Mas, izinkan aku melamarmu..


       Malam semakin larut, Zahra melipat mukena yang baru saja dipakainya untuk shalat tahajud, angin yang masuk menelusup melalui dinding kamarnya yang berongga cukup membuat hatinya sedikit sejuk, rasa ini begitu sulit ia tepis, tak mudah baginya untuk menghilangkan rasa yang kian hari meraja di hatinya, rasa yang memang seharusnya tak boleh tumbuh untuk seorang gadis yang sudah dijodohkan, bagaimana mungkin hatinya bisa terpaut pada pemuda yang selama ini hanya menjadi khadim di pesantren? Pembantu yang tugasnya memasak untuk santri, meski sesekali terkadang dia membantu mengajar mengganti guru yang berhalangan hadir. Dan apa tanggapan Abah, keluarga, juga masyarakat pesantren nanti? Allah....
“ Kamu bikin malu abah Za, ini aib! Kamu harus hilangkan perasaanmu! Amin itu Cuma pembantu pondok za, mbak rasa itu bukan cinta, kamu Cuma kagum.” Cercar mbak Yasmin saat zahra bercerita pada kakak sulungnya pagi itu.
“ Tapi mbak,..Za mencintainya.. Apa za salah? Abah pernah bilang anak-anak abah boleh menikah dengan siapapun yang penting agamanya baik.” Bela zahra sambil menyeka air mata yang membasahi wajahnya.
“ tentu saja salah, karena kamu sudah dijodohkan dengan Mahilli, sudah  kamu ini gak usah ngawur! Mahilli  jauh lebik baik dari amin, ya sudah  kakak mau ngajar, Assalmu’alaikum”
mbak yasmin meninggalkan zahra yang masih berkecamuk dengan pikirannya, rasa sesak semakin menyelimuti hatinya, gadis itu menyapu air matanya kembali, jam sudah 10:00 ada jadwal mengajar di kelas 2 Aliyah, setelah mengoleskan bedak tipis diwajahnya ia keluar menuju kantor kepala sekolah.
“ Bismillah.. ya Rabb... Semoga hari ini hamba tidak melihatnya” lirihnya dalam hati.
*****
      Zahra berjalan menyusuri koridor sekolah, langkah gadis itu terhenti ketika tiba-tiba retinanya menangkap sosok Mas amin sedang berbicara dengan abahnya dikantor Kepsek. Ya Tuhan.... pemuda itu... Ada dua hal yang zahra sukai dari diri mas Amin, yang pertama lelaki berkaca mata itu begitu tawadhu, padahal zahra tahu mas amin sebenarnya cerdas, zahra sering minta pendapatnya dulu ketika masih kuliah. Kedua, semua orang menyukainya karena keramahannya pada siapapun, disaat semua orang berlomba mencari popularitas agar mendapat simpati dari abah, mas amin justru apa adanya, dia gak pernah malu meski dirinya hanya sebagai khadim di pondok.
Aah... Mas... Seandainya engkau tahu aku mencintaimu, seandainya engkau yang menjadi jodohku, seandainya aku bukan terlahir sebagai putri seorang kiyai tentu takkan menjadi aib ketika aku menyukaimu, seandainya bukan status sosial kita yang menjadi masalah.... seandainya...seandainya....
“ Mba Zahra!” Zahra terperangah kaget dari lamunannya saat seseorang menyebut namanya, dan lebih terperangah lagi begitu melihat siapa dihadapannya, Mas Amin!.
“ Ee,.. Mas amin, iya ada apa mas??” zahra kikuk, wajahnya memerah malu.
“ nyuwun sewu mba, saya liat mba tadi sedang melamun, kalo saya tidak lancang, mba lagi ada masalah?” tanyanya, ini yang zahra sukai mas amin begitu perhatian, bukan ... bukan hanya pada dirinya saja, tapi semua orang, hal ini yang membuat masyarakat pesantren menyukainya.
“ oh.. gak apa-apa mas, gak ada kok, permisi mas.. saya sudah telat mau ke kelas dulu...” zahra sadar, ia tidak akan mampu menepis perasaannya jika berlama-lama berada di dekat mas amin, mungkin hal ini pula yang meneyebabkan zahra mencintainya, zahra menyadari benih benih itu tumbuh karena mas amin begitu perhatian, dia sering menjadi tempat zahra curhat, memberinya solusi ketika gadis itu terjepit oleh masalahnya, mas amin memang sudah seperti kakak untuknya, semenjak kecil zahra lebih dekat dengannya dibanding dengan kakak-kakak kandung sendiri,  pemuda yatim piatu yang diasuh abah sejak umur 10 tahun itu pula yang sering menemaninya setelah zahra ditinggal wafat umi, saat itu usia zahra baru dua bulan.  Ahh.. Mas amin... zahra tak ingin berlarut-larut tentang pikirannya terhadap mas amin, bagaimana mungkin zahra bisa bersatu dengan mas amin? Sementara cincin yang melingkar dijari manis ini sudah mengikatnya dengan kak mahilli. Kak.. Mahilli... maafkan Za..!
****
Seminggu lagi ada kunjungan silaturrahmi dari keluarga Mahilli yang di Malang, Mba yasmin bilang kunjungan ini akan membahas pernikahan zahra dengan Mahilli. Perasaan putri bungsu kiyai itu semakin berkecamuk, hati dan pikirannya seakan tak sejalan, dipikirannya.. ia hanya ingin menikah dengan orang yang dicintai dan mencintainya, Hey... bukankah sesungguhnya ia tidak pernah tahu bagaimana perasaan mas amin?, apakah pemuda itu mencintainya seperti zahra ? Atau.. Mas amin hanya menganggapnya sebagai adik? Zahra harus tahu itu, tapi... bagaimana caranya? Mana mungkin zahra berterus terang bertanya pada mas amin perihal perasaannya terhadap zahra, Apa tanggapannya nanti? Dan bagaimana jika hal itu diketahui masyarakat pesantren? Seorang putri kiyai mencintai khadim abahnya? ... “ yang terpenting aku harus tahu dulu isi hati mas Amin kepadaku” zahra membatin lirih.

“ Assalamu’alaikum Mba zahra.. maafkan sy mba, klo sy lancang kirim surat buat mba, sesujujurnya sy kaget mba bertanya hal itu kemarin sore, sy bingung mau jawab apa, mulut sy kaku untuk menjawab saat itu, Mba zahra..sy  ini Cuma khadim, rasanya nda’ pantes dicintai oleh seorang putri kiyai yang sudah banyak bantu sy,  sy harus tau ndiri, berkaca lebih bnyak lg, sy bukan siapa2,  sy dan mba zahra  jelas jauh berbeda, bahkan untk bermimpi bs bersanding dgn mba sy sy nda’ berani. Maafkan sy mba...
jika mba zahra bertnya pd selain sy dgn prtnyaan yg sm, apakah sampean mencintai mba zahra atau tidak?? Jelas semua orang akn berkata “Ya”, semua nda’ bisa pungkiri keelokan wajah n budi pekerti mba zahra, jika sy boleh ibaratkan mba’ zahra seperti mutiara yang ada dlm karang didasar lautan, sulit untuk dilihat apalagi dijangkaunya. Nyuwun sewu mba.
Aminuddin.
Sore ini zahra seakan tersengat petir hebat begitu membaca surat dari mas Amin tentang pertanyaan  yang dia ajukan kemarin sore, gadis itu yakin sekali mas amin mencintainya, ia tahu dari sorot mata mas amin yang teduh luruh kepadanya, perhatiannya yang khusus, bahkan gadis berumur 23 tahun itu tahu jika mas amin diam-diam sering membicarakannya dihadapan santri putri ketika mengajar. Zahra ingat  ketika suatu hari ia tak sengaja mendengar mas Amin sedang membicarakannya depan santri kelas dua Tsanawiyah.

“  Ustadzah zahratusyita’ itu putri kiyai yang Santun dan cerdas, dia tak pernah menyombongkan diri, juga tak pernah bangga akan semua yang dia miliki, keindahan akhlaknya seperti permata zamrud dari surga firdaus, indah dan mempesona, tutur katanya yang santun menunjukan betapa indah anugerah yang Allah berikan pada kiyai, dia mirip sekali seperti ibu nyai Aisyah Almarhumah istri kiyai Khalid, sekiranya kalian bisa mencontoh akhlak ustadzah zahra, maka Tak ada yang lebih mulia didunia ini dibanding wanita yang shaleha.”
seorang santri tiba-tiba menyelutuk.
“ Mas Amin sayang ya dengan ustadzah zahra?” Zahra tahu mas Amin tersentak dengan pertanyaan polos itu, lama zahra menunggu jawaban mas amin, dan ternyata dia mampu mengusai hatinya,  dengan tenang dan rendah hati pemuda itu menjawab.
“ Semua sayang ustadzah Zahra, beliau sejak berusia dua bulan ditinggal wafat ibunya, ibu nyai Aisyah, jadi ustdzah zahra nda pernah melihat wajah ibunya, beliau nda tahu seperti apa kasih sayang bunda, Bersyukurlah kalian yang masih mempunyai orang tua, sayangi dan berbuat baik pada orangtua, karena Ridhallah Fi Ridhal Walidain.!” Zahra luruh mendengarnya, dirinya juga tahu bahwa mas amin justru yatim piatu, ia sebatang kara tak atahu sanak saudara, karena masih kecil sudah diasuh Abah.
“Mas, memang ibu nyai Aisyah  itu bagaimana sih orangnya?” tanya seorang santri lagi, pertanyaan kali ini sangat menarik bagi zahra, ia begitu penasaran menunggu jawaban mas amin selanjutnya, Abah bilang umi mirip dengannya, tapi itu menurut abah, zahra juga ingin tahu pendapat lainnya.
“ jika kalian ingin tahu seperti apa bu Nyai Aisyah, maka lihatlah ustadzah zahra, beliau sangat  mirip seperti ibundanya, semuanya... budi pekerti, tutur kata, bahkan wajah cantiknya pun Mas amin seakan merasa bahwa ustadzah zahra adalah ibu nyai Aisyah.”

Allah.....
saat itu zahra hanya dapat menangis terharu tanpa isak, pantes abah sering memanjakannya, mengusap wajahnya penuh kasih, bahkan sering tertukar memanggilnya dengan sebutan humairah, itu karena umi yang memang dipanggil abah dengan panggilan sayang humairah, seperti Rasulullah yang dengan cinta memanggil  istrinya siti Aisyah dengan  “ Humairah”, Yang kemerah-merahan wajahnya. Selama ini zahra mengira abah memperlakukannya khusus karena memang dirinya adalah bungsu dari 3 bersaudara, namun ternyata juga karena dirinya yang begitu mirip seperti Uminya.
*********

Plakkk...!
tamparan keras mendarat di pipi zahra malam itu, zahra meringis wajahnya yang putih bersih memerah, mba yasmin marah besar begitu membaca surat Mas Amin yang zahra letakan diatas meja rias kamarnya. zahra teledor, ia  lupa menyimpannya dan ketika mba yasmin sedang mengambil sesuatu dikamar zahra dia membaca surat tersebut.
“ Maafkan za mba..!” lirih zahra berucap, sambil menahan perih diwajahnya.
“ kamu ini bikin malu abah saja! Bikin malu keluarga! Apa yang kamu pikirkan zahra?!
Cinta! Omong kosong dengan cintamu! Mba gak habis pikir kamu bisa senekat ini.!”
mba yasmin terus mencecar zahra dengan kalimatnya.
“ Za hanya ingin tahu perasaan mas Amin mba, apa itu salah?, za menyukai mas Amin mba..., Zahra hanya ingin mau menikah dengan Mas Amin, bukan dengan siapapun termasuk ka mahilli ..” zahra tersedu, menahan isak didadanya.
“Zahra!!” mba yasmin bertambah kesal.
“ hentikan cinta omong kosongmu itu!”  mba yasmin meneruskan kalimatnya, kali ini emosinya terkendali“ dik.. kamu itu sudah dijodohkan dengan mahilli, apa nanti tanggapan mahilli? Kelurganya?? Juga masyarakat pesantren?? Bukan hanya kamu yang satu keluarga yang tersakiti, tapi juga semua keluarga terutama Mahilli, dik.. mba mengerti perasaanmu sayang, mba tahu kamu mencintai mas Amin, tapi coba kamu raba lagi hatimu, kamu lihat abah dik, beliau susah payah membangun pesantren ini, memulainya dari kecil hingga menjadi seperti ini, apa kamu tega menghancurkannya hanya karena cinta omong kosongmu itu?? lihat mba dik, lihat Mas Farhan kakakmu,, kami semua menikah juga dijodohkan oleh abah, apa zahra tega membuat abah kecewa?? Jika zahra jadi menikah dengan mas Amin nanti.. apa tanggapan masyarakat pesantren? Apa tanggapan keluarga?? Sementara yang mereka tahu saat ini zahra sudah jodohkan  dan tinggal menghitung hari akan dikhitbah oleh mahilli, putra kiyai Rasyid. Dik..mba tahu  memang sulit sekali rasanya, tapi cobalah dik.. mengertilah...demi Abah..!” mba yasmin memohon penuh harap sambil mengusap pundak zahra penuh cinta.
“ maafkan zahra Mba..,!”
 zahra merasa bersalah dengan tindakan bodohnya kemarin sore yang  bertanya langsung pada Mas amin tentang perasaan lelaki itu kepadanya. Tapi gejolak cinta dihati zahra pada mas amin tak luntur sedikitpun, zahra tak tahu lagi harus bagaimana, Abah! Yah.. abah solusinya.. juga kak mahilli..! zahra yakin sekali, abah sangat menyayanginya, abah pasti akan mengerti, abah pasti akan membantu zahra untuk menyelesaikan masalahnya dengan bijaksana, dan  sedikit pengertian dari kak mahilli, pemuda lulusan Master dari universitas Al-Azhar cairo itu pasti akan mengerti, memahami kondisinya, zahra memang hanya sekali melihatnya, tapi berkomunikasi dengannya  pun lumayan sering lewat Skype atau YM  kerena  kak Mahilli masih di Cairo. Kak mahilli seminggu sekali menghubunginya, sekedar untuk bertanya kabar dan kegiatan Zahra.
maka malam itu sebelum bicara ke Abah,  zahra menghubungi kak mahilli lewat skype, dua hari lagi ia akan kembali ke tanah air, dan langsung bertandang ke rumah zahra, sebelum akhirnya memboyong zahra ke malang, kota kelahiran pemuda berumur 27 tahun itu.
“ Assalamu’alaikum dik!” kak mahilli memulai pembicaraan.
“ Wa’laikumsalam kak..!” zahra pilu. setelah pertanyaan seperti umumnya, tanya kabar, kegiatan dan lain lain, zahra mencoba untuk memulai pembicaraan ke arah yang lebih serius.
“ Kak..”
“ Iya Dik...”
“  ma ...ma..aaaafkan zahra ka..!” zahra seakan kaku., tak kuasa dengan sesak dihatinya
“ maaf untuk??” diseberang sana mahilli semakin penasaran, ada apa dengan gadisnya itu?
“ maafkan zahra karena belum bisa mencintai kakak..!” zahra semakin tersedu, sementara mahilli menjadi merasa bersalah.
“ kakak mengerti dik..” mahilli berusaha tegar, meski bathinnya rapuh dan menangis.
“ kak..za.mencintai pemuda lain!” zahra to the point, ia tak ingin berbelit-belit sementara waktu khitbah hanya tinggal 3 hari lagi., zahra juga tahu sebenarnya mahilli tersentak luar biasa, aura wajahnya berubah terlihat dari layar laptop, tapi pemuda itu berusaha agar bisa tenang, meski hatinya hancur berkeping.

“ Siapa dik?” tanyanya lagi.
“ Mas Amin kak.”
“Siapa dia? apa kakak mengenalnya??”
“ dia Khadim pondok, kakak tidak kenal dengannya.” Kali ini zahra semakin lirih,, “ Maafkan aku ka mahilli..!” bathinnya.
“ Adik mencintainya?” tanya ka mahilli lagi.
“ ia kak, Za sangat mencintainya, za ingin mas amin menjadi salah satu keluarga dari kami, za takut kehilangannya, za tak ingin jauh darinya, dia yang selalu ada buat za ketika za rapuh sejak kecil hingga sekarang, perhatiannya pada za seperti kakak kandung za sendiri. Maafkan za..kha..kha...,!  za.. gak... bi...sha.. menikah... deng..ngan kha..kha..!“ zahra tersedu, air matanya tumpah membasahi jilbab biru lautnya.,perasaan bersalah semakin menyergap hatinya, zahra guncang, tangisnya memang tanpa isak karena ia takut terdengar oleh siapapun, namun hal itu justru menyebabkan sesak yang menjadi jadi di hatinya.
Di negeri Nabi Musa sana, mahilli terdiam.. dia harus mengambil keputusan sekarang meski berat, pernyataan zahra barusan walau mengiris bathinnya tapi mahilli harus bijaksana, terlihat gadis itu begitu takut kehilangan mas amin lelaki yang dicintainya, mahilli juga tak tega melihat perempuan yang sangat ia cintai itu menangis menahan sesak, dia mencoba merasakan apa yang dirasakan zahra, begitu sakit, sesak dan menyayat hati... Ya Rabbb...
“ Dik... menikahlah dengan mas amin..” ujar mahilli akhirnya. Zahra terperangah mendengar ucapan lelaki itu.
“ tidak ka..!, za tak ingin menyakiti kakak..” jawab zahra.
“ Aku tak apa apa dik,, hanya saja seakan perasaan ini telah mati” jawab mahilli.. namun ucapan itu hanya begemuruh dihatinya.
“ aku tak apa apa dik, asalkan dik zahra bahagia..!” mahilli berusaha tersenyum.
“ tapi ka??”
“ Menikahlah dengan Mas amin, kakak tak apa-apa.” Lanjut mahilli lagi “ kebahagian zahra juga kebahagian kakak., biar kakak yang akan bicara dengan keluarga nanti.”
“ kakak.....!” zahra semakin luruh senyumnya mulai mengembang, kak mahilli juga tersenyum, entah zahra tak bisa mengartikan senyum lelaki itu, yang zahra tahu kak mahilli begitu baik dan tulus.
“ terima kasih kak, semoga kakak mendapatkan wanita yang lebih baik dari zahra!”
“Amien..!”
setelah menutup pembicaraan Mahilli menangis tersedu, temannya yang daritadi memperhatikannya merangkul pundaknya.
“ Ishbir Ya akhi..Wallahi.. Inta Ragil Shalih...!” ujarnya pada mahilli.
********
Dua hari lagi walimatul Ursy akan berlangsung, Senyum zahra semakin sumringah menawan, seluruh keluarga akhirnya memahami semua ini berkat bantuan kak mahilli yang mencoba memberikan pengertian pada keluarganya, termasuk juga Abah zahra.
janur biru bertuliskan selamat datang sudah terpasang didepan kediaman rumah abah, Sanak saudara yang dari jauh pun sudah berkumpul dirumah, yang semakin membuat zahra bahagia ternyata mas amin masih mempunyai kakak laki-laki di bogor, kebahgiaan yang tak terkira untuknya juga untuk zahra.
“ Segala puji bagi Allah.. ya Rabb.. Akhirnya hamba bisa mempersunting bidadari cantik ini. mba Zahratusyita.” Ujar Mas Amin di telpon sore itu.
“ iya  Alhamdulillah mas. Pengorbanan yang begitu sulit, namun akhirnya kita mampu melewatinya..”
“ mba zahra bahagia menikah dengan pemuda kampung seperi saya ini?”
“ Sangat bahagia mas, mas bukan pemuda kampung biasa, tapi mas adalah sebaik baik pemuda.., Za bahagia sekali.tapi za punya syarat mas..!”
“ apa itu dik?” mas amin penasaran.
“ Jangan panggil mba lagi.. cobalah untuk panggil za dengan sebutan dik okee..” zahra geli mendengar mas amin yang masih memanggilnya mba.
“ Iya mba..eh.. iya dik.. hehe...”
“ Mas...” panggil zahra lagi.
“ Iya dik..!”
“Izinkan Aku melamarmu....!” Zahra jail..menggemaskan.
“ Huss... piye toh,, aku seharusnya yang ngomong itu dik.” Mas amin geram gemas. Zahra tertawa, saat bersamaan abah lewat, lelaki paruh bayah itu tersenyum, mengusap kepala putrinya yang mulai nakal pada calon suaminya. Baginya kebahagiaan putri kesayangannya itu sangat berarti, terlebih lagi zahra tak pernah melihat apalagi mendapat kasih sayang dari almarhumah istrinya.” Oh ya... mas mau izin ke bogor dik, mau nganter undangan ke kakak mas yang dibogor hari ini.” ujar mas amin lagi
“ loh kenapa gak nyuruh pak rahmat saja mas supir Abah??” zahra kaget.
“ gak apa-apa sekalian ingin silaturrahim,, mas juga ingin mengabarkan langsung kebahagiaan yang sedang mas rasakan ini dik”
zahra memaklumi,, 20 tahun mas amin tak pernah bertemu dengan kakaknya itu.
“ iya mas.. hati hati yah... naik motornya jangan ngebut!”
“ iya dik..!” jawab mas amin.
*****

Perjalanan Sukabumi-Bogor seakan begitu indah, Mas Amin melaju motor yang dipinjamnya dari salah satu ustad pondok  dengan kecepatan sedang, kicauan burung sore hari seakan menemani langkahnya, begitu indah begitu syahdu... Ahh..tiba-tiba ia jadi rindu dengan calon permaisurinya itu... Sedang apa engakau disana dik? Ia juga rindu pondok yang sudah membesarkannya, Abah,  Mba yasmin, mas farhan..
Tiba-tiba...
Criiiit,....Brakkkraaaaaaaaaaakkkk.....
tubuh mas amin terlempar 10 meter dari motornya, helm yang dikenakannya terlepas, membuat kepalanya tak bisa menahan benturan batu aspal jalan raya. Dari arah belakang motornya  mobil kontainer melaju dari kecepatan tinggi, masuk menyelinap menyorobot jalan yang licin karena baru saja terguyur hujan, mas amin kehilangan kendali, motornya yang ditungganginya akhirnya jatuh bersamaan dengan laju mobil yang kencang meninggalkannya seorang diri.
“ Allaaaaaaaaah...hhhhh..!” ujarnya lirih, sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
****
Tanah pusara itu masih basah, baru saja gerimis turun membasahi buminya, Zahra merapikan Jilbab biru lautnya yang bergerak tak beraturan di hembus angin sore, sambil memandangi tulisan yang tertera dibatu nisan marmer tersebut Zahra berdoa lirih.
“ Ya Rabbi... tempatkan Beliau dijannahMU yang Indah..!”
Aminuddin Bin Samat.
lahir, 27 januari 1986
meninggal 24 februari 2014.

“ ayoo umi... hari sudah menjelang sore, Abah  ada jadwal Ceramah nanti malam!” ujar Mahilli yang kini telah menjadi suami Zahra, Sehari setelah Mas amin meninggal karena kecelakaan itu, pernikahan tidak dibatalkan namun tetap dilaksanakan karena wasiat dari Mas amin agar zahra menikah dengan Mahilli. Mas amin meninggal 2 jam kemudian saat perjalanan menuju rumah sakit, dan dia berpesan pada orang yang menyelamatkannya agar menyampaikan wasiatnya pada Zahra dan mahilli.
“ Iya abah..,” jawab zahra, Mahilli menggenggam jemari istrinya penuh kasih,, mendekapnya penuh cinta seluas semesta.
“ Ya Rabbi... bantu kami untk menuai Cinta hanya kepadaMu..!” lirihnya bahagia, Zahra yang mendengar Doa suami tercintanya mengaminkan.
“ Amien.....!”
Selesai.......
 

Komentar

  1. Eh pantes, suka bikin cerpen, mantep ,dikembangin lah biar kaya siapa ituu cewe jg

    BalasHapus
  2. Kaya siapa Pak?

    hehe.. ditunggu blognya pak Yugo :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir