Makalah Peradaban dan Pemikiran Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Wafatnya Nabi Muhammad, berarti menunjukkan pergantian kepemimpinan dalam Islam. Ini semua tentu menjadi amanah besar bagi para sahabat Nabi. Sebagian orang berpendapat bahwa yang berhak menggantikan adalah Abu Bakar karena memiliki pemahaman agama yang baik, dan rasulullah pun pernah memintanya mengimami sholat berjamaah selama beliau sakit. Oleh karena itu, mereka menghendaki agar Abu Bakar memimpin urusan keduniaan, yakni kekhalifahan. Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak atas kekhalifahan ialah Ahlul bait Rasulullah Saw, yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abi Thalib. Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah salah satu seorang dari kaum Quraisy yang termasuk di dalam kaum Muhajirin, kelompok lainnya berpendapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan  ialah kaum Anshar.[1]
Dalam pertemuan di balai pertemuan Bani Sa’idah di Madinah, kaum         Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin umat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena dipandang paling layak untuk menggantikan nabi. Dipihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib, karena nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, di samping itu Ali bin Abi Thalib adalah menantu dan kerabat nabi.
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Abu Ubaydah bin Jarrah dengan melakukan semacam kudeta terhadap kelompok, memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi nabi. Dengan semangat Ukhuwah Islamiyah, terpilihlah Abu Bakar. Ia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak pertama menjadi pendamping nabi, ia sahabat yang paling memahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok As-Sabiqun Al-Awwaluun yang memperoleh gelar Abu Bakar As-Sidiq.
Sepeninggal Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para   pemimpin yang adil dan benar. Meraka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khulafah Ar-Rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi Peradaban Islam pada Masa Khalifah Rasyidah baik dari sistim suksesi, kepribadian khalifah, situasi dan sistem politik dan perkembangan peradaban?

C.    Tujuan
Mengetahui kondisi Peradaban Islam pada Masa Khalifah Rasyidah baik dari sistim suksesi, kepribadian khalifah, situasi dan sistem politik dan perkembangan peradaban.



BAB II
PEMBAHASAN
Peradaban pasca wafat Rasulullah Saw.

A.    Tsaqifah Bani Sa’idah
            Tsaqifah Bani Sa’idah menjadi saksi awal terbentuknya Khilafah Rasyidah.            Sebelum nabi Muhammad Saw wafat, beliau tidak berpesan secara khusus mengenai penggantinya. Ketiadaan pesan khusus itulah yang mendorong umat islam secepatnya mencari penggantinya ketika nabi wafat. Ketika itu ahlul bait (keluarga Nabi) menyelenggarakan jenazah nabi, sementara itu para sahabat berkumpul  untuk melaksanakan suatu hal yang sifatnya penting. Menyelenggarakan jenazah hukumnya fardhu kifayah, maka dapat diwakili oleh beberapa orang, namun, memilih pengganti nabi agar tidak terjadi kegoncangan di kalangan umat muslim dirasa lebih penting dan darurat. Maka para sahabat berkumpul dan mengadakan pertemuan di tsaqifah bani sa’idah untuk bermusyawarah mengenai siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai pemimpin umat nantinya.
            Berita itu sampai kepada Abu Bakar dan Umar, lalu mereka bersama Abu Ubaidah ibn Sarah datang ke Tsaqifah. Tiga orang inilah yang dapat di katakan sebagai wakil kaum Muhajirin, sementara dari kaum Anshar di wakili oleh Basyir ibn Sa’ad ibn Khudair dan Sadim. Selanjutnya musyawarah di Tsaqifah menjadi musyawarah perwakilan kaum Muhajjirin dan Anshar.
            Akhirnya, setelah melewati perdebatan panjang, wakil dari kaum Ashar      menerima pendapat bahwa suku quraisylah yang lebih pantas menjadi pemimpin. Abu Bakar mencalonkan Umar bin Khatthab atau Abu Ubaidah bin Sarah, namun keduanya tidak bersedia dicalonkan. Lalu Basyir Ibn Sa’ad menjabat tangan Abu Bakar dan membuatnya sebagai pengganti Nabi (Khalifah). Bai’at ini kemudian dikenal dengan Bai’at Tsaqifah. Pada hari berikutnya, Abu Bakar naik mimbar di masjid nabawi dan berlangsunglah bai’at umum. Maka, pada saat itulah dimulainya pemerintahan Khilafah Rashidah yang dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin.[2] Semasa pemerintahan para sahabat Nabi tentu telah memberikan warna yang berbeda dengan perkembangan Islam berikutnya. Jika Islam masa Nabi adalah peletakkan dasar, maka masa Islam zaman sahabat adalah masa ekspansi dan perluasan wilayah kekuasaan Islam. Tentu semua ini tidak melupakan dan meninggalkan dari beberapa aspek yang terlibat.
B.     Penetapan Khalifah sebagai dasar politik islam
Kata khulafaurrasyidin itu berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata  khulafa dan rasyidin, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah (bila satu di sebut khalifah) yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat, melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam. [3]
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana.[4] Mereka tiu terdiri dari para sahabat nabi muhammad Saw yang berkualitas tinggi dan baik adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafaurrasyidin sebagai berikut: Arif dan bijaksana, berilmu yang luas dan mendalam, berani bertindak, berkemauan yang keras, berwibawa, belas kasihan dan kasih sayang serta berilmu agama yang amat luas dan melaksanakan hukum-hukum islam.
Adapun para khalifah tersebut ada empat, pertama adalah  Abu Bakar resmi ditunjuk sebagai penerus Nabi Muhammad, 8 Juni 632M melalui pemilihan yang melibatkan para pemimpin masyarakat di Madinah. Jalan pemilihan Abu Bakar ini dilakukan melalui musyawarah mufakat, walau hampir muncul sedikit percecokan tetapi itu dapat dikendalikan. Abu Bakar sangat meneladani Nabi dalam melaksanakan bentuk pemerintahan. Istilah yang kemudian disematkan kepada Abu Bakar sebagai pengganti Nabi adalah Khalifah Rosul Allah (Penerus Rosul Allah). Tetapi Abu Bakar tidak menggunakan nisbat tersebut sebagai gelarnya. Ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah seorang sosok pemimpin yang bijaksana, masa pemerintahan beliau sangat,  pendek sekitar 2 tahun 3 bulan (11H-13H / 632-634M). Namun dalam waktu tersebut telah memberikan banyak kontribusi dalam perkembangan dunia Islam.
Kekhalifahan Islam diteruskan oleh Umar bin Khattab pasca wafatnya Abu Bakar (634M). Proses pemilihan Umar berbeda dengan pemilihan Abu Bakar. Khalifah Umar dipilih atas tunjukan oleh Khalifah Abu Bakar pasca musyawarah dengan perwakilan pimpinan kepala suku[5]. Umar bin Khatthab adalah khalifah yang merangkap jabatan saat dipilih menjadi khalifah. Beliau adalah khalifah pertama yang menyandang jabatan panglima tertinggi pasukan Islam (amir al-mu’minin). Umar memimpin Islam selama 10 tahun 6 bulan mulai dari 13H-23H / 634-644M. khalifah Umar  sebelum wafat, membuat kebijakan untuk membentuk dewan formatur[6] yang beranggotakan enam orang yang terdiri dari Ali bin Abi Thalib, Usma bin Affan, Zubayr bin Awwam, Thalhah ibn Abdullah, Sa’ad bin Abi Waqqah, dan Abd al-rahman bin Awf. [7]
Fese ketiga dalam kekhalifahan Islam dipimpin oleh sahabat Usman bin Affan sebagaimana keputusan dewan formatur. Khalifah usman ini berbeda dengan dua khalifah sebelumnya yang berasal dari golongan Muhajirin. Beliau berasal dari perwakilan aristokrat Umayyah. Masa kepemimpinan Khalifah Usman adalah masa terlama dari beberapa khalifah. Beliau memimpin selama 12 tahun mulai dari 23H-35H / 644-655M.[8]
Pasca Wafatnya Khalifah Usman di usia yang ke-82 tahun, Ali dipilih sebagai khalifah dan dilantik di Masjid Nabawi Madinah 24 Juni 655M. Kekhalifahannya sangat diakui oleh umat Islam di seluruh dunia. Karena merupakan sepupu Nabi dan suami dari Fatimah putri kesayangan Nabi dan putra dari dua anak yakni Hasan dan Husain. Ali memimpin Islam selama 4 tahun 9 bulan terhitung sejak ditetapkan hingga 661M.
Secara singkat pola pengangkatan khalifah memiliki kesamaan. Sebagai berikut:
No
Nama Khalifah
Teknik yang digunakan
1
Abu Bakar al-Shidiq
Pembaiatan dilakukan perorangan (Umar bin Khattab) yang disetujui oleh semuanya
2
Umar bin Khattab
Penunjukan Abu Bakar sebelum ia wafat yang diawali dengan konsultasi dengan-dengan masyarkat
3
Usman bin Affan
Pemikiran dari formatur yang ditunjuk Umar yang terdiri dari tim formatur yang telah ditentukan
4
Ali bin Abi Tholib
Sebagian besar penduduk Madinah

C.    Model Pemerintahan dan Gaya Kepemimpinan
            Khalifah (pemerintahan), yang timbul sesudah wafatnya nabi Muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat merupakan republik, dalam arti   kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun menurun. Karena dalam         pemerintahan harus ada persetujuan dari masyarakat. Dan tidak bisa  dipilih sendiri     tanpa adanya musyawarah dari masyarakat. Ini menggambarkan ciri pemerintahan      yang demokratis.[9] Model kepemimpin yang diterapkan oleh khalifah ini memang bukanlah suatu deklarasi langsung dengan mengatasnamakan pola demokrasi, tetapi hal ini dapat dibaca melalui sebuah pola kepemimpinan sehari-hari dan sebagian pidato yang disampaikan oleh Khalifah. Untuk lebih jelaskan, disampaikan beberapa rekam pidato sahabat semasa menjabat menjadi Khalifah sebagai berikut: [10]

No
Nama
Isi Pidato
1
Abu Bakar
Saudara sekalian saya telah dipilih untuk memimpin kalian. Jika saya berada dalam jalan yang benar, bantulah saya. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah penghianatan. Orang yang lemah diantara kalian adalah kuat di mata saya, setelah saya memberikan haknya. Insya Allah. Orang yang kuat adalah lemah di mata saya, sesudah saya menjalankan keadilan baginya, insya Allah. Apabila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan padanya. Patuhilah saya selama saya taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika saya melanggar perintah Allah dan Rasulnya, maka kalian tidak usah mematuhi saya. Laksanakan sholat, Allah merahmati kalian.
2
Umar
Wahai manusia sesungguhnya tidak ada suatu hak bagi siapapun untuk ditaati dalam suatu perbuatan maksiat. Kamu sekalian memiliki beberapa ha katas diriku yang akan kujalani dan akan kupegang teguh. Aku berjanji akan memungut suatu pajak atas hasil karunia yang kamu peroleh dari Allah kecuali dengan jalan yang sebenarnya, dan kamu sekalian berhak mencegah aku mengeluarkan sesuatu yang telah berada di tanganku kecuali dengan hak-Nya.
3
Usman
Sesungguhnya tugas ini telah dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya, dan sesungguhnya aku adalah seorang mutabi’ (yakni pengikut Rosulullah) dan  bukan seorang yang mubtadi’. Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai 3 hal selain kitab Allah dan sunnah Nabi, yakni mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang orang sebelum aku dalam hal yang kamu sekalian telah bersepakat dan telah kamu jadikan sebagai kebiasaan baru yang layak bagi ahli kebajikan dalam hal-hal yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan dan mencegah diriku dari bertindak atas kamu kecuali dalam hal-hal yang kamu sendiri telah menyebabkannya.
4
Ali
Wajib atas kamu sekalian taat kepadaku, baik dalam urusan yang kamu sukai atau yang kamu benci selama aku memerintahkan kamu dalam hal ketaatan kepada Allah. Tapi apabila aku memrintahkan kalian untuk bermaksiat kepada Allah maka tidak ada kewajiban taat atas seseorang di dalam maksiat. Ketaatan hanyalah wajib dalam perbuatan kebaikan.
Table 2.2
Gaya kepemimpinan yang diterapkan olah para khalifah mayoritas adalah kesederhanaan dan kerendahan hati. Mereka tidak menggunakan gelar yang disematkan padanya, justru mereka lebih nyaman disebut dengan namanya sendiri. Jiwa kepemimpinan khalifah sangatlah demokratis. Merima saran dan kritik dari siapapun selama pemerintahannya untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan Islam.

D.    Sistem Pergantian kepala Negara
                        Sistem penggantian dan pengangkatan khalifah sebagai kepala negara         merupakan pola pemerintahan khulafaurrasyidin yang paling penting. Ke empat        khalifah dipilih melalui cara yang hampir sama. Pola pemilihan tersebut dapat di           kategorikan sebagai pemilihan langsung yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama pemilihan figur khalifah, sedangkan tahap kedua, pengukuhan keabsahan khalifah             terpilih melalui bai’at (janji kesetiaan).
            Abu bakar diangkat menjadi khalifah atas dasar pemufakatan pemuka-pemuka anshar dan muhajirin dalam rapat saqifah di madinah. Umar menjadi khalifah kedua atas pencalonan abu bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat. Penentuan Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga di rundingkam dalam rapat, setelah Usman terbunuh, Ali lah yang merupakan calon terkuat untuk menjadi khalifah keempat.
            Dalam sistem pergantian kepala negara, perlu diketahui, bahwa ada yang dinamakan Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kualifikasi untuk bertindak atas nama orang muslim dalam memilih seorang khilafah, dikenal sebagai Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd (kadang kadang disebut Ahl Al ‘Aqd Wa Al-Hall). Dalam teori politik abad pertengahan, fungsi utama mereka bersifat kontraktual. Artinya mereka menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada seorang yang paling berkualifikasi dan begitu diterima, mereka memberikan bai’at kepadanya. Mereka juga diberi kepercayaan memberhentikan khalifah apabila khalifah gagal memenuhi kewajibannya. Mereka harus Muslim, berusia dewasa, adil, merdeka (bukan budak), dan mampu melakukan ijtihad (Menafsirkan sumber-sumber hukum agama). Syarat terakhir ini mengimplikasikan bahwa Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd  haruslah faqih dan piawai dan konsensusnya mengikat.
            Istilah Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd pada masa sekarang di negara kita populer dengan sebutan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), selain itu juga disebut dengan dewan legislatif dan syuro.
                        Penetapan kepemimpinan bisa melalui dua cara :
1.         Dipilih oleh Ahl Hall Wal Aqd. Cara ini dipakai pada saat pemilihan sahabat  Abu Bakar dan  sahabat Ali bin Abi Tholib.
2.        Metode al’ahdu atau istihlaf.  Dipilih atau ditunjuk langsung oleh pemimpin yang sebelumnya (demisioner).
                        Dimasa Khalifah Abu Bakar, Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd terdiri dari Umar bin             Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Mu’adz bin Jabal, Ubai bin Kaab dan Zaid bin Tsabit.[11]
E.     Kebijakan-kebijakan pada masa Kekhalifahan
1.      Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh khalifah Abu Bakar pada masa pemerintahannya antara lain:
            a.         Ekspedisi ke perbatasan Suriah yang dipimpin oleh Usamah. Walaupun                   menerima banyak penentangan dari kalangan sahabat, namun misi ini                                  berhasil dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam.
b.         Operasi pembersihan terhadap orang-orang yang melakukan riddah             atau gerakan pengingkaran terhadap Islam. Pada masa setelah Nabi                      wafat, banyak umat Islam, khususnya dari kalangan Arab Badui yang                 menjadi murtad. Mereka melepaskan diri dari Islam dan menolak                                   berbaiat kepada khalifah. Sekaligus penumpasan nabi-nabi palsu.
c.         Seluruh Brigade di atas bertugas memadamkan pemberontakan bagian        selatan arabia
            d.         Tindakan tegas terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat.
            e.         Permulaan ekspansi dan peningkatan kekuatan di perbatasan
            f.          Mengumpulkan al-Quran dari berbagai tempat penulisan
            g.         Meningkatkan kesejahteraan umum dengan membentuk lembaga Bait                     Al- Maal
                        h.         Menunjuk atau mewasiatkan khalifah yang akan menggantikan dirinya                               setelah meninggal nanti, demi kesejahteraan dan ketentraman                                              dikalangan umat Islam.
Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq hanya berlangsung selama 2 tahun lebih. Namun, pada masa pemerintahan tersebut banyak yang telah berhasil dicapai, khususnya ketentraman dan keamanan umat Islam. Terutama penegakan hukum           sesuai dengan apa yang telah diterapkan Nabi pada masa sebelumnya.
2.      Masa Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khatthab memimpin selama kurang lebih 10 tahun. Berikut ini merupakan kebijakan-kebijakannya yang berhasil mengantarkan Islam kepada masa kejayaan dan kegemilangannya:
a.         Perhatian terhadap taraf hidup rakyat. Ia memberikan tunjangan kepada rakyat sesuai klasifikasi berdasarkan nasab kepada Nabi Muhammad SAW.
                        b.         Reformasi dalam pemerintahan. Adanya majelis syura’. Bagi Umar                         tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak akan bisa berjalan.
c.         Adanya prinsip-prinsip demokrasi dan pembangunan jaringan pemerintahan sipil yag sempurna. Adanya hak yang sama bagi setiap warga negara.
d.         Pembentukan departemen dan pembagian daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi.
                        e.         Menetapkan Kebijakan ekonomi di Sawad (daerah subur).
f.          Guna mengatasi gejolak keuangan, beliau memberi gaji tetap kepada tentara dan pensiunan pada seluruh sahabat Nabi. Umar juga menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama al-Ushur.
g.         Untuk kepentingan pertahanan, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat didirikanlah lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara terdaftar. Mereka digaji yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan tugasnya. Dia juga mendirikan pos-pos militer di tempat-tempat setrategis.
                        h.         Penaklukan dan perluasan wilayah Islam meiputi: Palestina, Homas,                                    Damsyiq, Beirut, Isthahiyah, bahkan mesir, Irak dan Persia.
                        i.          Selain itu juga khalifah bin Umar bin Khattab menetapkan perhitungan                               tahun baru yaitu tahun hijriayah.
                                    Di masa kepemimpinan Umar bin Khaththab Islam mencapai masa              kejayaan. Namun, kekhalifahan beliau berakhir saat beliau wafat pada 644 M                         karena mendapat tikaman dari seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz                  atau Abu Lu’lu’ah saat beliau akan melaksanakan sholat shubuh.
3.      Masa Usman Bin Affan
Masa Kejayaan Khalifah Utsman Bin Affan:
a.                   Meluasnya ekspansi Islam hingga ke wilayah Afrika Utara yang ditandai oleh  perang ‘Zatis Sawari’(peperangan tiang kapal) pada 652 M. Pada saat itulah dibentuk angkatan laut atas usul Muawiyah bin Abu Sofyan.
b.                  Ekspansi Islam, meliputi: Armenia, Tripoli, Thabaristan, Harah, Barkoh, Kabul, Ghanzah dan      Turkistan.
c.                   Penumpasan pemberontakan-pemberontakan seperti di Khurasan dan Iskandariyah.
d.                  Pembagian wilayah Islam menjadi 10 Propinsi
e.                   Kodifikasi dan penyusunan al-qur’an.
f.                   Pembentukan dewan penyusunan Al-Qur’an.
g.                  Perenovasian bangunan Masjid Nabawi di Madinah.
h.                  Pembangunan gedung-gedung pengadilan yang semula merupakan masjid-masjid.
Kekhalifahan Utsman bin Affan r.a pun berakhir ketika beliau terbunuh oleh sekelompok pemberontak pada tahun 656 M.

4.      Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Sepeninggal Utsman bin Affan, Ali menanggung beban berat  dalam memimpin kaum muslimin yang sudah tersebar luas di berbagai wilayah. Apalagi situasi politik dan ekonomi saat itu dalam keadaan kurang stabil. Keamanan kota Madinah pun dinilai rawan akibat para pemberontak yang masih berkeliaran. Untuk mengatasi situasi sulit itu, khalifah Ali bin Abi Thalib mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru, sebagai berikut:
a.         Tanah-tanah atau pemberian-pemberian yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan kepada famili, sanak kerabatnya dan kepada siapa saja yang tanpa alasan yang benar atu tidak syah, ditarik kembali dan menjadi milik Baitul Mal sebagai kekayaan negara. Hal ini dilakukan Khalifah untuk membersihkan pemerintahan.
b.         Wali/Amir atau gubernur-gubernur penguasa wilayah yang   diangkat Khalifah Utsman diganti dengan orang-orang baru. Hal ini dilakukan Khalifah Ali, karena mereka banyak yang tidak disenangi oleh kaum muslimin, bahkan banyak yang menganggap bahwa mereka itulah yang menyebabkan       timbulnya pemberontakan-pemberontakan pada masa Khalifah Utsman.
c.         Mengatur tata pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat, seperti memberikan tunjangan yang diambil dari Baitul mal kepada kaum muslimin sebagaimana yang telah dilakukan  Abu Bakar dan Umar.
d.         Sebagai upaya untuk mencerdaskan umat, Khalifah Ali meningkatkan Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu yang berkaitan dengan Bahasa Arab agar umat Islam mudah dalam mempelajari Al-Qur’an dan Hadits.
                        e.         Berusaha untuk mengembalikan persatuan dan kesatuan umat Islam.
Pada tanggal 17 Ramadhan 40 H bertepatan dengan tahun 66 M Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat dibunuh oleh seorang pengikut setia khawarij, Abdurrahman bin Mulzam saat akan mengumandangkan adzan di masjid. [12]

F.     Peradaban pada masa kekhalifahan
1.      Bidang Ekonomi
Ada beberapa inovasi yang dilakukan pada masa khulafaurrasyidin. Adapun pada masa Abu Bakar As-shiddiq yang berlangsung singkat selama 2 tahun, tidak banyak perubahan yang dilakukan, ia hanya meneruskan sistem perekonomian yang sudah dilakukan sejak masa Rasulullah Saw. seperti membangun kembali baitul mal, mengambil alih tanah kaum yang murtad agar dimanfaatkan oleh umat islam serta pembagian tanah hasil taklukkan.[13] Selanjutnya dalam mendistribusikan harta Bait al-Mal, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan yakni, memberikan jumlah yang sama kepada  semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung di distribusikannya, Abu Bakar juga mempelopori adanya sistem penggajian bagi aparat negara. [14]
Sedangkan saat masa khalifah Umar bin Khattab banyak melakukan inovasi. Umar menjadikan Bait al-Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya menjadi reguler dan permanent. Lalu melakukan  langkah-langkah besar pengembangan ekonomi dalam bidang pertanian. Antara lain: Menghadiahkan tanah pertanian kepada Masyarakat  yang bersedia menggarapnya namun siapa yang gagal mengelola selama 1 tahun maka dia akan kehilangan kepemilikan tanah tersebut. Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun irigasi, waduk, tangki kanal dan pintu air serba guna untuk mendistribusikan air di ladang pertanian. Hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara sehat, yaitu dengan cara: Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak perdagangan nabati, dan kurma syria sebesar 50% Membangun pasar termasuk di wilayah pedalaman (Ubulla, Yaman, Damaskus, Mekkah dan Bahrain). Selain itu Umar juga memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota Militer.[15] Lembaga yang menangani tugas ini dinamakan Al-Diwan, ini merupakan Al-Diwan islam yang pertama.
Adapun pada masa khalifah Usman bin Affan yang berlangsung selama 12 tahun, di awal enam tahun pemerintahannya Usman melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak di dasari atas semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan negara dari berbagai unsur seperti zakat, jizyah dan ghonimah semakin besar.
Dalam mengenbangkan SDA, Ustman melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanent guna mengamankan jalur perdagangan. Selain itu, Ustman juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir. Selama pemerintahannya Ustman juga melakukan perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti beberapa gubernur.[16] Seiring luasnya daerah kekuasaan Islam, Usman membentuk lembaga pengamanan guna menjamin stabilitas keamanan di daerah perekonomian. Namun memasuki enam tahun kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan mendasar dalam bidang perekonomian, hal ini lebih disebabkan karena mulai banyak kekecewaan kaum muslimin yang ditimbulkan oleh kebijakan Ustman sendiri yang di anggap banyak menguntungkan keluarga khalifah. [17]
Dan terakhir masa khalifah keempat Ali bin abi Thalib. Ia mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, namun demikian hal tersebut tidak berarti bahwa Ia dengan mudahnya menjalankan roda pemerintahan, sebab Ali juga mewarisi persoalan politik yang sangat berpotensi menciptakan konflik dari pemerintahan sebelumnya. Khalifah yang terkenal sangat sederhana ini, tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan system perekonomian, hal ini disebabkan banyaknya konflik yang terjadi pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama enam tahun .  Namun demikian patut dicatat bahwa dalam
mengelola perekonomian Ia sangat berhati-hati, terlebih dalam membelanjakan keuangan negara. Bahkan diriwayatkan juga Ali menarik diri dari daftar penerima gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 dirham setiap tahunnya. Dalam masalah perekonomian satu hal yang sangat monumental dari pemerintahan Ali adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam.[18]                                                  
2.      Bidang Pendidikan
Pola pendidikan pada Masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq masih sama dengan yang terjadi pada masa Rasulullah baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca, menulis, mengkaji disebut dengan Kuttab. Kuttab adalah lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid. Kuttab berpusat di Madinah dan yang menjadi tenaga pendidik pada masa ini adalah para sahabat yang terdekat.
Selanjutnya masa khalifah Umar bin Khattab, ia yang juga merupakan seorang pendidik di Madinah, melebarkan lembaga pendidikan tidak hanya dimasjid-masjid saja namun juga melebar ke pasar-pasar serta menunjuk guru-guru pada setiap daerah yang ditaklukkan untuk mengajar. Perkembangan pendidikan masa ini semakin meluas. Mobilitas penuntut ilmu dari luar kota madinah semakin bertambah. Pendidikan yang dilakukan dikelola dibawah pengaturan gubernur yang berkuasa. Adapun sumber gaji pendidik diambil dari daerah yang ditaklukkan dan baitul mal.
Sedangkan pada masa khalifah Usman bin Affan pendidikan berlangsung lebih mudah dan ringan, para sahabat yang dahulu dekat dan berpengaruh saat masa rasulullah ketika pemerintahan umar bin khattab dilarang meninggalkan kota Madinah. Namun pada masa Usman bin Affan para sahabat dipersilahkan untuk memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat sehingga memudahkan para penuntut ilmu.
Dan terkahir pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, kegiatan pendidikan sedikit terhambat dan terhalang, karena banyaknya konflik politik yang terjadi sehingga menyebabkan kekacauan dan pemberontakan. Sehingga hal ini membuat perhatian khalifah Ali ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian masyarakat islam.
Adapun para sahabat yang berperan tinggi dalam masalah pendidikan selain khulafaurrasyidin adalah Zaid bin Sabit, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Mas’ud dan lain-lain. Dan Kurikulum yang dipakai pada Masa Khulafaurrasyidin adalah membaca dan menulis, menghafal al-Qur’an, pokok-pokok agama islam seperti cara berwudhu, shalat, memanah, berenang, mengedarai unta, hadis dan pengumpulannya, tasyri dan lain-lain. [19]

3.      Bidang Politik
Masa Khalifah Abu Bakar kekuasaan bersifat sentral. Artinya kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikative semua berada ditangan khalifah. Meskipun demikian dalam menentukan dan memutuskan suatu masalah abu bakar selalu mengajak sahabat untuk bermusyawarah.[20] Dan selalu berpedoman pada al-Qur’an jika terjadi suatu perkara. Jika hal tersebut tidak ditemukan dalam al-Qur’an, maka ia mempelajari cara-cara rasulullah dalam menghadapi suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya dalam hadits Nabi, maka beliau mengumpulkan tokoh-tokoh terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliau menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan. [21]
Sedangkan saat khalifah Umar bin Khattab, Mengenai garis politik dan kebijakan Umar dalam memerintah tergambar dalam ucapan-ucapan dan pidato-pidatonya, yang pada intinya : [22]
a.       Orang yang berhak menjadi kepala negara apabila ia mempunyai kemampuan lebih dari orang kebanyakan untuk berbuat baik, dapat bertindak tegas dan berkemampuan untuk memikul tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Karena baiknya urusan Negara, menurut pada tiga hal : menunaikan amanah, bertindak tegas, dan menghukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah.
b.      Tanggung jawab kepala Negara atas kesalahan yang dilakukan para pejabat yang diangkatnya.
c.       Seorang Gubernur harus melayani rakyatnya agar mereka mengajarkan Agama, memutuskan urusan rakyatnya dengan benar dan adil dan dilaporkan kepada Umar apabila mereka melakukan kesalahan.
d.       Kebebasan berpendapat
e.       Seorang hakim dalam memutuskan perkara pertama kali harus mengambil dalam Al-Qur’an, jika tidak ada maka dari sunnah Nabi, jika tidak ada maka dengan berijtihad.
f.        Pejabat pengadilan apabila memutuskan perkara maka harus memutuskannya berdasarkan kesaksian yang adil atau sumpah, mendekatkan pada orang kecil, memelihara hak orang perantau, membina kerukunan setiap waktu, dan mendamaikan mereka apabila cukup bukti untuk menetapkan suatu keputusan.
Adapun pada masa Usman bin Affan, Kebijakan politik yang dilakukan Usman adalah melanjutkan ekspansi yang dilakukan Umar ke berbagai wilayah di front barat, timur dan utara. Dalam ekspansi ini dimotivasi oleh dakwah sekaligus memperluas kekuasaan, dimana hasil rampasan, serta pajak dapat digunakan untuk meningkatkan kemajuan negara serta kesejahteraan umat Islam. Langkah politik Usman yang lain adalah menyempurnakan pembagian kekuasaan pemerintah dengan menekankan sistem pemerintahan terpusat (sentralisasi) dari seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan juru hitung safawi.[23]
Dan terkahir situasi politik masa khalifah Ali bin abi thalib. Masa pemerintahan Ali adalah masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Utsman. Namun ameer ali menyatakan “ia berhasil memecat gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor Shahib Ushurthah, serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka. [24]

4.      Bidang Sastra
Ada beberapa perkembangan secara spesifik dalam bidang ini pada masa khulafaurrasyidin. Pertama, perkembangan mengalami stagnasi karena perhatian yang lebih kepada al-Qur’an dan hadis sehingga syair dan karya sastra lainnya kurang terorganisir dan berkembang. Kedua, al-Qur’an sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra. Pengaruh al-Qur’an dan hadis tidak bisa dilepaskan karena keduanya merupakan sumber pokok ajaran hukum islam. [25]













BAB III
KESIMPULAN
                                Setelah nabi Muhammad Saw wafat, kepemimpinan umat diteruskan oleh para       khulafaur rasyidin. Mereka adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab,      Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
                        Keempat Khilafah rashidah tersebut menjalankan pemerintahan dengan      berpegang teguh pada al-qur’an dan sunnah. Mereka merupakan teladan umat            sekaligus gambaran pemimpin ideal yang sulit ditemukan pada masa sekarang.
                        Atas jasa mereka, Islam kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.        Ekspansi Islam dilakukan atas kepentingan da’wah islamiyyah. Semangat itulah yang         menghantarkan Islam kepada sebuah masa yang gemilang.
                        Khulafaur Rasyidin, melalui kepemimpinannya, telah meletakkan dasar-dasar         hukum, ekonomi, politik, militer dan administrasi menuju terciptanya sebuah           pemerintahan Islam yang berdaulat dan peradaban yang tinggi.



[1] Ahmad Amin, Islam Dari Masa ke Masa (Terjemahan dari Yaumul Islam), Bandung: Rosda, 1987, hlm. 80.
[2] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 45
[3].  Bernard Lewis, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu, 1988, hlm. 38
[4]  Hassan Ibrahim Hassan, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Saqafi Al-Ijtima’i, Jilid 1, (Kairo: Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah), Cetakan ke-9, 1979, hlm. 205
[5] . Phillip K. Hitti. History of Arabs. Bandung: Serambi. 2013, hlm. 222
[6] . Dalam K. Hitti (2013: 223) menjelaskan bahwasanya dewan formatur yang dibentuk diberi sebuah nama al-Syura yang artinya permusyawaratan. Adapun yang tergabung dalam dewan formatur ini adalah para sahabat tertua dan terkemuka.
[7].  Ibid: 223             
[8]. Abu Bakar Istianah, Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN Press. 2008, hlm. 32
[9] . Hassan Ibrahim Hassan, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Saqafi Al-Ijtima’i, Jilid 1, Kairo: Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, Cetakan ke-9, 1979, hlm. 205
[10] . Istianah, Abu Bakar. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN Press. 2008. Hlm. 21-33

[11] At-Tabari, Tarikh At-Thabari, Jilid III, Mesir: Darul Ma’rif, 1962, hlm. 429
[12] . Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung:Pustaka Setia,2008, cet.10, hlm. 101
[13]. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta : 2006, hal.54-55.
[14] . Azyumardi Azra, dkk.  Ensiklopedi Islam, (Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta : tt), jilid. I. hal.
53 
  
[15] . Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hal  372
[16] . Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 80-81
[17] . Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 80
[18].   Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal. 104
[19] . Suriana, Dimensi Historis Pendidikan Islam ( Masa pertumbuhan, perkembangan, kejayaan dan kemunduran), Jurnal pionir, Vol 1, no 1, Juli-Desember 2013
[20] . Abdul Syukur Al-Azizi. Kitab sejarah Peradaban Islam. (Jogjakarta : Saufa), hlm. 68
[21] . Abdul Syukur Al-Azizi. Kitab sejarah Peradaban . . . . . ., hlm.68
[22] . Suyuti pulungan. Fiqih Siyasah. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 118-119
[23] . Ira M Lapidus, Sejarah Sarid Ummat Islam,( Jakarta : Rajawalim1999), hlm. 83-84
[24] . Suyuti pulungan. ibid. Hal. 158
[25] . Ahmad Hasan Zayyad, Tarikh adab al-arabi, hlm. 104-105

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir