MAKALAH TAFSIR 'ILMY, AYAT-AYAT SAINS DALAM SURAH AR-RAHMAN
MAKALAH
AYAT-AYAT SAINS DALAM SURAH AR-RAHMAN
Diajukan dalam rangka memenuhi tugas kuliah Tafsir ‘Ilmy
Dosen Pengampu:
Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA
Disusun Oleh:
Wifa El-Khairah Ramadhan
Muyassarah Zaini
Muyassarah Zaini
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/ 2017 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur'an sebagai sebuah kitab suci, yang tidak hanya mengandung
ayat-ayat yang berdimensi aqidah, syari'ah dan akhlaq semata, akan tetapi juga
memberikan perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan (sains).
Jika kita membaca Al-Qur'an secara seksama, akan kita temukan sangat banyak
ayat-ayat yang mengajak kepada manusia untuk bersikap ilmiah, berdiri di atas
prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kebebasan akal untuk berpikir.
Al-Qur'an selalu mengajak manusia untuk melihat, membaca, memperhatikan,
memikirkan, mengkaji serta memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih lagi
terhadap fenomena-fenomena alam semesta yang perlu mendapatkan perhatian khusus
karena darinya bisa dikembangkan sains dan teknologi untuk perkembangan umat manusia
dan dengan itu pula akan didapatkan pemahaman yang utuh dan lengkap.
Dalam makalah ini, kami akan sajikan gambaran sekilas tentang
fenomena- fenomena alam melalui pendekatan tafsir saintifik. Sejak zaman dahulu
sebagian kaum muslimin telah berusaha menciptakan hubungan seerat-eratnya
antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan. Mereka berijtihad menggali beberapa
jenis ilmu pengetahuan dari ayat-ayat al-Qur’an, dan di kemudian hari usaha ini
semakin meluas, dan tidak ragu lagi, hal ini telah mendatangkan hasil yang
banyak faedahnya. Sebelum kami sajikan beberapa poin tafsir ilmi dalam surah
ar-Rahman, sekilas kami suguhkan penjelasan ringkas mengenai surah tersebut
sebagai hidangan awal sebelum masuk kepada materi inti.
Sebab-sebab
diturunkannya atau Asbab Nuzul Surat Ar-Rahman yaitu ketika orang-orang kafir
bertanya siapakah Ar-Rahman itu? Yang terdapat dalam surat Al-Furqan: 60:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada
yang Maha Penyayang", mereka menjawab:"Siapakah yang Maha Penyayang
itu? apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami(bersujud
kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) semakin membuat mereka jauh (dari
iman). (QS: Al-Furqan: 60)
Jumhur Ulama
sepakat bahwa Surat Al-Rahman tergolong surat Makkiyyah.[1]
Namun terdapat beberapa riwayat di antaranya dari Ibn Murdawaih dari Abdullah
ibn Zubair, ‘Aisyah, Ibn an-Nuhas dari
Ibn Abbas ra menyatakan bahwa surat al-Rahman turun di Madinah kecuali ayat
ke-29 masuk golongan Makkiyyah.[2] Terdiri dari 78 ayat dan merupakan
surah yang ke-55 menurut tartib ‘usmani. Dalam surah ini Allah Swt.
Memberikan gambaran kepada kita betapa Allah Maha pengasih kepada hambanya, hal ini tergambar jelas dari
nama surah ar-Rahman itu sendiri karena didalamnya menyebutkan banyak sekali nikmat yang sudah Allah berikan
dan sudah sepatutnya bahkan wajib untuk kita syukuri. Surah ar-Rahman juga disebut sebagai ‘Arus Al-Qur’an yang
artinya adalah pengantin al-Qur’an. [3] Karena indahnya surah ini yang mana
didalamnya terulang ayat “ Fa-biayyi alaa Rabbikumaa tukazziban” sebanyak 31 kali dan pengulangan ayat tersebut
diibaratkan seperti aneka hiasan yang
dipakai oleh pengantin. Pengulangan ini bermaksud penekanan untuk manusia bahwa
segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah tidak boleh dikufuri, karena kufur
merupakan sifat yang sangat tercela bahkan dapat mendatangkan siksaan yang
sangat pedih.
Tema utama dalam
surah ini adalah uraian aneka nikmat yang telah Allah karuniakan dengan
Al-Qur’an sebagai nikmat yang terbesar. Kemudian diikuti dengan nikmat-nikmat
yang lain yang terhampar di alam semesta ini dan menjadi bukti atas
kemahapemurahan Allah. Matahari, bulan, bintang, pepohonan, langit yang tinggi
tanpa tiang, keajaiban kekuasaan Allah baik yang ada dilaut ataupun darat serta
bumi yang didalamnya terhampar aneka ragam buah-buahan dan tanaman sebagai
rezeki bagi umat manusia.[4]
Setelah
digambarkan aneka ragam nikmat-nikmat Allah kepada umat manusia, Allah sajikan
panorama kefanaan seluruh makhluk dibawah kuasaNya. Hanya kepada Allah semua
urusan masing-masing dikembalikan sesuai dengan kehendakNya. Digambarkan pula
tentang ancaman yang mengerikan dan tantangan alam terhadap jin dan manusia.
Lalu terakhir tentang gambaran kejadian hari kiamat. Semuanya Allah suguhkan
dalam deskripsi gejala alam seperti panorama langit yang merah dan meleleh,
juga peringatan azab bagi-bagi orang-orang yang ingkar serta imbalan pahala
bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan diakhir, Allah suguhkan sajian kata yang
seleras dengan sajian nikmat.
“ Mahaagung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia” ( ar-Rahman:78)
Seluruh surah ini merupakan pemberitahuan umum tentang keadaan alam
semesta beserta gejala-gejalanya. Dan semua informasi ini bersumber dari al-mala
al-‘ala yang kemudia direspon oleh berbagai aspek, lalu disaksikan oleh
segala makhluk dan benda yang ada di alam nyata ini.[5]
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa fenomena-fenomena alam yang
terkait dalam surah ar-Rahman. Diantaranya tentang:
a.
Expresi
terdapat pada ayat 1- 4
b.
Asal
mula kejadian manusia pada ayat 14
c.
Bertemunya
dua lautan namun tidak menyatu ayat 19-20
d.
Kepunahan
makhluk hidup pada ayat 26-27
e.
dan Pendidikan
( Teknologi) pada ayat 33.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Ekspresi
الرَّحْمَنُ
،عَلَّمَ الْقُرْآنَ، خَلَقَ الإِنسَانَ،
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
(Tuhan) yang
Maha pemurah, yang telah mengajarkan al-Qur’an, Dia menciptakan manusia,
mengajarkan pandai berbicara. (Q.S ar-Rahman [27] : 1-4)
a.
Mufradat :
Kata al-bayan berasal dari bana-yabinu-bayanan
yang berarti nyata, terang dan jelas.[6]
Dengan al-bayan dapat terungkap apa yang belum jelas. Pengajaran al-bayan
oleh Allah tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk
ekspresi, termasuk seni dan raut muka. Menurut al-baqa’i, kata al-bayan
adalah potensi berpikir, yakni mengetahui persoalan kulli dan juz’i,
menilai yang tampak dan yang gaib serta menganologikannya dengan yang tampak.
Kadang-kadang al-bayan berarti tanda-tanda, bisa juga berarti perhitungan,
atau ramalan. Itu semua disertai potensi untuk menguraikan sesuatu yang
tersembunyi dalam benak serta menjelaskan dan mengajarkannya kepada pihak lain.
Sekali dengan kata-kata, kemudian dengan perbuatan, dengan ucapan, tulisan,
isyarat dan lain-lain.[7]
b.
Tafsir:
Menurut
Al-Hasan, yang dimaksud dengan al-bayan ialah berbicara. Ad-Dahhak dan
Qatadah serta selain keduanya mengatakan kebaikan dan keburukan. Tetapi
pendapat Al-Hasan dalam hal ini lebih baik dan lebih kuat karena konteks ayat
membicarakan pengajaran Al-Qur'an, yang intinya ialah menunaikan bacaannya. Dan
sesungguhnya hal tersebut dapat terealisasi (terwujudkan) bila Allah menjadikan
makhluk-Nya pandai berbicara, dan dimudahkan-Nya untuk mengeluarkan bunyi huruf
dari makhraj-nya masing-masing, yaitu dari halaq dan lisan serta kedua
bibir dengan berbagai macam makhraj dan perbedaannya.[8]
Dalam
Tafsir al-Maraghi, kata al-bayan adalah kemampuan manusia untuk
mengutarakan isi hati dan memahamkannya kepada orang lain.[9]
Sedangkan dalam
Tafsir Al-Mishbah diungkapkan dengan “mengajarnya ekspresi”. yaitu bahwa Allah
mengajar manusia untuk dapat menjelaskan suatu maksud yang ada di dalam
benaknya dengan segala macam cara, utamanya melalui bercakap-cakap dengan baik
dan benar. Maksudnya Tuhan menganugerahkan potensi agar manusia dapat
mengungkapkan maksud yang ada dalam benaknya. Hal ini berarti bahwa dalam
mengemukakan sesuatu, tidak hanya organ penghasil suara saja yang berperan,
tetapi justru yang terpenting adalah potensi manusia itu sendiri untuk
berekspresi dan berpikir.[10]
c.
Munasabah :
Al-Qur’an surat ar-Rahman ayat 1-4
terdapat munasabah antara ayat satu dengan yang lainnya.
Pada ayat pertama surah, dimulai
dengan menyebut sifat Rahmat-Nya yang menyeluruh yaitu ar-Rahman, yakni
Allah swt. yang mencurahkan rahmatnya kepada seluruh makhluk-makhluk
Nya.dilanjutkan dengan ayat ke dua yaitu Allah swt. menyebutkan rahmat dan
nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya agar mereka meneladani-Nya yakni dengan
menyatakan : Dialah yang telah mengajarkan al-Qur’an kepada siapa saja yang dia
kehendaki.
Kemudian diperjelas pada ayat 3 dan 4
yaitu Allah menciptakan manusia, makhluk yang paling membutuhkan tuntunan-Nya,
sekaligus yang paling berpotensi memamfaatkan tuntunan itu dan mengajarkannya
ekspresi yakni kemampuan menjelaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan
berbagai cara utamanya adalah bercakap dengan baik dan benar.
Dari
pendapat ulama’ di atas, bahwa kalimat “mengajarkan pandai bicara “ yakni
kemampuan manusia menjelaskan apa yang tergores dialam hatinya, dan apa yang
terpikir dalam otaknya, karena kemampuan berpikir dan berbicara itulah
al-Qur’an bisa diajarkan kepada umat manusia.
Kemampuan
manusia yang demikian ini membuat manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan
kata lain, kemampuan manusia untuk berekspresi menyebabkan manusia menjadi
makhluk sosial. Pada gilirannya, interaksi yang terjadi antarmanusia akan
melahirkan aneka ilmu pengetahuan yang berguna dalam menyejahterakan hidupnya.
Seseorang dapat
berkomunikasi dengan berbicara setelah seluruh masyarakat menyepakati arti dari
suatu bunyi. Kemudian, bunyi-bunyi yang sudah disepakati artinya itu
digabungkan dalam susunan yang tepat untuk menjadi kalimat. Pada tahap
selanjutnya, terciptalah suatu bahasa.
2.
Asal mula kejadian manusia
خَلَقَ الإِنسَانَ مِن صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ
Dia
menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (Q.S ar-Rahman [27]: 14)
a.
Mufradat :
Kata ‘Salsal’
dalam tafsir maraghi yakni tanah yang kering dan bersuara apabila diketuk.
Sedangkan kata ‘Fakhar’ yakni tanah yang matang. [11] Dalam tafsir jalalain “Salsal” yakni
tanah yang kering yang apabila diketuk mempunyai suara berdenting, dan kata ‘fakhar’
yakni tanah yang dibakar. [12] Qur’an menyebut berbagai
materi ciptaan manusia, antara lain adalah dengan kata salsal berarti
tanah kering, kadang-kadang dinyatakan dari nutfah berarti sperma, pada
kata lain dari turab berarti tanah, Ada juga disebutkan dari ma’ berarti
air, atau tin bermakna tanah yang basah, atau dengan hama’in masnun
yang berarti lumpur hitam. Ayat-ayat tersebut tidak bertentangan anatara satu
dengan lainnya, karena masing-masing berbicara tentang salah satu periode dari
proses penciptaan manusia. Dapat dikatakan penciptaan manusia bermula dari
tanah, lalu tanah itu dicampur dengan air, sehingga menjadi tanah yang basah,
lalu dibiarkan beberapa saat, sehingga menjadi lumpur hitam, lalu itu dibentuk
sesuai yang dikehendaki dan dikeringkan, sehingga ia menjadi tanah kering
seperti tembikar. Ini tentu yang dimaksudkan adalah proses kejadiaan Nabi Adam.
Sedangkan semua manusia setelah Nabi Adam adalah diciptakan dari sperma dan
ovum yang kemudian menjadi nutfah dan seterusnya hingga menjadi janin yang akan
lahir sebagai manusia.[13]
b.
Tafsir :
Ayat 14 surat ar-rahman ini
menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama Nabi Adam dari tanah kering
seperti tembikar, dan keras seperti tanah yang telah dipanggang. Di dalam
al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan
yang lain menyebutkan bahwa ia diciptakan dari tanah liat serta di sini
disebutkan tanah kering seperti tembikar . tanah liat yang dipanggang dengan
bara yang panas untk menjaga ia tetap bersatu, tidak bercerai berai.
c.
Munasabah:
Pada ayat-ayat yang lalu Allah swt.
telah menerangkan tentang penciptaan manusia dan berbagai macam nikmat yang
diperuntukkan baginya. Pada ayat-ayat berikut ini Allah menjelasakan tentang
proses penciptaan manusia, bahwa manusia diciptakan dari tanah kering.
d.
Persepektif Sains :
Dalam penciptaan makhluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia, beberapa ayat al-Qur’an menyatakan pentingnya
peranan tanah liat seperti ayat 14 dalam surat ar-Rahman ini. Mengindikasikan
bahwa tanah tersebut mengandung unsur-unsur yang diperlukan bagi proses
kehidupan. Tembikar adalah semacam porselain, yang dalam proses reaksi kimiawi
dapat digunakan sebagai katalis bagi terjadinya proses polimerisasi.
Kalimat “Tanah kering seperti tembikar” mungkin mengisyaratkan terjadi proses polimerasasi
atau reaksi perpanjangan rantai molekul dari asam-asam amino menjadi protein
atau dari nukleotida menjadi polinukleotida, termasuk molekul
Ribonuecleid Acid (RNA) dan Desoxyribonucleic Acid (DNA), suatu
materi penyusun struktur gen makhluk hidup. DNA dan RNA ini dikenal sebagai
materi genetik yang ada hampir pada semua makhluk hidup.
Pada beberapa tahapan berikutnya,
molekul-molekul kehidupan yang paling awal ini masuk ke dalam susunan sel
paling sederhana yang terbentuk dari tanah pula. Bentuk-bentuk makhluk monosel
ini atau bahkan bentuk-bentuk prakehidupan yang lebih awal, seperti
molekul-molekul protein atau DNA. Makhluk monosel inilah yang kemudian secara
evolusioner (bertahap) berkembang menjadi makhluk multiseluler, termasuk
manusia.
Proses pertahapan ini tentu terjadi
dalam kurun waktu yang panjang, mencapai jutaan bahkan miliaran tahun. Namun
dalam pandangan sang pencipta , Allah subhanahu wa ta’ala, kejadian ini tampak
sekejap saja. Asal usul atau genesis dari material genetika, yaitu DNA dan RNA,
serta munculnya struktur sel merupakan dua area yang banyak diperdebatkan para
peneliti. Akan tetapi, sampai kini, keduanya belum sepenuhnya dapat
dihubungkan. Kelahiran material genetika jelas sangat penting bagi kehidupan
karena dengannya, kehidupan mempunyai kemampuan untuk menurunkan sifat,
melakukan pembelahan sel, dan juga berevolusi. Jika material genetika sebegitu
penting, maka membran adalah kunci terjadinya proses fisiologi dari suatu sel
karena membran ini akan melindungi isi sel yang berupa material kimia yang
mendorong terjadinya reaksi kimia dam memisahkan material genetika yang baik
dari yang buruk. Kedua material ini : material genetika dan struktur sel,
mutlak harus ada agar pengembangan makhluk hidup dapat berjalan.
Dari uraian di atas, jelas bahwa dua
komponen penting yang harus ada dalam permulaan terjadinya kehidupan adalah
genetika dan membran atau dinding sel. Kedua material ini saling kerjasama
mendukung kehidupan. fakta yang ada menyatakan bahwa didalam kedua materi
tersebut ditemukannya banyak materi yang sama dengan kandungan tanah liat.
Temuan di atas dibuktikan dengan
penelitian terhadap lempung montmorillonite clay. Dari penelitian
disimpulkan bahwa lempung jenis ini dapat dengan cepat merangsang pembentukan
kantung membran yang berisi cairan (membranous fluid-filled sac).
Penelitian juga menemukan bahwa cairan yang terkandung dalam kantung membran
tersimpan pula dalam tanah liat. Kantung ini nyatanya dapat tumbuh melalui
pembelahan sederhana. Pembelahan ini merupakan gambaran dari apa yang terjadi
pada sel primitif. Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa tanah liat dapat
membentuk material genetika RNA dari bahan-bahan kimia sederhana. Dengan
demikian, kedua struktur yang ada dalam sel “lempung” sederhana itu, yaitu
kantung membran dan cairan yang mengisi kantung membran, mengandung material
yang sama dengan kandungan tanah liat. RNA terkandung baik di dalam kantung
membran maupun cairannya itu.
Dari telaah diatas, dapat dimengerti
bahwa tampaknya al-Qur’an memberikan isyarat bahwa proses penciptaan manusia
melalui tahapan-tahapan tertentu, mulai dari tanah, sari pati (berasal dari)
tanah, tanah liat kering dari lumpur yang diberi bentuk, dan tanah kering
seperti tembikai. Dalam bahasa sains, raingkain ini mirip rangkaian pada
evolusi biokimia yang mengawali evolusi biologis, yaitu evolusi dari
unsur-unsur kimia esensial yang kemudian membentuk molekul-molekul sederhana,
kemudian terbentuk molekul yang kompleks karena adanya polimerisasi, dan
terus bergabung dengan tanah liat jenis montmorillonite menjadi makhluk
uniseluler paling sederhana. Evolusi berjalan terus sampai terbentuknya
organisme multiseluler yang kompleks, termasuk spesies manusia.[14]
3.
Bertemunya dua lautan namun tidak menyatu
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ
يَلْتَقِيَانِ. بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَيَبْغِيَانِ .
Dia membiarkan dua lautan yang mengalir yang keduanya kemudian
bertemu. Antara keduanya ada batas yang kemudian tidak dilampaui
masing-masing. (Q.S
ar-Rahman [27] : 19-20)
a.
Munasabah ayat
Didalam surah
ar-Rahman ayat 19-20, Allah Ta’ala menyebutkan salah satu bentuk kekuasaanNya
dari sekian banyak tanda-tanda kuasaNya. Pada ayat sebelumnya dibahas tentang
pemeliharaan dan pengendalianNya akan matahari. Kemudian pada ayat ini dibahas
tentang kekuasaanNya pada lautan. Allah mengalirkan dua buah lautan namun antara
keduanya terdapat penghalang (Barzakh) sehingga tidak saling melampaui
satu sama lain.
Menurut Tahir
ibn ‘Ashur, walaupun ayat ini berkenaan dengan pertemuan dua lautan yang
mempunyai jenis air yang berbeda, laut yang asin dan sungai yang tawar. Dalam
celah kandungannya terdapat perumpamaan tentang missi dakwah Rasulullah dikota
Mekkah mengenai percampuran antara kaum mukmin dengan kaum kafir yang serupa
antara laut yang asin dan sungai yang tawar. Laut yang asin diibaratakan kaum
kafir dan sungai yang tawar diibaratkan iman yang dimiliki kaum mukmin. Lalu Allah menciptakan barzakh atau
penghalang antara keduanya, sehingga sungai yang tawar tidak dapat diasinkan
oleh lautan, begitu juga kaum musyrik tidak dapat memasukkan kekufurannya
kepada kaum mukmin. [15]
b.
Tafsir Kosakata
مَرَجَ : Pada
mulanya berarti melepas. Menggambarkan binatang yang
dilepas untuk mencari makanannya sendiri. Melepas laut
berarti membiarkannya mengalir secara bebas. Dalam hal ini
konteks yang paling tepat adalah mengalirkan.
dilepas untuk mencari makanannya sendiri. Melepas laut
berarti membiarkannya mengalir secara bebas. Dalam hal ini
konteks yang paling tepat adalah mengalirkan.
الْبَحْرَيْنِ :
Dua laut yang dapat dipahami dalam dua hal. Pertama dari aspek jenis: laut air
asin dan tawar. Kedua adalah dua laut yang
sama-sama asin dan sudah diketahui oleh orang arab.[16]
sama-sama asin dan sudah diketahui oleh orang arab.[16]
يَلْتَقِيَانِ :
Keduanya (Lautan) saling bertemu satu
sama lain
بَرْزَخٌ :
Penghalang atau pemisah diantara dua lautan
لاَيَبْغِيَانِ :
Tidak dilampaui oleh masing-masing (dua lautan). Atau tidak
merusak satu sama lain.[17]
merusak satu sama lain.[17]
c.
Perbedaan
pendapat tentang makna Maraj al-bahrain dan Barzakh
Dalam tafsir Ibnu Katsir, mengenai kata يَلْتَقِيَانِ “ Kemudian bertemu”
Ibnu Zaid mengatakan: “ Yakni,
yang menghalangi kedua lautan itu untuk bertemu, yaitu dengan meletakkan
penghalang yang memisahkan antara keduanya. Dan yang dimaksud dengan firmannya الْبَحْرَيْنِ adalah asin dan manis. Dan yang manis itu dalah sungai-sungai yang
mengalir ditengah-tengah ummat manusia, بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَيَبْغِيَانِ “Antara
keduanya ada batas yang kemudian tidak dilampaui masing-masing.” Maksudnya Allah Ta’ala menjadikan penghalang dari tanah antara
keduanya agar masing-masing tidak saling melampaui, sehingga menimbulkan kerusakan dan
menghilangkan sifat yang dikehendaki dari masing-masing lautan tersebut. [18]
Begitu juga dalam kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, yang
dimaksud dengan dua lautan adalah lautan yang asin dan dan lautan yang tawar.
Yang asin meliputi laut dan samudra, sedangkan yang tawar mencakup berbagai
sungai. Marajal Bahrain berarti membiarkan keduanya bertemu, tetapi
keduanya tidak saling melampaui. Masing-masing tidak melampaui batas yang telah
ditakdirkan baginya dan tidak melampaui fungsi yang dimilikinya. Diantara
keduanya ada batas pemisah yang tentu saja sebagai ciptaan Allah.
Pembagian air yang seperti itu dibumi, bukanlah hal yang terjadi
secara kebetulan. Ini merupakan takdir yang sungguh menakjubkan. Air asin
hampir melimpahi ¾ dunia dan sebagiannya menyatu dengan yang lain, sedangkan
seperempatnya merupakan daratan. Kadar air yang lebih banyak ini merupakan
jumlah yang cermat guna membersihkan atmosfer bumi dan memeliharanya agar
senantiasa cocok bagi kehidupan. [19]
Disamping itu, hikmah daripada bumi yang umumnya menghasilkan
banyak gas yang beracun, namun udara tidak terkontaminasi dan tidak mengubah
keseimbangannya yang proporsional bagi kehidupan manusia. Penyeimbang utamanya
adalah hamparan air tersebut, yaitu sejumlah samudra. [20]
Dari hamparan lautan yang luas ini, naiklah uap air karena pengaruh
sinar matahari. Uap itulah yang kemudian turun berupa air hujan yang jenisnya
tawar, lalu mengalirlah kesungai-sungai. Keserasian antara luasnya samudra,
panasnya matahari, dinginnya atmosfer diangkasa, dan faktor-faktor angkasa
lainnya inilah yang menciptakan hujan, yang pada gilirannya menghasilkan
limpahan air tawar. Lalu pada air tawar inilah kehidupan bertumpu: Kehidupan,
tumbuhan, binatang juga manusia. [21]
Seluruh sungai bermuara ke laut. Sungai inilah yang memindahkan
garam bumi ke laut, tetapi ia tidak mengubah karakteristik laut dan tidak
mengalahkannya. Biasanya permukaan sungai lebih tinggi daripada permukaan laut.
Karena itu, laut tidak mengalahkan sungai yang bermuara ke sana dan tidak menutupi
sungai dengan air garamnya sehingga mengubah fungsi sungai. Diantara keduanya
selalu ada penghalang yang diciptakan Allah, sehingga antara kedunya tidak
saling mengalahkan. Maka, tidaklah mengherankan jika penyebutan dua lautan dan
penyekat diantara keduanya sebgai bagian dari nikmat Allah. [22]
“Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
(ar-Rahman: 21)
Adapun pendapat
ulama tafsir tentang makna Barzakh adalah pembatas atau pemisah antara
dua lautan yang terjadi atas kehendak Allah Ta’ala. Namun seiring
perkembangan zaman dan teknologi, temuan terkait masalah tersebut telah
terungkap. Ulama berbeda pendapat tentang makna barzakh walaupun mereka
sepakat bahwa yang dimaksud dengan barzakh adalah pemisah.
Adapun menurut tafsir Departemen RI yang dimaksud dengan Barzakh
adalah penampungan yang terdapat di bumi dan saluran-saluran bumi yang
menghalangi air laut bercampur dengan air sungai sehingga tidak mengubahnya
menjadi air asin. Keadaan air asin yang mengalir dari lautan ke batu-batuan
dekat pantai, namun tidak bercampur dengan air tawar yang mengalir dari daratan
ke lautan. [23]Dengan demikian
bisa dikatakan posisi air sungai yang letaknya lebih tinggi dari lautan sangat
memungkinkan air laut bercampur namun tidak bisa menembusnya secara total.
d.
Pandangan sains tentang pertemuan dua lautan
Menurut Agus S. Djamil, seorang saintifik islam menyebutkan bahwa
sebagian besar mufassir dalam memahami pertemuan dua lautan itu secara
berdampingan. Hal ini berarti pemisahnya yang dimaksud terjadi secara vertikal.
Meskipun tidak dijelaskan secara rinci. Menurutnya pemahaman tersebut sedikit
banyak dipengaruhi oleh pemahaman atas surah al-Kaff ayat 60 yang memiliki
arti:
“ Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada muridnya: Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum
sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun.”
Pertemuan dua lautan dalam konteks Nabi Musa berada digunung sinai
dan Mesir, diperkirakan sebagai tempat pertemuan antara seluk suez dan laut
merah, atau pertemuan antara teluk aqaba dengan laut merah, atau pertemuan
antara teluk aqaba dibagian timur dengan teluk suez dibagian barat semenanjung
sinai. Banyak sekali penafsiran, namun semuanya itu dalam pengertian batas dua
laut yang vertikal, yang memisahkan dua tubuh air secara berdampingan.[24]
Lain halnya jika diartikan dengan batas laut yang horizontal, hal
yang membedakannya adalah karakteristik atau sifat fisika ( Suhu, salinitas,
tekanan dan lain-lain) yang dimiliki dari masing-masing laut. Oleh karena itu
masing-masing lautan mempertahankan karakteristiknya masing-masing, dan dari
keduanya mempunyai jenis ikan dan tumbuhan yang berlainan.
4. Segala sesuatu selain Allah akan
binasa
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ
وَالإِكْرَامِ
26. semua yang ada
di bumi itu akan binasa.
27. dan tetap
kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
a.
Mufradat :
Kata Fanin adalah isim fa’il
yang berarti yang rusak, binasa, musnah, lenyap, dan berasal dari fi’il (kata
kerja) faniya-yafna-fana’an yang berarti rusak, binasa, musnah, dan
lenyap.[25]
Dalam tafsir al-Maraghi kata fan
bermakna binasa, yaitu semua makhluk di bumi akan mati begitu juga makhluk di
langit.[26]
Penjelasan yang sama dalam tafsir ibnu katsir kata fan yakni semua ahlul
bumi dan langit akan pergi dan mati, dan tidak ada yang kekal seorang pun
kecuali Allah SWT.[27]
Kata fan mengandung makna
masa datang. Ini mengesankan berakhirnya periode kehidupan duniawi serta tidak
berlakunya lagi hukum-hukum yang berlaku selama ini, akibat kematian manusia
dan jin serta terjadinya periode baru kehidupan yang memberi ganjaran dan
balasan terhadap mereka, karena kehidupan duniawi adalah sebagai pengantar
menuju tujuan ke akhirat, dan apa yang terjadi itu adalah perpindahan dari
pengantar menuju tujuan.
b.
Tafsir :
Ayat-ayat ini menerangkan bahwa
semua yang ada di bumi dan di langit akan rusak binasa dan yang kekal hanyalah
Zat Allah yang Mahabesar dan Mahamulia. Dialah yang tetap hidup selamanya dan
tidak akan mati. Oleh karena itu manusia jangan terpesona dengan
kenikmatan-kenikmatan yang ada di dunia, sebab semuanya akan punah dan lenyap, manusia
akan dimintakan pertanggungjawaban atas segala nikmat yang telah diperolehnya.
c.
Munasabah :
Dalam ayat-ayat yang lalu Allah Swt.
menyebutkan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya baik di darat dan di laut, maupun
di langit dan di bumi, maka pada ayat-ayat berikut ini Allah menerangkan bahwa
nikmat-nikmat itu akan hilang, tidak akan kekal, segala sesuatu akan lenyap dan
binasa, kecuali zat Allah Swt. semua yang ada di alam ini berkehendak
kepada-Nya, memerlukan-Nya, memohon bantuan, dan petunjuk-petunjuk-Nya.
Dalam perspektif ilmu pengetahuan,
pemusnahan makhluk hidup di muka bumi pernah terjadi, bahkan hingga
berkali-kali sepanjang sejarah bumi. Semua terjadi sebelum manusia ada dimuka
bumi, dan ini terjadi melalui mekanisme seperti apa yang tertulis dalam
Al-quran berupa bencana bencana alam. Bencana tersebut tidak mengakibatkan
kpunahan kehidupan secara keseluruhan, twtapi pada setiap peristiwa lebih dari
separuh bahkan pernah sampai di atas 90 persen kehidupan punah. Di lihat dari
perspektif ilmu geologi biasa seprti vulkanisme atau kegunungapian, gempa,
banjir atau meluapnya laut, hujan meteor, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa
tersebut yang menyebabkan kepunahan makhluk hidup di muka bumi merupakan bagian
dari sejarah bumi,dan tentunya merupakan bagian dari kehendak Allah yang pasti
terjadi.[28]
Salah satu hal yang menarik adalah
bahwa Al-Quran tidak tidak pernah atau sedikit sekali menyinggung adanya jenis
makhluk hidup lain di buka bumi ini selain mkhluk gaib seperti malaikat, jin
iblis yang berbeda dari apa yang kita jumpai sekarang. Jauh sebelum zaman
kehidupan manusia banyak makhluk pernah hidup, berbeda dengan mkhluk masa kini,
dan hidup secara bergantian dalam jangka waktu yang lebih lama pula. Bukti
bukti adanya kehidupan tersebut sangat banyak di jumpai dalam bentuk fosil
fosil yang tersebar di berbagai belahan dunia. Tulang belulang hewan dan sisa
bagian tumbuhan yag terawetkan seakan bercerita kepada kita bahwa bumi ini
pernah di huni oleh tumbuhan dan hewan purba berukuran raksasa yang sudah tidak
ada lagi dimasa kini, di antaranya, berupa kadal-kadal Dinosaurus, macan
bertaring panjang, dan sebagainya. Demikian jugak tebaran fosil-fosil hewan
berukuran kecil, seperti bakteri, plankton, benang sari, spora, dan sebagainya,
yang terawetkan dalam lumpur yang membatu, memberikan gambaran tentang
pemandangan di permukaan bumi purba yang amat berbeda. Peninggalan-peninggalan
masa lampau tersebut menjadi bukti bahwa mkhluk-mkhlu yang punah tersebut
pernah hidup di muka bumi. jejak-jejak masa lalu pun memperlihatkan kondisi
masa lalu permukaan bumi, misalnya bahwa sebagian permukaan bumi ini pernah
terendam air.
5.
Pendidikan ( Teknologi)
يَا
مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا
تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَان
Hai jamaah jin
dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.”
(QS. Ar-Rahman
[27]:33)
a.
Pendapat para mufassir
Dalam Tafsir ibnu Katsir,
ayat ini mengancam manusia dan jin bahwa Allah akan berkonsentrasi untuk melakukan perhitungan
terhadap amal-amal mereka sehingga mereka tidak akan sanggup untuk melarikan
diri dari takdir dan keputusan Allah. Dimana saja mereka berada, Allah akan
selalu melihatnya. Dan itulah yang terjadi pada saat dipadang mahsyar. Pada
saat itu malaikat mengelilingi makhluk dalam tujuh barisan disetiap sisi,
sehingga tidak seorangpun yang sanggup pergi kecuali dengan sulthan “ Kekuatan”
atau perintah dari Allah. [29]
Lalu Allah menantang
mereka dengan menyatakan : Hai kelompok jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus keluar menuju penjuru-penjuru langit dan bumi guna menghindari
pertanggungjawaban atau siksa yang menimpa kamu itu maka tembuslah keluar.
Tetapi sekali-kali kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan,
sedangkan kamu tidak memiliki kekuatan. Maka nikmat Tuhan kamu berdua
yang manakah yang kamu berdua ingkari?
Thahir ibn Asyur menegaskan bahwa ayat ini bukanlah merupakan ucapan yang diucapkan kepada
mereka dalam kehidupan dunia ini. Maksudnya ayat ini akan diucapkan kelak di
hari Kemudian sebagaimana dipahami dari konteks ayat-ayat sebelum dan
sesudahnya. Penulis menambahkan bahwa memang sementara ulama terdahulu
menyatakan itu diucapkan kepada mereka dalam kehidupan dunia ini, tetapi
maksudnya dalam arti perintah untuk menghindar dari maut-kalau mereka mampu.
Ayat ini dijadikan
oleh sementara orang sebagai bukti isyarat ilmiah Al-Qur’an tentang kemampuan
manusia keluar angkasa. Sampai saat ini
terbukti betapa besarnya upaya dan tenaga yang dibutuhkan untuk dapat menembus
lingkup gravitasi bumi. Kesuksesan eksperimen perjalanan luar angkasa selama
waktu yang sangat sedikit dan terbatas jika dibandingkan dengan besarnya alam
raya itu saja memerlukan upaya yang luar biasa di bidang sains dengan segala
cabangnya: teknik, matematika, seni, geologi, dan sebagainya. Belum lagi
ditambah dengan biaya sangat besar. Hal ini membuktikan dengan jelas bahwa
upaya menembus langit dan bumi yang berjarak jutaan tahun cahaya itu mustahil
dapat dilakukan oleh jin dan manusia.
b.
Kandungan pendidikan ( Teknologi)
Allah memerintahkan kepada
golongan jin dan manusia untuk menembus (melintasi) ke penjuru langit dan bumi,
arti perintah Allah ini hanya sekedar tantangan Allah untuk menguji dan
melemahkan jin dan manusia. Jika mereka kuasa untuk keluar penjuru langit dan
bumi dan semacamnya itu hanya ketentuan dan kekuasaan dari Allah.
Mereka pun tidak
mampu menembus (melintasi) kecuali dengan kekuatan, dan mereka tidak mempunyai
kekuatan untuk menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi dan juga mereka
tidak kuasa. Dan yang dimaksud سلطان di sini
adalah Dzat yang mempunyai kekuatan dan menguasai untuk memerintah.
Ayat di atas pada
masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada
bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk menjelajah
diangkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan; kekuatan yang
dimaksud di sini sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan
atau sains dan teknologi, dan hal ini telah terbukti di era modern
sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus
angkasa luar, bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan
teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, dan dapat kembali
lagi ke bumi.
Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat)
dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini,
sebenarnya merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan
oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan.
Isi kandungan surah ar-Rahman ayat 33 sangat cocok untuk dipelajari karena
ayat ini menjelaskan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia.
Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat mengetahui benda-benda langit. Dengan
ilmu pengetahuan, manusia dapat menjelajahi angkasa raya. Dengan ilmu
pengetahuan, manusia mampu menembus sekat-sekat yang selama ini belum terkuak.
Manusia diberi potensi oleh Allah Swt. berupa akal. Akal ini harus terus
diasah, diberdayakan dengan cara belajar dan berkarya. Dengan belajar, manusia
bisa mendapatkan ilmu dan wawasan yang baru. Dengan ilmu, manusia dapat
berkarya untuk kehidupan yang lebih baik. [30]
DAFTAR PUSTAKA
Abi Fida’
Isma’il ibnu Katsir al-Damasyki, Imam Hafiz. Tafsir Ibni katsir jilid 4, Kairo : 1988,
Ali al-Sabuni, M. Safwat Tafasir, Juz 3, Beirut: Dar
al-Qur’an al-Karim, 1981
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang
Disempurnakan, Jilid 7 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011)
Djamil, Agus, S. Al-Qur’an menyelami rahasia lautan,
(Bandung: Mizan 2012)
Kementerian
Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012
Kamus qalatu lugat al-Manar, Surabaya
Lajnah pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, Tafsir ilmi kepunahan makhluk hidup dalam perspektif
al-Qur’an dan Sains, 2016
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan dan keserasian
Al-Qur’an, Vol.13 , Jakarta: Lentera hati, 2012
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an
( Surah Qaaf- Al-Haaqqah), Jilid 11, Jakarta: Gema Insani, 2004
file:///C:/Users/User/Downloads/Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Ar_Rahman. (diakses pada tanggal 26 Oktober
2017, pukul 10.06 WIB)
http://grabalong.blogspot.co.id/2015/05/kandungan-qs-ar-rahman-ayat-33-tentang.html ( Diakses pada tanggal 27 oktober 2017 pukul 06.57 WIB
[1].
Lihat:
al-Maraghi, Tafsir al-Maragi, juz 27, hlm. 153. Lihat juga: al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, Jilid.15, hlm. 148.
[2]
. Ibid. 148
[3]
. Quraish Shihab,
Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Vol.13
(Jakarta: Lentera hati, 2012) hal. 273-374.
[4].
M. Ali al-Sabuni, Safwat Tafasir, Juz 3 ( Beirut: Dar al-Qur’an
al-Karim, 1981) hal. 292
[5].
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an ( Surah
Qaaf- Al-Haaqqah), Jilid 11 ( Jakarta:
Gema Insani, 2004), h.118
[6]. Kamus qalatu
lugat al-Manar, Surabaya
[7]. Kementerian
Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012, Hal. 591
[8] . Imam Hafidz
Abi Fida’ Isma’il ibnu Katsir al-Damasyki, Tafsir Ibni katsir jilid 4, Kairo :
1988, Hal. 272
[9] . Ahmad
Musthafa Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Hal 106
[10] . Lajnah
pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
Tafsir ilmi Penciptaan manusia dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016, Hal.
125
[11] . Ahmad
Musthafa Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Hal. 110
[12] . Tafsir
jalalin
[13]. Kementerian
Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012, Hal. 599
[14] . Lajnah
pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
Tafsir ilmi Penciptaan manusia dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016, Hal.
18
[15]. Muhammad
Thahir Ibn ‘Ashur, Tafsir fi al- Tahrir wa al-Tanwir, Juz 19 (Tunis: Dar
Al-Tunis, 1984) hal.54
[16].
Ibn ‘Ashur, Tafsir Al-Tahrir . . ., Juz 27, 248-249
[17].
Ibid
[18]. file:///C:/Users/User/Downloads/Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Ar_Rahman. (diakses pada tanggal 26 Oktober 2017, pukul
10.06 WIB)
[19]. Sayyid Quthb,
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an ( Surah Qaaf- Al-Haaqqah), Jilid 11 ( Jakarta: Gema
Insani, 2004), h.125
[20]. Ibid.125
[21].Ibid.125
[22]. Ibid.125
[23].
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang Disempurnakan, Jilid 7 (Jakarta:
Widya Cahaya, 2011), hal.35
[24]. Agus S.Djamil,
Al-Qur’an menyelami rahasia lautan, (Bandung: Mizan 2012)hal. 112
[25]. Kamus Qalatu lugat al Manar, surabaya
[26] . Ahmad
Musthafa Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Hal. 114
[27]. Imam Hafidz Abi Fida’ Isma’il ibnu Katsir
al-Damasyki, Tafsir Ibni katsir jilid 4, Kairo : 1988, Hal. 274
[28] . Lajnah
pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
Tafsir ilmi kepunahan makhluk hidup dalam perspektif al-Qur’an dan Sains, 2016,
Hal 2
[29]
. file:///C:/Users/User/Downloads/Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Ar_Rahman. (diakses pada tanggal 26 Oktober 2017, pukul 10.06 WIB)
[30]
. http://grabalong.blogspot.co.id/2015/05/kandungan-qs-ar-rahman-ayat-33-tentang.html
( Diakses pada tanggal 27 oktober 2017 pukul 06.57 WIB)
Komentar
Posting Komentar