumpu: Kehidupan, tumbuhan, binatang juga manusia. [21]
Seluruh sungai bermuara ke laut. Sungai inilah yang memindahkan garam bumi ke laut, tetapi ia tidak mengubah karakteristik laut dan tidak mengalahkannya. Biasanya permukaan sungai lebih tinggi daripada permukaan laut. Karena itu, laut tidak mengalahkan sungai yang bermuara ke sana dan tidak menutupi sungai dengan air garamnya sehingga mengubah fungsi sungai. Diantara keduanya selalu ada penghalang yang diciptakan Allah, sehingga antara kedunya tidak saling mengalahkan. Maka, tidaklah mengherankan jika penyebutan dua lautan dan penyekat diantara keduanya sebgai bagian dari nikmat Allah. [22]
“Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (ar-Rahman: 21)
            Adapun pendapat ulama tafsir tentang makna Barzakh adalah pembatas atau pemisah antara dua lautan yang terjadi atas kehendak Allah Ta’ala. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, temuan terkait masalah tersebut telah terungkap. Ulama berbeda pendapat tentang makna barzakh walaupun mereka sepakat bahwa yang dimaksud dengan barzakh adalah pemisah.
Adapun menurut tafsir Departemen RI yang dimaksud dengan Barzakh adalah penampungan yang terdapat di bumi dan saluran-saluran bumi yang menghalangi air laut bercampur dengan air sungai sehingga tidak mengubahnya menjadi air asin. Keadaan air asin yang mengalir dari lautan ke batu-batuan dekat pantai, namun tidak bercampur dengan air tawar yang mengalir dari daratan ke lautan. [23]Dengan demikian bisa dikatakan posisi air sungai yang letaknya lebih tinggi dari lautan sangat memungkinkan air laut bercampur namun tidak bisa menembusnya secara total.
d.      Pandangan sains tentang pertemuan dua lautan
Menurut Agus S. Djamil, seorang saintifik islam menyebutkan bahwa sebagian besar mufassir dalam memahami pertemuan dua lautan itu secara berdampingan. Hal ini berarti pemisahnya yang dimaksud terjadi secara vertikal. Meskipun tidak dijelaskan secara rinci. Menurutnya pemahaman tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh pemahaman atas surah al-Kaff ayat 60 yang memiliki arti:
“ Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”
Pertemuan dua lautan dalam konteks Nabi Musa berada digunung sinai dan Mesir, diperkirakan sebagai tempat pertemuan antara seluk suez dan laut merah, atau pertemuan antara teluk aqaba dengan laut merah, atau pertemuan antara teluk aqaba dibagian timur dengan teluk suez dibagian barat semenanjung sinai. Banyak sekali penafsiran, namun semuanya itu dalam pengertian batas dua laut yang vertikal, yang memisahkan dua tubuh air secara berdampingan.[24]
Lain halnya jika diartikan dengan batas laut yang horizontal, hal yang membedakannya adalah karakteristik atau sifat fisika ( Suhu, salinitas, tekanan dan lain-lain) yang dimiliki dari masing-masing laut. Oleh karena itu masing-masing lautan mempertahankan karakteristiknya masing-masing, dan dari keduanya mempunyai jenis ikan dan tumbuhan yang berlainan.



4.    Segala sesuatu selain Allah akan binasa
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
26. semua yang ada di bumi itu akan binasa.
27. dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
           

a.      Mufradat :
            Kata Fanin adalah isim fa’il yang berarti yang rusak, binasa, musnah, lenyap, dan berasal dari fi’il (kata kerja) faniya-yafna-fana’an yang berarti rusak, binasa, musnah, dan lenyap.[25]
            Dalam tafsir al-Maraghi kata fan bermakna binasa, yaitu semua makhluk di bumi akan mati begitu juga makhluk di langit.[26] Penjelasan yang sama dalam tafsir ibnu katsir kata fan yakni semua ahlul bumi dan langit akan pergi dan mati, dan tidak ada yang kekal seorang pun kecuali Allah SWT.[27]
            Kata fan mengandung makna masa datang. Ini mengesankan berakhirnya periode kehidupan duniawi serta tidak berlakunya lagi hukum-hukum yang berlaku selama ini, akibat kematian manusia dan jin serta terjadinya periode baru kehidupan yang memberi ganjaran dan balasan terhadap mereka, karena kehidupan duniawi adalah sebagai pengantar menuju tujuan ke akhirat, dan apa yang terjadi itu adalah perpindahan dari pengantar menuju tujuan.
b.      Tafsir :
            Ayat-ayat ini menerangkan bahwa semua yang ada di bumi dan di langit akan rusak binasa dan yang kekal hanyalah Zat Allah yang Mahabesar dan Mahamulia. Dialah yang tetap hidup selamanya dan tidak akan mati. Oleh karena itu manusia jangan terpesona dengan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dunia, sebab semuanya akan punah dan lenyap, manusia akan dimintakan pertanggungjawaban atas segala nikmat yang telah diperolehnya.
c.       Munasabah :
            Dalam ayat-ayat yang lalu Allah Swt. menyebutkan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya baik di darat dan di laut, maupun di langit dan di bumi, maka pada ayat-ayat berikut ini Allah menerangkan bahwa nikmat-nikmat itu akan hilang, tidak akan kekal, segala sesuatu akan lenyap dan binasa, kecuali zat Allah Swt. semua yang ada di alam ini berkehendak kepada-Nya, memerlukan-Nya, memohon bantuan, dan petunjuk-petunjuk-Nya.
            Dalam perspektif ilmu pengetahuan, pemusnahan makhluk hidup di muka bumi pernah terjadi, bahkan hingga berkali-kali sepanjang sejarah bumi. Semua terjadi sebelum manusia ada dimuka bumi, dan ini terjadi melalui mekanisme seperti apa yang tertulis dalam Al-quran berupa bencana bencana alam. Bencana tersebut tidak mengakibatkan kpunahan kehidupan secara keseluruhan, twtapi pada setiap peristiwa lebih dari separuh bahkan pernah sampai di atas 90 persen kehidupan punah. Di lihat dari perspektif ilmu geologi biasa seprti vulkanisme atau kegunungapian, gempa, banjir atau meluapnya laut, hujan meteor, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut yang menyebabkan kepunahan makhluk hidup di muka bumi merupakan bagian dari sejarah bumi,dan tentunya merupakan bagian dari kehendak Allah yang pasti terjadi.[28]
            Salah satu hal yang menarik adalah bahwa Al-Quran tidak tidak pernah atau sedikit sekali menyinggung adanya jenis makhluk hidup lain di buka bumi ini selain mkhluk gaib seperti malaikat, jin iblis yang berbeda dari apa yang kita jumpai sekarang. Jauh sebelum zaman kehidupan manusia banyak makhluk pernah hidup, berbeda dengan mkhluk masa kini, dan hidup secara bergantian dalam jangka waktu yang lebih lama pula. Bukti bukti adanya kehidupan tersebut sangat banyak di jumpai dalam bentuk fosil fosil yang tersebar di berbagai belahan dunia. Tulang belulang hewan dan sisa bagian tumbuhan yag terawetkan seakan bercerita kepada kita bahwa bumi ini pernah di huni oleh tumbuhan dan hewan purba berukuran raksasa yang sudah tidak ada lagi dimasa kini, di antaranya, berupa kadal-kadal Dinosaurus, macan bertaring panjang, dan sebagainya. Demikian jugak tebaran fosil-fosil hewan berukuran kecil, seperti bakteri, plankton, benang sari, spora, dan sebagainya, yang terawetkan dalam lumpur yang membatu, memberikan gambaran tentang pemandangan di permukaan bumi purba yang amat berbeda. Peninggalan-peninggalan masa lampau tersebut menjadi bukti bahwa mkhluk-mkhlu yang punah tersebut pernah hidup di muka bumi. jejak-jejak masa lalu pun memperlihatkan kondisi masa lalu permukaan bumi, misalnya bahwa sebagian permukaan bumi ini pernah terendam air.

5.       Pendidikan ( Teknologi) 
            يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ  وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَان                                                                                  
Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.”
(QS. Ar-Rahman [27]:33)
a.      Pendapat para mufassir
            Dalam Tafsir ibnu Katsir, ayat ini mengancam manusia dan jin bahwa Allah akan   berkonsentrasi untuk melakukan perhitungan terhadap amal-amal mereka sehingga mereka tidak akan sanggup untuk melarikan diri dari takdir dan keputusan Allah. Dimana saja mereka berada, Allah akan selalu melihatnya. Dan itulah yang terjadi pada saat dipadang mahsyar. Pada saat itu malaikat mengelilingi makhluk dalam tujuh barisan disetiap sisi, sehingga tidak seorangpun yang sanggup pergi kecuali dengan sulthan “ Kekuatan” atau perintah dari Allah. [29]
Lalu Allah menantang mereka dengan menyatakan : Hai kelompok jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus keluar menuju penjuru-penjuru langit dan bumi guna menghindari pertanggungjawaban atau siksa yang menimpa kamu itu maka tembuslah keluar. Tetapi sekali-kali kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan, sedangkan kamu tidak memiliki kekuatan.  Maka nikmat Tuhan kamu berdua yang manakah yang kamu berdua ingkari?
Thahir ibn Asyur menegaskan bahwa ayat ini bukanlah merupakan ucapan yang diucapkan kepada mereka dalam kehidupan dunia ini. Maksudnya ayat ini akan diucapkan kelak di hari Kemudian sebagaimana dipahami dari konteks ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Penulis  menambahkan bahwa memang sementara ulama terdahulu menyatakan itu diucapkan kepada mereka dalam kehidupan dunia ini, tetapi maksudnya dalam arti perintah untuk menghindar dari maut-kalau mereka mampu.
Ayat ini dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti isyarat ilmiah Al-Qur’an tentang kemampuan manusia keluar angkasa. Sampai saat ini terbukti betapa besarnya upaya dan tenaga yang dibutuhkan untuk dapat menembus lingkup gravitasi bumi. Kesuksesan eksperimen perjalanan luar angkasa selama waktu yang sangat sedikit dan terbatas jika dibandingkan dengan besarnya alam raya itu saja memerlukan upaya yang luar biasa di bidang sains dengan segala cabangnya: teknik, matematika, seni, geologi, dan sebagainya. Belum lagi ditambah dengan biaya sangat besar. Hal ini membuktikan dengan jelas bahwa upaya menembus langit dan bumi yang berjarak jutaan tahun cahaya itu mustahil dapat dilakukan oleh jin dan manusia.
b.      Kandungan pendidikan ( Teknologi)
Allah memerintahkan kepada golongan jin dan manusia untuk menembus (melintasi) ke penjuru langit dan bumi, arti perintah Allah ini hanya sekedar tantangan Allah untuk menguji dan melemahkan jin dan manusia. Jika mereka kuasa untuk keluar penjuru langit dan bumi dan semacamnya itu hanya ketentuan dan kekuasaan dari Allah.
Mereka pun tidak mampu menembus (melintasi) kecuali dengan kekuatan, dan mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi dan juga mereka tidak kuasa. Dan yang dimaksud    سلطان di sini adalah Dzat yang mempunyai kekuatan dan menguasai untuk memerintah.
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk menjelajah diangkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan; kekuatan yang dimaksud di sini sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi, dan hal ini telah terbukti di era modern sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus angkasa luar, bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, dan dapat kembali lagi ke bumi.
Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat) dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini, sebenarnya merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan.
Isi kandungan surah ar-Rahman ayat 33 sangat cocok untuk dipelajari karena ayat ini menjelaskan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat mengetahui benda-benda langit. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat menjelajahi angkasa raya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia mampu menembus sekat-sekat yang selama ini belum terkuak.
Manusia diberi potensi oleh Allah Swt. berupa akal. Akal ini harus terus diasah, diberdayakan dengan cara belajar dan berkarya. Dengan belajar, manusia bisa mendapatkan ilmu dan wawasan yang baru. Dengan ilmu, manusia dapat berkarya untuk kehidupan yang lebih baik.  [30]
DAFTAR PUSTAKA
Abi Fida’ Isma’il ibnu Katsir al-Damasyki, Imam Hafiz.  Tafsir Ibni katsir jilid 4, Kairo : 1988,

Ali al-Sabuni, M. Safwat Tafasir, Juz 3, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1981
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang Disempurnakan, Jilid 7 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011)
Djamil, Agus, S. Al-Qur’an menyelami rahasia lautan, (Bandung: Mizan 2012)
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012

Kamus qalatu lugat al-Manar, Surabaya

Lajnah pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir ilmi kepunahan makhluk hidup dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol.13 , Jakarta: Lentera hati, 2012
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an ( Surah Qaaf-  Al-Haaqqah), Jilid 11,  Jakarta: Gema Insani, 2004
file:///C:/Users/User/Downloads/Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Ar_Rahman. (diakses pada tanggal 26 Oktober 2017, pukul 10.06 WIB)
http://grabalong.blogspot.co.id/2015/05/kandungan-qs-ar-rahman-ayat-33-tentang.html ( Diakses pada tanggal 27 oktober 2017 pukul 06.57 WIB


[1]. Lihat: al-Maraghi, Tafsir al-Maragi, juz 27, hlm. 153. Lihat juga: al-Alusi,  Ruh al-Ma’ani, Jilid.15, hlm. 148.
[2] . Ibid. 148
[3] . Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol.13 (Jakarta: Lentera hati, 2012) hal. 273-374.
[4]. M. Ali al-Sabuni, Safwat Tafasir, Juz 3 ( Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1981) hal. 292
[5]. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an ( Surah Qaaf-  Al-Haaqqah), Jilid 11 ( Jakarta: Gema Insani, 2004), h.118
[6]. Kamus qalatu lugat al-Manar, Surabaya
[7]. Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, Hal. 591
[8] . Imam Hafidz Abi Fida’ Isma’il ibnu Katsir al-Damasyki, Tafsir Ibni katsir jilid 4, Kairo : 1988, Hal. 272
[9] . Ahmad Musthafa Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Hal 106
[10] . Lajnah pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir ilmi Penciptaan manusia dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016, Hal. 125
[11] . Ahmad Musthafa Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Hal. 110
[12] . Tafsir jalalin
[13]. Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012,  Hal. 599
[14] . Lajnah pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir ilmi Penciptaan manusia dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016, Hal. 18
[15]. Muhammad Thahir Ibn ‘Ashur, Tafsir fi al- Tahrir wa al-Tanwir, Juz 19 (Tunis: Dar Al-Tunis, 1984) hal.54
[16]. Ibn ‘Ashur, Tafsir Al-Tahrir . . ., Juz 27, 248-249
[17]. Ibid
[18]. file:///C:/Users/User/Downloads/Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Ar_Rahman. (diakses pada tanggal 26 Oktober 2017, pukul 10.06 WIB)
[19]. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an ( Surah Qaaf-  Al-Haaqqah), Jilid 11 ( Jakarta: Gema Insani, 2004), h.125
[20]. Ibid.125
[21].Ibid.125
[22]. Ibid.125
[23]. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang Disempurnakan, Jilid 7 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal.35
[24]. Agus S.Djamil, Al-Qur’an menyelami rahasia lautan, (Bandung: Mizan 2012)hal. 112
[25].  Kamus Qalatu lugat al Manar, surabaya
[26] . Ahmad Musthafa Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Hal. 114
[27].  Imam Hafidz Abi Fida’ Isma’il ibnu Katsir al-Damasyki, Tafsir Ibni katsir jilid 4, Kairo : 1988, Hal. 274
[28] . Lajnah pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir ilmi kepunahan makhluk hidup dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016, Hal 2
[29] . file:///C:/Users/User/Downloads/Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Ar_Rahman. (diakses pada tanggal 26 Oktober 2017, pukul 10.06 WIB)

[30] . http://grabalong.blogspot.co.id/2015/05/kandungan-qs-ar-rahman-ayat-33-tentang.html ( Diakses pada tanggal 27 oktober 2017 pukul 06.57 WIB)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir