MAKALAH ILMU QIRA’AT Al-QUR’AN




KABILAH ARAB DAN DIALEKNYA

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Romlah Widayati, M.Ag




Disusun Oleh:
Wifa El-Khairah Ramadhan
Siti Fatimah
Muyassarah Zaini




PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2017 M

PEMBAHASAN

A.    PEMBAGIAN KABILAH ARAB
Pembahasan tentang bangsa arab dan kabilahnya bukanlah sesuatu yang ringan. Perlu dilakukan observasi atau penelitian yang panjang terkait hal ini. Perlu diketahui, bahwa Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah [1]. Semenanjung yang terletak dibagian barat daya asia adalah daerah yang tandus dan kering, sebab sebagian besar permukaannya merupakan hamparan padang pasir. Bangsa arab telah menjadikan asas masyarakatnya bercabang-cabang menjadi suku-suku ( Kabilah-Kabilah) bahkan hal itu dijadikan mereka sebagai asas nasab yang berasal dari hubungan darah daging. Sehingga bisa dikatakan hubungan antara satu dengan yang lainnya didasari atas hubungan darah. Lebih dari itu, bangsa arab sebelumnya sangat menjunjung tinggi nasab mereka sejak dahulu dan menyambungkan nasab mereka kepada Ismail dan Ibrahim.
Tidak bisa dipungkiri, sebenarnya bangsa arab tidak mampu memberikan silsilah nasab lama secara akurat dan mendetail sebab nasab dan suku-suku yang mereka sebarluaskan terjadi kerancuan dan tumpang tindih. Sehingga sering kita dapati dalam sejarah, beberapa suku berinduk pada suku yang lain sebagai pelindung dan berloyal kepadanya, lalu hilanglah jati diri nasabnya, karena melebur kepada kabilah atau suku yang lain.
Dalam mempelajari sejarah, penting bagi kita mengatahui kondisi sosiologi kabilah – kabilah bangsa arab, apakah termasuk golongan bangsa maju atau apakah terbelakang.  Secara umum, dari segi kependudukannya, Bangsa arab yang mendiami jazirah arab dibagi menjadi dua golongan besar: Hadhariyah dan Badawiyah.
Untuk mengetahui perbedaan ini, terlebih dahulu mengetahui pembagian geografisnya, dimana arab bagian utara bernasab kepada Ismail bin Ibrahim, dan bagian selatan mencap dirinya bangsa yaman, karena mereka adalah nasab yang tersisa dari bangsa aribah.
1.      Kabilah Hadhariyah yaitu penduduk bangsa arab yang menetap disuatu tempat,  baik dikota-kota ataupun daerah-daerah. Bermata pencaharian sebagai petani, pedagang juga industri. Berbeda dengan kabilah badawiyah, kabilah hadhariyah justru sangat berpeluang untuk membangun peradaban. menempati wilayah barat, seperti Hijaz, Makkah, Madinah, dan juga Syam. Tingkat pertemuan orang-orang perkotaan dengan masyarakat luar yang begitu intens membiasakan mereka berbicara lambat dan tidak keras. Oleh karena itu, cara pelafalan huruf hamzah, misalnya, cenderung dilemahkan. Misalnya a’andzartahum menjadi aandzartahum, kata yu’minuun menjadi yuuminun. Diantara kabilah yang termasuk kabilah hadhariyah,yaitu:
a.       Suku Quraisy:
Suku Quraisy (bahasa Arab: قريشالأمة​) adalah suku bangsa Arab keturunan Ibrahim, yang menetap di kota Mekkah dan daerah sekitarnya. Klan-klan yang menetap di tengah kota disebut 'Quraisy Lembah' (Quraisy al-Batha), sementara yang menetap di daerah sekeliling kota disebut 'Quraisy Pinggiran' (Quraisy az-Zawahir).    
Suku Quraisy pada saat itu terkenal sifatnya akan kekacauan, sukar dikendalikan, terpecah belah antar suku, kasar, saling bermusuhan, sangat penuh perasaan, fasih berbicara dan puitis. Quraisy menjadi suku terkemuka di Mekkah sejak sebelum kelahiran Muhammad dan pada dasarnya menguasai kota. Sebelum kelahiran Muhammad, suku ini terbagi menjadi beberapa klan, masing-masing memiliki tanggung jawab yang berbeda atas kota Mekkah dan Ka'bah. Terjadi rivalitas antarklan, dan makin meruncing selama Muhammad hidup. Beberapa pemimpin klan tidak menyukai klain Muhammad akan kenabian dan mencoba menghentikannya dengan menekan pemimpin Bani Hasyim saat itu, Abu Thalib. Banyak pula dari klan tersebut yang menghukum pengikut Muhammad, seperti melakukan boikot. Hal inilah yang menyebabkan keluarnya perintah hijrah ke Ethiopia, dan kemudian ke Madinah. Setelah Penaklukan Kota Makkah pada tahun 630, Muhammad memaafkan orang Quraisy yang sebelumnya menekan dan memusuhinya, kedamaian terjadi. Setelah meninggalnya Muhammad, rivalitas klan meningkat, terutama siapa yang berhak menjadi Khalifah, hal yang menyebabkan terjadinya pemisahan Sunni dan Syi'ah.[2]



b.      Tsaqiif
Bani Tsaqif (Arab: بنو ثقيف) adalah salah satu kabilah Arab yang penting, yang merupakan penduduk utama kota Tha'if, sebuah kota di Arab Saudi. Para keturunan kabilah ini biasa menggunakan nama panggilan (nisbah) Ats-Tsaqafi (الثقفي). Saat ini selain di Tha'if dan Arab Saudi, mereka telah banyak tersebar pula di negara-negara Arab lainnya, seperti di Suriah, Libanon, Mesir, Tunisia, Aljazair, Maroko, Yordania, Irak, serta di Provinsi Hatay in Turki dan di Iran. Bani Tsaqif adalah keturunan dari Qasiyy bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin, yaitu salah seorang keturunan dari Bani Hawazin. Ia memperistri anak dari Amir bin al-Zarib al-Adwani, seorang pemimpin Wadi Wajj (nama lama Tha'if), dan sejak itu mendapat julukan "Tsaqif" (artinya cerdas, mudah paham). Pada masa pra Islam, Bani Tsaqif terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Bani Malik dan Ahlaf. Ketika itu untuk menjaga keseimbangan politik, mengembangkan ekonomi, dan menjaga keamanan kota Tha'if, Bani Malik menjalin hubungan erat dengan Bani Hawazin, sedangkan Ahlaf menjalin hubungan erat dengan Bani Quraisy.
Bani Tsaqif dikunjungi oleh Nabi Muhammad pada akhir bulan Syawal tahun kesepuluh setelah ia memulai dakwahnya. Nabi Muhammad saat itu mendatangi para pemuka Bani Amr bin Umair, salah satu dari kelompok Ahlaf. Namun upaya pertama tersebut mengalami kegagalan. Bani Tsaqif pada masa itu memuja berhala Al-Laata. Dalam pengepungan kota Tha'if selama kurang lebih sepuluh hari setelah Perang Hunain, Bani Tsaqif dan Bani Hawazin dapat bertahan.[ Namun, perpindahan Bani Tsaqif ke dalam Islam terjadi tidak lama sesudahnya, yaitu setelah Perang Tabuk. Atas perintah Nabi Muhammad, maka berhala Al-Laata kemudian dihancurkan oleh utusan kaum Muslimin, yaitu Abu Sufyan bin Harb dan Mughirah bin Syu'bah.
Berdasarkan hadits riwayat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, dari tujuh dialek bahasa Arab (sab'ah ahruf) di mana Al-Qur'an pada awalnya diturunkan, salah satunya adalah dalam dialek Bani Tsaqif. [3]
c.       Hawazin
Bani Hawazin adalah salah satu kabilah Arab keturunan Qais 'Ailan, yaitu suku bangsa Arab yang menetap di wilayah sekitar Tha'if di Arabia. Keturunan Bani Hawazin tersebar di Timur Tengah dan Afrika Utara sebab anggota mereka banyak terlibat dalam penaklukan Muslim ke Suriah, Irak, Mesir, Afrika Utara (terutama Bani Hilal atau Bani Sulaim) dan Spanyol. Keturunan mereka di Suriah umumnya adalah Muslim Sunni, sedangkan keturunan mereka di Arabia saat ini dikenal dengan nama 'Utaibah. Bani Hawazin merujuk pada tokoh bernama Hawazin bin Mansyur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais 'Ailan, yang adalah keturunan dari Adnan. Adnan menurut para ahli silsilah Arab merupakan salah satu keturunan Ismail, yang merupakan salah satu dari nenek moyang bagi suku-suku Arabia utara. Dari Bani Hawazin muncullah pecahan sukunya, antara lain Bani Sa'ad bin Bakar, Bani Jasyam bin Bakar, Bani Nashar bin Muawiyah, Bani Tsaqif, dan banyak lagi, yang membentuk persekutuan Hawazin (Ulya Hawazin). Persekutuan kabilah Hawazin tersebut sering bekerja sama dalam menghadapi persaingan dengan kabilah besar lain, misalnya menghadapi Bani Quraisy di Mekkah.
Berdasarkan hadits riwayat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, Al-Qur'an pada awalnya diturunkan dalam tujuh dialek bahasa Arab (sab'ah ahruf), di mana salah satunya adalah dalam dialek Bani Hawazin. [4]
d.      Bani Kinanah
Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Arab: كنانة بن خزيمة بن مدركة) adalah tokoh bangsa Arab dan nenek moyang Bani Kinanah dari suku-suku kabilah Bani Mudhar. Ia juga merupakan leluhur Nabi Muhammad dan Bani Quraisy melalui jalur anaknya yang bernama An-Nadhar bin Kinanah. Nama kinanah dalam bahasa Arab berarti 'tempat anak panah'.
Pada masa pra-Islam, puak-puak Bani Kinanah menetap di sekitar kota Mekkah; terbentang sejak dari Tihamah di sebelah barat daya yang berbatasan dengan wilayah Bani Hudzail, hingga sebelah timur laut yang berbatasan dengan wilayah Bani Asad bin Khuzaimah. [5]
a.       Suku Aus dan Khajraz
Bani Aus dan khajraz  adalah dua kabilah Arab yang tinggal di Madinah pada masa awal penyebaran agama Islam. Nenek moyang Bani Aus berasal dari daerah Yaman, yang hijrah ke Yathrib (nama lama Madinah) setelah terjadi bencana pecahnya bendungan Ma'rib.
Nama kabilah Bani aus berasal dari nama Al-Aus bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr Muzaiqiya, Sedangkan nama kabilah khajraz berasal dari nama Al-Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr Muzaiqiya, yang mana Amr Muzaiqiya adalah salah seorang pemimpin Bani Azad yang memimpin kaumnya berhijrah dari Yaman, Bani Aus dan kerabatnya Bani Khazraj adalah keturunan dari ibu yang sama, yaitu Qailah binti Kahil istri Haritsah bin Tsa'labah, dan dengan demikian secara bersama-sama juga mendapat julukan Bani Qailah.
Sebelum dipersatukan melalui Piagam Madinah. Banu Aus bersekutu dengan suku-suku Yahudi Bani Qurayzhah dan Bani Nadhir untuk menghadapi Bani Khazraj dan sekutunya. Setelah masuk Islam, Bani Aus dan Bani Khazraj disebut secara bersama-sama sebagai kaum Anshar. Kaum Anshar dan kaum Muhajirin selanjutnya bersatu dalam mendukung kepemimpinan Muhammad dan para khalifah penerusnya dalam menegakkan pemerintahan serta menyebarkan agama Islam, terutama di Madinah serta Jazirah Arabia pada umumnya. [6]
e.       Dan lain-lain

2.      Kabilah Badawiyah ( Nomadis) yaitu penduduk padang pasir, tinggal dipedalaman dengan tanah yang gersang dan tandus. Kabilah Badawiyah ini menempati jazirah arab sebelah timur.  Memiliki kebiasaan suka berpindah tempat dari satu daerah ke daerah lainnya untuk mencari sumber kehidupan. Bermata pencaharian sebagai peternak, baik itu ternak kambing, unta, biri-biri ataupun kuda. Kehidupan yang seperti inilah membuat kabilah badawiyah tidak memungkinkan untuk membuat peradaban dan menyebabkan kehidupan sejarahnya tidak dapat diketahui dengan jelas. Menempati Jazirah Arab sebelah timur, seperti Ubail, Thaif, sampai ke Najed, sekarang Riyadh. Dialek mereka cenderung kuat, menggunakan penekanan atau syiddah dalam berkata-kata. Dalam pengucapan hamzah, misalnya, harus jelas. Huruf hamzah pada pengucapan kata a-andzartahum atau al ardlu benar-benar terucapkan. Di sisi lain, mereka suka mempersingkat kata-kata. Misalnya, ya’lamuma, mereka singkat menjadi ya’lamma. Kata fihi hudan menjadi fiihudan.
Berikut ini kabilah yang termasuk kabilah badawiyah, yaitu:
a.       Bani Tamim:
Bani Tamim (Arab: بنو تميم‎‎) adalah salah satu kabilah Arab terbesar dan paling luas penyebarannya di Semenanjung Arab, pantai Mediterania timur, dan Irak.[ Bani Tamim terbagi menjadi banyak sekali sub-suku, antara lain Zaid Manah, Hanzhalah, Rayah, Kulaib, Yarbu', Nihsyal, dan Majasya'. Di antara klan yang terkenal saat ini adalah keluarga Emir Al-Thani yang menguasai Qatar.
Bani Tamim adalah keturunan dari tokoh bernama Tamim bin Murr bin Ad, yaitu salah seorang dari keturunan Ilyas bin Mudhar, yang tak lain adalah salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad. Pada masa pra-Islam, mereka menetap di Nejd, Yamamah, Bahrain, hingga Lembah Eufrat. Bani Tamim masuk Islam pada tahun ke-2 Hijriah. [7]
b.      Suku Bakr
c.       Suku Taghlib
d.      Suku Kahlani
e.       Dan lain-lain

B.     Perbedaan bahasa dan dialek

        Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguistik. Pengertian lain tentang bahasa adalah Bahasa adalah pola tanda dan simbol, alat pengetahuan, dan bahasa adalah sarana pemahaman dan yang paling penting di antara anggota masyarakat di semua bidang kehidupan. Tanpa bahasa, orang tidak bisa aktif.
Sedangkan dialek (اللهجات) menurut para ahli bahasa Arab adalah bahasa dan huruf yang digunakan oleh sekelompok orang dalam rumpun tertentu yang menyebabkan adanya perbedaan ucapan bahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya. Lahjah adalah variasi bahasa berdasarkan pemakainya, dengan kata lain lahjah (dialek) merupakan bahasa yang biasa digunakan oleh pemakainya, yang pada dasarnya tergantung pada siapa pemakainya itu; darimana pemakainya berasal, baik secara geografis dalam hal dialek regional, ataupun secara sosial dalam kaitannya dengan dialek sosial. Variasi yang dimaksud disini adalah berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan sehingga belum pantas disebut bahasa yang berbeda. Bahasa resmi orang Arab adalah Bahasa Arab. Namun mereka mempunyai dialek yang berbeda. Orang awam Yaman membaca/mengucapkan huruf jîm dengan G (Jamal: Gamal), sebagian lagi di antara mereka mengucapkan sa atau saufa dengan bâ. Suku Himyar mengucapkan al dengan am. Madrasah Lughah Arab terdapat di Basrah dan Kufah. Dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan. Jika perbedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka disebut aksen. Dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda dari sekelompok penutur/pemakai yang berbeda dengan kelompok  penutur lain berdasarkan atas letak geografis, faktor sosial, kurun waktu tertentu dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari dialek disebut dialektologi yaitu  bidang studi yang bekerja dalam memetakan batas dialek dari suatu bahasa.

C.     Ragam dialek kabilah Badawiyah dan Hadhariyah
Fenomena ragam dialek Arab, umumnya sangat dipengaruhi oleh kebiasaan artikulasi bunyi. Adapun bentuk-bentuk fenomena ragam dialek tersebut akan kami uraikan secara sederhana disertai nama-nama ragam yang masyhurnya beserta asal kabilahnya.
1. Lahjah al-Kisykisyah
Lahjah al-Kisykisyah adalah bentuk perubahan kaf khithảb muannats dalam waqaf menjadi syin, misalnya kata ‘biki’ dibaca ‘bikasy’, dan kata ‘alaiki dibaca ‘’alaikasy’. Lahjah semacam ini hanya digunakan pada saat waqaf. Selain itu, ada juga yang menggunakan pada saat washal dengan cara tidak menyebutkan kaf khithab dan mengkasrahkannya ketika washal dan mensukunkannya pada saat waqaf. Misalnya, kata ‘’alaiki’ dibaca ‘’alaisyi’ ketika washal, dan dibaca ‘’alaisy’ ketika waqaf. Penggunaan lahjah semacam ini hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhor. [8]
2. Lahjah al-Kaskasah
Lahjah al-Kaskasah adalah perubahan kaf khithab mudzakkar menjadi sin. Misalnya, kata ‘’alaika’ dibaca ‘’alaikas’; kata منكminka’ dibaca منكش minkas’. Istilah al-kaskasah merupakan wujud perubahan bacaan kaf khitab menjadi sin. Penggunaan lahjah ini, hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhor.
3. Lahjah al-‘An’anah
Lahjah al-‘An’anah adalah perubahan hamzah yang terletak diawal kata menjadi ‘ain. Misalnya, kata أسلم aslama’ yang berarti masuk Islam, berubah menjadi عسلم ’aslama’ dengan makna yang sama; kata أكل akala’ yang berarti makan, berubah menjadi عكل ’akal’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Tamim, bahasa Qays, Asad, dan Mesir.
4. Lahjah al-fahfahah
Lahjah al-fahfahah adalah perubahan ha menjadi ‘ain. Misalnya, kataتحته tahtahahu’ yang berarti menggerakkan, berubah menjadi تعتعه ta’ta’ahu’ dengan makna yang sama; kata حارسةHarisah’ yang berarti penjaga, berubah menjadi عارسةArisah’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Huzail.
5. Lahjah al-Wakm
Lahjah al-Wakm adalah perubahan harakah kaf menjadi kasrah apabila didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata عليكُم ’alaikum berubah menjadi عليكِم ’alaikim’ dengan makna yang sama; kata ‘bikum’ berubah menjadi ‘bikim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.
6. Lahjah al-Wahm
Lahjah al-Wahm adalah perubahan harakah ha menjadi kasrah apabila tidak didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata عنهُم ’anhum berubah menjadi عنهِم ’anhim’ dengan makna yang sama; kata ‘minhum’ berubah menjadi ‘minhim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.
7. Lahjah al-‘Aj’ajah
Lahjah al-‘Aj’ajah adalah perubahan ya musyaddadah (bertasydid) yang terletak diakhir kata menjadi jim. Misalnya, kata تميمى tamimy’ (doble huruf ya) yang berarti orang yang berasal dari suku Tamim, berubah menjadi تميميج tamimij’ dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata مكاسرى Makassary’ yang berarti orang berasal dan bersuku Makassar, berubah menjadi مكاسرج Makassarij’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini, menurut al-Suyuti hanya ditemukan pada bahasa Qadh’ah.
8. Lahjah al-Istintha’
Lahjah al-Istintha’ adalah perubahan ‘ain sukun yang terletak ditengah-tengah kata menjadi nun. Misalnya, kata أعطى a’tha yang berarti memberi, berubah menjadi أنطى antha dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata أعلى a’la yang berarti lebih tinggi, berubah menjadi أنلى anla dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Saad bin Bakar, Huzail, Urdz, Qays, dan al-Anshari.
9. Lahjah al-Watm
Lahjah al-Watm adalah perubahan huruf sin yang terletak diakhir kata menjadi ta. Misalnya, kata الناس al-Nas yang berarti manusia, berubah bentuk menjadi النات al-Nat dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata الحماس al-hamas yang berarti kelompok pejuang atau pahlawan, berubah bentuk menjadi الحمات al-hamat dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.
10. Lahjah al-Syansyanah
Lahjah al-Syansanah adalah perubahan huruf kaf yang terletak diakhir kata menjadi syin. Misalnya, kata لبيك labbaika yang berarti akau memenuhi panggilanmu, berubah bentuk menjadi لبيش labbaisya dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata رايتك raaituka yang berarti aku telah melihatmu, berubah bentuk menjadi رأيتش raaitusya dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.
11. Lahjah al-Lakhlakhaniyah
Lahjah al-Lakhlakhniyah merupakan salah satu bentuk dialek Arab yang ditemukan atau dinisbahkan dalam bahasa Arab suku Syahr dan Oman. Dalam dialek ini mereka membuang hamzah pada alif dalam hal penulisannya, misalnya ما شا ma syaa (mim-alif Syin-alif), sedangkan yang mereka maksudkan ما شاء ma syaa (mim-alif Syin-alif + Hamzah).
12. Lahjah al-Tadhajju’
Lahjah al-Tadhajju’, merupakan masdar “Tadhajju’ fi al-Amri” yang artinya menunda-nunda dan tidak mengerjakan sesuatu. Penamaan ini ditujukan kepada kabilah qays .
13. Lahjah al-Ruttah
Lahjah al-Ruttah, adalah tergesa-gesa dan cepat dalam bercakap. Penamaan ini dinisbahkan kepada penduduk Iraq
14. Lahjah al-Thamthamaniyah
Lahjah al-Thamthamaniyah, adalah perubahan lam ta’rif menjadi mim. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Thayi’, Azd, dan kepada kabilah Humair di Selatan Jazirah Arab. Sebagai contoh riwayat an-Namir ibn Tuảb bahwasanya Rasulullah SAW berbicara dengan bahasa ini dalam haditsnya : ليس من امبر امصيام فى امسفر  maksudnya adalah ليس من البر الصيام فى السفر
Lahjah al-Thumthumảniyah. merupakan salah satu bentuk lahjah Arab yang ditemukan dalam bahasa Himyar. Mereka membaca al- yang melekat pada isim atau kata benda dalam bahasa Indonesia menjadi am-, misalnya dalam kalimat طاب أمهواء thaba amhawa. Pada yang mereka maksud adalah طاب الهواءthaba al-hawả.
15. Lahjah al-Gamgamah
Lahjah al-Gamgamah, yaitu mendengar suara tetapi tidak jelas potongan-potongan hurufnya. Ibn Ya’isy berkata ghamghamah adalah percakapan yang tidak jelas, seperti suara para pendekar dalam peperangan. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Qadha’ah.
16. Lahjah al-Tiltilah
Lahjah al-Tiltilah, adalah perubahan harakat harf mudhảri’ah menjadi kasrah. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Bahra’, Contohnya أنا اعلم, نحن نعلم (di baca I’lamu dan Ni’lamu). Abu Amru yang dikutip dari Kamus Lisan al-Arab mengatakan bahwa ta dan nun mudhari dibaca kasrah dalam bahasa Qays Tamim, Asad, Rabi’ah dan umumnya bangsa Arab. Sedangkan bagi orang Hijaz tetap membaca fathah.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi perubahan lahzah bangsa arab.[9]
1.      Goegrafis. Kedaaan geografis suatu daerah akan mempengaruhi penduduknya baik secara jasmani, prilaku ataupun psikologis. Hal ini berpengaruh pula kepada indera pengucapan dan cara berbicara.
2.      Sosial. Dalam kehidupan masyarakat tentu memiliki adat istiadat, budaya, pemikiran, dan ras yang berbeda-beda. Masyarakat Arab Mesir tentu memiliki kebiasaan-kebiasan dan warna budaya yang berbeda dengan masyarakat Arab Yaman, Saudi, Iran, Irak, Oman, dan sebagainya. Oleh karena, dapat dipastikan bahwa faktor sosial sangat menentukan perbedaan lahjah. Perbedaan seperti ini menjadikan aneka ragam dialek Arab semakin menarik dan menantang untuk diteliti.
3.      Perang. peperangan mempertemukan antara bahasa orang yang memerangi dan yang diperangi. Hasilnya adalah, terhapusnya salah satu bahasa secara mengakar atau penggabungan diantara keduanya. Bangsa Arab telah berperang ke banyak negri yang secara tidak langsung juga memerangi bahasa penduduknya seperti bahasa penduduk Iraq, Syam, Mesir, Maroko dan sebagian bahasa penduduk bangsa jajahan lainnya. Dan banyak lagi bangsa yang melakukan hal sama seperti yang dilakukan bangsa Arab. Terbentuknya dialek akibat sebuah peperangan ditentukan dua kondisi, yaitu perang kecil dan perang besar.

4.      Fisiologis. Perbedaan pisik seseorang dapat memungkinkan terjadinya perbedaan dalam berbahasa. Secara teoritis, setiap sesorang pasti memiliki lidah dan ruang makharij al-huruf yang berbeda-beda. Si Zaid misalnya, tidak bisa mengucapkan huruf-huruf tertentu seperti huruf qaf, sedangkan si Umar mampu dengan santai dan mudah menlafalkan huruf-huruf tersebut. Pada tataran lahjah, perbedaan secara fisiologis ini juga merupakan faktor dominant yang mempengaruhi perbedaan lahjah Arabiyah, baik secara personal maupun sosiokultural. Kata qahwah, bagi orang Mesir bibaca gahwah (qaf dibaca ga), sedangkan orang Arab Saudi membaca ahwah (qaf dibaca hamzah).
D.    Contoh-contoh dialek Hadhariyah dan Badawiyah dalam Qira’at Qur’aniyah
1.      Imalah
Imalah menurut bahasa berasal dari wazan lafadz ﺃَﻣَﺎﻝَ yaitu ﺃَﻣَﺎﻝَ – ﻳَﻤِﻴْﻞُ – ﺇِﻣَﺎﻟَﺔً yang artinya memiringkan atau membengkokan, sedangkan menurut istilah yaitu memiringkan fathah kepada kasrah atau memiringkan alif kepada Ya’. Bacaan Imalah banyak dijumpai pada qira’ah imam Hamzah dan al-Kisa’i.[10]
Imalah dibagi menjadi 2 macam :
a.       Imalah Sugra
ialah bunyi antara al fath dan al imalah kubra. Al Imalah sugra biasa juga disebut At Taqlil atau Baina baina.
b.      Imalah Kubra
Ialah bunyi antara harakat fathah dan kasrah, serta antara Alif dan Ya’. Al imalah kubro bisa juga disebut Al Imalah Al Mahdah atau Al Idha’.
Pembahasan dalam bab ini terdiri dari banyak kaidah, diantara rinciannya sebagai berikut:
a. Bacaan HAMZAH dan AL-KISA’I pada Zawatul ya’
Zawatul Ya’ adalah setiap alif asliyyah (bukan zaidah) yang terletak diakhir kata, di mana ia berasal dari Ya’, kadang-kadang menjadi akhir kata yang berbentuk fi’il. Seperti:
اشْتَرَى- سَعَى – أَتَى – أَبَى – رَمَى يَخْشَى ,
 هَدَى-
Kadang-kadang menjadi akhir kata berbentuk isim, seperti
الْهَدَى- اْلمَوْلَى- الْمَأْوَى
cara mengetahui asal alif (apakah dari Ya’ atau Wawu), apabila pada isim dapat dilihat dalam bentuk Tasniayyahnya, dan apabila pada fi’il dilihat bentuk Mukhatabnya, misalnya lafadz  – اشْتَرَى  هَدَى  dirubah dalam bentuk fi’il mukhatabnya yakni هَدَيْتُ , اشْتَرَيْت terungkaplah bahwa alifnya berasal dari Ya’ asliyyah. Berbeda dengan fi’il yang semisal  عَفَا- زَكَى – خَلَا  sebab kata-kata ini apabila dilihat dalam bentuk mukhatabnya yakni عَفَوْتَ زَكَوْتَ خَلَوْتَ diketahuilah bahwa alifnya berasal dari Wawu.
Adapun lafadz  الهَوَى dan  الهُدَى dalam kaidah ini adalah sebagai contoh Zawatul Ya’ yang berbentuk isim, buktinya ketika dilihat bentuk tasniyahnya yakni  الهُوَيَانِ dan الهُدَيَانِ akan terungkap bahwa alifnya berasal dari Ya’. Berbeda dengan isim yang semisal  شَفَا عَصَا apabila ditasniahkan yakni  - عَصَوَانِ - شَفَوَانِ terungkap alifnya berasal dari Wawu.
b.      Bacaan HAMZAH dan AL-KISA’I pada Alif Ta’nis
Alif Ta’nis dibaca al-Imalah Kubra oleh Hamzah dan al-Kisa’i mempunya 5 wazan yaitu :   فَعْلَى – فِعْلَى – فُعْلَى – فَعَالَى – فُعَالَى contohnya  التَّقْوَى الذِّكْرَى- مُوْسَى- اليَتَامَى- سُكَارَى
c.       Bacaan HAMZAH dan AL-KISA’I pada alif yang terletak diakhir kata, yang ditulis dengan bentuk Ya’
Yang dimaksud dengan Alif yang terletak di akhir kata yang ditulis dengan bentuk Ya’. Dalam kaidah ini bukan Alif yang berasal dari Ya’, tetapi setiap alif yang tidak diketahui asalnya, atau setiap Alif yang asalnya dari Wawu. Contoh Alif yang tidak dietahui Asalnya, yang tertulis dengan bentuk Ya’, terdapat pada lafadz أَنَّى- حَتَّى – بَلى
Contoh Alif yang berasal dari Wawu, yang tertulis dengan bentuk Ya’, terdapat pada lafadz  - سَجَى- قُوَى- ضُحَيهَا- طَحَيهَا- وَالضُّحَى
Salah satu contoh Imalah didalam al-Qur’an surat Hud ayat 41.
وَقَالَ ٱرْكَبُوا۟ فِيهَا بِسْمِ ٱللَّهِ مَجْر۪ىٰهَا وَمُرْسَىٰهَآ إِنَّ رَبِّى لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya:
“Dan dia berkata, "Naiklah kamu semua ke dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang."[11]

2.      Idgham
Al-Idgham menurut arti bahasa adalah memasukkan sesuatu kedalam sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah pengucapan dua huruf menjadi satu huruf, yakni seperti huruf kedua yang di tasydid
Idgham ada 2 jenis yaitu al-Idgham al-kabir dan idgham as sagir.
a.       Idgham al-kabir adalah apabila huruf yang pertama yang di idghamkan dan huruf kedua (dimana huruf pertama di Idghamkan kepadanya ) sama-sama berupa huruf hidup.
b.      Idgham as-Sagir adalah apabila huruf pertama mati dan huruf kedua hidup.
Tokoh atau imam yang memperhatikan dan men-Sanadkan  bacaan al-
Idgham al-Kabir adalah ABU ‘AMR AL-BASRI.

Pembahasan kaidah al-Idgham al-kabir akan meliputi al-Mislain dan al-Mutaqaribain
A.    Al-Mislain
Apabila huruf pertama dan kedua sama Makhraj dan sifatnya. Al-mislain ada kalanya terdapat “dalam satu kata” ada kalanya “dalam dua kata”.
1.      Al-Mislain dalam satu kata
As-SUSI membaca dengan al-Idgham pada al-Mislain dalam satu kata hanya pada lafadz (al-baqarah:200) مَنَاسِكَكٌم dan وَمَاسَلَكَكُم (surat al-Muddatsir:42)
Contohnya:
2.      Al-Mislain dalam dua kata : apabila huruf yang sama terdapat di dalam dua kata, seperti : خُذِالْعَفْوَ وَأْمُر , وَطَبَعَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ , فِيْهِ هدى- يَعْلَمُ مَا
Cara membacanya setelah huruf pertama dimatikan, baru ia di idghamkan ke dalam huruf kedua. Hal ini berlaku baik ketika sebelum huruf pertama berupa :
a.       Huruf hiduf, seperti , وَطَبَعَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ - يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ –
b.      Huruf mati, baik yang berupa huruf mad, seperti , فِيْهِ هُدى atau huruf mati shahih, seperti خُذِالْعَفْوَ وَأْمُر , atau huruf laein, seperi كَيْفَ فَعَلَ
3.      Pada al-Mislain dua kata ada hal-hal yang menghalangi terjadinya Idgham.
Huruf pertama harrus di idgamkan ke dalam huruf kedua , apabila tidak berupa :
-          Ta’ Dhamir yang menunjukkan mutakklim, seperti كُنْتُ تُرَابَا
-          Ta’ Dhamir yang menunjukkan mukhatab, seperti أَنْتَ تُكْرِه
-          Huruf yang ditanwin, sepertiوَاسِعُّ عَلِيْم
-          Huruf yang ditasydid, seperti مِقَات  تمَّ

B.     Al-Mutaqaribain
Apabila huruf yang di-Idgamkan (huruf pertama) dan huruf yang dimana huruf pertama di idgamkan kepadanya (huruf kedua), berdekatan makhraj atau sifatnya maka disebut al-Mutaqaribain.jenis al-Mutaqaribain sebagaimana al-Mislain, yakni ada kalanya terdapat “dalam satu kata” dan ada pula “dalam dua kata” .
1.      Al-Mutaqaribain dalam satu kata
Apabila dalam satu kata terdapat dua huruf yang berdekatan makhraj dan sifatnya, maka as-Susi meng-Idgamkan huruf pertama ke dalam huruf kedua. Namun hal ini hanya berlaku ketika memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu:
     -huruf pertama yang di Idgamkan berupa Qaf dan sebelumnya harus berupa   
       huruf hidup.
    -Huruf kedua berupa Kaf dan sesudahnya berupa mim jama’.
      Contohnya: يَرْزُقُكُمْ – خَلَقَكُمْ – وَاثَقَكُم
2.      Al-Mutaqaribain dalam dua kata
Al-Mutaqaribain dalam dua kata adalah jika ada dua huruf yang berdekatan makhraj/ sifatnya  saling berhadapan atau bertemu dalam dua kata, yakni huruf pertama yang di Idghamkan kedalam huruf ke dua menjadi akhir kata, dan huruf dimana huruf pertama di Idghamkan kepadanya (huruf ke dua) menjadi awal kata kata berikutnya.
Ketika membaca huruf yang mutaqaribain dalam dua kata dengan wasal (tidak waqaf dilafaz pertama). As-Susi akan meng-Idghamkan huruf pertama ke dalam huruf kedua, ketika memenuhi syarat-syarat berikut:
a.       Huruf pertama terdiri dari salah satu huruf 16, yang terdapat pada awal masing-masing lafadz.
Enam belas huruf yang terdapat di awal masing-masing lafadz di atas adalah:
ب – ت – ث – ج – ح – د -  ذ – ر - س –ش – ض – ق – ك – ل – م – ن -  
Contohnyaوَ الذَّا رِيَاتِ ذَرْوَ ا  فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ – يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاء -
b.      Huruf pertama tidak  di tanwin, tidak berupa Ta’ Mukhatab, tidak di Jazamkan, dan tidak di Tasydid.
Contohnya :
-          Tidak di tanwin :  نذيرٌ لكم
-          Berupa Ta’ mukhatab : لَقَدْ جِيت شيئ
-          Tidak di jazamkan : وَلَمْ يُؤْ تَ سَعَةً مِنَ الْمَال
-          Tidak Tasydid : أشدَّ ذكرا  

3.      Melemahkan bunyi Hamzah melalui Tashil baina-baina, , ibdal, naql, idhal bainal Hamzatain, hadzf dll
a.       Melemahkan bunyi hamzah melalui tashil baina-baina
Tashil baina-baina adalah pengucapan hamzah yang dibaca antara Hamzah dan huruf yang sejenis dengan harakatnya. Berarti bila Hamzah berharakat Fathah, pengucapan Tashilnya adalah antara Hamzah yang di Fathah dan Alif. Bila Hamzah berharakat Kasrah, pengucapan Tashilnya adalah antara Hamzah yang dikasrah dan Ya’. Dan bila Hamzah berharakat Dhammah, pengucapan Tashilnya adalah antara Hamzah yang di Dhammah dan Wawu.
Contohnya- أَئِنَّكَ – ءَأَنْتَ – ءَإِذا – أَؤُنَبِّئُكُم – ءَأُلْقِيَ – ءَأَمِنْتُمْ   أّأنذتهم – dan lain-lain.
Salah satu contoh di dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 16 :
ءَأَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ ٱلْأَرْضَ فَإِذَا هِىَ تَمُورُ
Sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia terguncang?
b.      Ibdal
Ibdal adalah peristiwa pergantian huruf. Misal, Hamzah kedua pada ءَايَة – مِنَ السَّمَاء di Ibdalkan dengan ya’, artinya bacaan Hamzah kedua diganti dengan Ya’.
c.       Naql
Naql adalah peristiwa pemindahan harakat Hamzah ke huruf mati sebelumnya, dan kemudian Hamzahnya di buang.
Contonya: مِنْ إِسْتَبْرَقٍ – مَنْ أَمَنَ – مَنْ أُؤْتِى – نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ – فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا – الأَخِرَةُ- الأَرْضِ- قَدْ أَفْلَحَ
d.      Idkhal bainal Hamzatain
Ialah peristiwa masuknya Alif antara dua Hamzah sehingga Hamzah pertama mempunyai panjang 2 harakat.[12] Misalnya ءَاإِذَا – ءَاأَنْذَرْتَهُمْ - ءَاؤُنْزِلَ
e.       Khadzf
Ialah membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf.
Contohnya, menghilangkan huruf alif jika :
a.       Di dahului dengan Ya’ Nida’(panggilan), contoh ; يُّهَاالنَّاسيَأ
b.      Di dahului dengan Ha’ tanbih (peringatan), contoh هَأَنْتُمْ
c.       Alif pada kalimat Na jika bertemu dengan dhamir, contoh أَنْجَيْنَكُمْ
d.      Alif terletak setelah huruf Al, contoh : الكلالة
e.       Alif Tatsniyah, contoh رجلان
  





























DAFTAR PUSTAKA

 Al-Qur’anul Karim.
 Ahmad, Amin. Fajr al-Islam, Singapura-Kota baru-penang: Sulaiman Mar’i, 1965)
 Fatoni, Ahmad.  Kaidah Qira’at tujuh 1 dan 2, Jakarta: IIQ Jakarta, 2016.
 Muhammad Abdul Halim, Abdul Halim, Al-Lahjaat fi Lisaanul ‘arab, Cairo: Daru At-
            Thibaa’ah, hal.
 Nida’ al-Qur’an Jurnal kajian al-Qur’an dan Wanita, 2010, Institut Ilmu al-Qur’an jakarta
 
Sumber Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Quraisy,  diakses pada 05-10-2017, pukul 04.38
https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Tsaqif, diakses pada 05-10-2017, pukul 04.47
https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Hawazin, diakses pada 05-10-2017, pukul 05.17
https://id.wikipedia.org/wiki/Kinanah_bin_Khuzaimah, diakses pada 06-10-2017.  
            Pukul 05.18
https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Aus, diakses pada 06-10-2017. Pukul 05.23
https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Tamim, diakses pada 06-10-2017, pukul 08.20


[1] Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Singapura-Kota baru-penang: Sulaiman Mar’i, 1965), H 1
[3] Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Tsaqif, diakses pada 05-10-2017, pukul 04.47
[4] . Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Hawazin, diakses pada 05-10-2017, pukul 05.17
[5] Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kinanah_bin_Khuzaimah, diakses pada 06-10-2017. Pukul 05.18
[6] . Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Aus, diakses pada 06-10-2017. Pukul 05.23
[7] . Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Tamim, diakses pada 06-10-2017, pukul 08.20
[8] . Muhammad Abdul Halim Abdul Halim, Al-Lahjaat fi Lisaanul ‘arab, Cairo: Daru At-Thibaa’ah, hal. 72
[9] . Ibid. Hal. 13
[10] Ahmad Fatoni, Kaidah Qira’at tujuh 1 dan 2, Jakarta: IIQ Jakarta, 2016, Hal 28
[11] Q.S Hud : 41
[12] Nida’ al-Qur’an Jurnal kajian al-Qur’an dan Wanita, 2010, Institut Ilmu al-Qur’an jakarta


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir