Cerpen tanpa judul
Bismillah..
Sebut saja namanya Azmi, Muhammad Azmi. Aku mengenalnya 7 tahun yang lalu. Lelaki muda kisaran 21 umurnya sedang berdiri didepan fakultas kami, Fakultas Dirasat Islamiyah. Ia tersenyum ramah menyapa teman-teman mahasiswa baru seusianya. Sekilas tidak ada yang spesial, Tampangnya pun biasa saja. Hanya memang, disaat teman-teman yang lain masih malu untuk berkenalan sesama mahasisa baru, ia tampil dengan sangat percaya diri menyalami teman teman barunya. Ia mendekatiku.
" Sudah baca pengumuman belum?" Tanyanya, aku menggeleng.
" Anti anak baru juga, Kan?" Lanjutnya lagi, Kembali aku mengangguk.
3 Tahun tingal dipondok Bekasi, lalu ditambah lagi 4 tahun didaerah Bogor membuatku agak sedikit risih jika berkomunikasi dengan lawan jenis. Tahu sendirilah.. bagaimana kehidupan di pesantren itu, santri putra dengan putri dipisah, kami tidak pernah disatukan kecuali saat acara wisuda kelas 3 Aliyah, itupun antara putra dan putri tetap dipisah tempat duduknya.
" Pengumaman apa?" Tanyaku pelan. Kupikir ia tak mendengar, karena setelah pertanyaan keduanya yang hanya aku jawab dengan isyarat kepala, ia langsung membalikkan badan mendekati kawan yang lain. Tapi dugaanku salah. Ia menoleh dan senyumnya masih mengembanmg.
" Pengumuman pembagian kelas, dilantai 2 dekat Aula.." Jawabnya. Aku mengangguk.
" Syukron.." Ujarku sambil ngloyor menuju ljantai 2.
Disana sudah berkumpul banyak orang, Mahasiswa baru yang juga sedang membaca rentetan tulisan dalam kertas putih. Aku mengalah. Semuanya lelaki. Biar nanti saja, betinku.
" Masmuki?" Lagi, Azmi bertanya mendekatiku. Aku terperangah, cepat sekali dia naik keatas.
" Wifa. Wifa El-Khairah Ramadhan.." kataku pelan
" Oke...!, ana bantu yaa.. Intazhir lahzhah. " Katanya lagi memintaku menunggu. Ia berjalan menuju mading, menerobos kerumunan manusia yang juga sedang mencari tahu dimana kelasnya belajar.
Cepat sekali. Belum semenit ia sudah menemukan namaku, dan berjalan kembali mendekatiku yang masih berdiri agak jauh dari mading.
" Anti dikelas C. Sama ana juga, kelasnya dilantai 4." katanya.
" Tadi ana udah kekelas, tapi masih kosong. Kayaknya sekarang sudah banyak yang dateng deh. Ke kelas aja yuk.." Lanjutnya lagi. Aku mengangguk mengikuti pemuda didepanku ini. Sungguh! aku lebih baik mencari tahu sendiri kelasku walau harus menunggu kerumanan teman-teman depan mading berakhir. Aku tidak terbiasa dikeadaan ini. Tapi, walau bagaimanapun aku tetap harus berterima kasih padanya karena tidak harus menunggu lama dan membuat waktuku terbuang, apalagi hari pertama ini langsung aktif belajar.
Dugaan lelaki dihadapanku ini benar sekali, begitu kami sampai dan masuk kelas. sudah banyak teman-teman yang menunggu. Semua kursi sudah terisi penuh tersisa satu yang kosong namun diatasnya sudah ada tas. Aku yakin sekali kursi itu pasti sudah diisi seseorang. aku bingung sekali, bagaimana aku belajar kalau kursinya kurang. Kuputuskan untuk keluar mencari kursi di kelas sebelah.
" Tunggu wif..!" Ujar Azmi lagi
" Duduk sini aja, biar entar ane yang nyari.." Lanjutnya lagi. Rupanya kursi kosong tadi milik Azmi yang sengaja meninggalkan tasnya tadi dikelas.
" Lho, gak apa-apa.. biar saya cari aja, antum duduk aja ." Kataku akhirnya, tak enak hati.
" Udeh.. gak apa-apa, Santai.."Jawabnya lagi..
Duuh.. Gusti..sungguh aku jadi gak enak hati. Tapi Azmi dengan santainya keluar kelas mencari kursi ke kelas samping, kulihat ia bolak balik menuju kelas samping sebelah kiri. Tak Ada, ia berjalan lagi menuju kelas yang disebelah kanan. tak ada. Aku semakin tak enak hati. Teman-teman yang lain mentertawakan pemuda itu.
" Ndeprok aja Mi,.." Ujar salah satu dari mereka. Aku tak tahu siapa yang bicara. Dibales Azmi dengan cengengesan.
5 menit ia mondar-mandir mencari kursi, akhirnya dapet juga diperpus. Kursinya beda sendiri.' " "Teman pondoknya, Azmi ya?" Tanya gadis muda yang duduk disebelahku.
" Bukan..." Jawabku sambil menggeleng
" Ooh.. Kirain.." Katanya lagi " Aku Shinta dari Palembang tapi ngekos disini dekat.." Lanjutnya mengenalkan diri padaku. Kujawab dengan hal yang sama, sebut nama juga tak lupa alamat tinggal.
" Kirain temannya Azmi tau, fa. Soalnya tuh anak repot banget dari tadi." Shinta kembali menimpali. Aku tersenyum meringis. " Baru kenal tadi di bawah.." Jawabku.
"Anti kenal dia emang?" Tanyaku
" Kenal, dia dulu di Fakultas Adab katanya, sampai semester 2, terus pindah ke Fdi, nyari yang beasiswa. Aku kenal dia juga gak sengaja waktu mau bikin rekening Beasiswa BLU di Bank senin kemaren." Jawab gadis dihadapanku lagi.
" Orangnya asiik, mudah akrab. Pantesnya jadi ketua kelas tuh anak" Shinta melanjuti lagi.
Aku masih tersenyum mengangguk. kata-kata shinta kubenarkan. Azmi memang ramah. Lebih tepatnya mudah bergaul. Kuperkirakan hampir sekelas ini pasti sudah mengenalnya.
Kulihat lagi ia yang duduk berjarak 5 kursi dariku.Azmi sedang bercanda dengan teman-teman yang lain, tertawa renyah tanpa adak perasaan risih sedikitpun. Pemuda kemeja coklat kotak-kotak dipadukan dengan celana bahan, rambutnya tersisir rapih, dengan jam tangan armi berwarna hitam. Ramah sekali ia mengobrol dengan sesamanya, tanpa beban, tanpa rasa malu. Dan Saat itulah.. ketika retina mataku sedang memperhatikanya , disaat yang sama ia juga melirikku. Seketika seperti ada sesuatu yang kurasakan aneh dalam hati, desiran aneh tak berdefinisi. Ia tersenyum mengangguk, memamerkan rentetan giginya yang putih tersusun rapih. Oh Tuhan... Ada apa ini? Seakan jutaan aliran volt menggelitik dadaku. Aku tak tahu entah kenapa.Secepat mungkin aku menunduk, mengalihkan tatapannya dari pandanganku. Astaghfirullahal adzhim...
Hey, fa..!
Ada apa denganmu?
*****
Ciputat diguyur hujan deras sore ini. Kelas mata kuliah Civic Education oleh Ustadzah Humairah berakhir riuh, pemakalah dan audiens beradu argumen soal demokrasi. Usai menunaikan ashar di Mushalla fakultas, beberapa teman mulai berhamburan keluar. Beberapa yang lainnya menyuruhku untuk bertahan meneduh digedung rektorat. Tapi aku lebih memilih terus berlari kecil menerobos hujan. Bukan, bukan karena aku menyukai hujan, bukan pula karena aku sedang terburu-buru ada keperluan. Namun semata-mata hanya karena pemuda itu. Ya pemuda yang kukenal 2 minggu lalu itu berada diantara teman-temanku disana, ikut meneduh digedung rektorat menunggu hujan reda. Aku tak ingin berlama-lama dekat dengannya, melihatnya mengobrol dengan teman-teman. Melihat senyum ramahnya saat berguyon. Dan apapun yang ada pada diri pemuda. Aku ingin menghindarinya.
***
"Ya Ukhty, Almathluub minki Al-ijaabah shohiihah, shariihah wa muqni'ah. Idzan, Isyrah lanaa marratan 'adiidah!"
Azmi mencecariku dengan pertanyaannya yang beruntun. Mata kuliah Fiqhul muqaarah atau fiqih perbandingan 4 mazhab ini sungguh menyulitkanku. Ikhtilaf para ulama saat beriztihad dalam menentukan sikap masalah furu'iyah sungguh membingungkan. Banyak sekali perbedaan diantara muztahid. Sungguh aku kwalahan. Ditambah patner presentasiku tidak masuk hari ini. Mau tidak mau harus siap sendiri menyajikan makalah dan mempresentasikannya didepan kelas. Kulihat Azmi masih memandangku. Sorot matanya sungguh dalam. Seperti ada bahasa yang tak tersirat yang ingin ia sampaikan. Hampir saja aku tak berdaya dengan sorot mata itu. Allah.. apapun yang sedang terjadi dengan hatiku, kumohon lindungi aku..
Bismillah.. dengan hati-hati dan lantang kucoba menjawab pertanyaan pemuda itu. Ia seperti mengangguk paham dengan penjelasanku.
Kukatakan padanya "Qana'tum 'an ijaabatiy?" Pemuda itu mengganguk setelah akhirnya ia kembali berkata.
"Qana'tu. Lakin Ahtaaj ilal bayaan aksar mimmaa qulti Aanifan. Lidzaa, uriidu suaal ba' da addiraasah.."
Kelas berakhir karena sudah jam istirahat makan siang. Kuputuskan untuk makan dikantin. Sebuah rumah makan yang berada tepat disamping fakultas. beberapa teman ada yang mengikutiku. Selain tempatnya kondusif, tak jauh, makanannya juga enak dan murah. Ditambah rumah makan disini prasmanan, pembeli mengambil sendiri menu yang disuka.
Lalu dibawa ke kasir yang berada persis disampingnya, setelah itu baru kita bisa memakannya dengan santai dimeja-meja yang sudah didesain seperti sebuah saung sunda.
Usai membayar makananku dikasir, ke lima teman kelas mengajakku menuju sebuah meja yang kosong dekat westafel. Baru saja akan melahap makanan, seseoraang berjalan mendekat dan berkata.
" Boleh gabung disini, gak?"
Deg! Azmi. Aku kikuk. Oh Allah..
Beberapa teman yang lain mempersilahkan azmi duduk bergabung bersama. Sekarang kami jadi berenam. 2 perempuan dan 4 laki-laki.
"Fa, presentasimu oke lho tadi.." Shinta memecah keheningan.
"Betul tuh shin, padahal dia maju sendiri. Kalau ane mah pasti udh ketar ketir tuh" Eko menimpali. Kami semua tertawa.
" Bagus, tapi masih ada yang kurang, fa" Ujar azmi tiba-tiba menghentikan tawa kami. Semua menoleh kearahnya.
" Maksudnya, Az?" Tanya eko
Aku menunduk.
" Wifa tadi lupa kasih keterangan pendapat yang paling roojih diantara banyaknya ikhtilaf ulama" Azmi menatapku, yang lain mengangguk, aku cuma diam.
" Itu yang ane mau tanyain. Juga masih ada yang kurang dalil masyru'iyyahnya, kamu hanya ngambil dari Qur'an padahal dihadis juga banyak.." Lanjut Azmi lagi nadanya sedikit rendah, takut aku tersinggung.
" Yaa... maklumlah wifa kan kelompok pertama yang maju, jadi belum lengkap makalahnya, ini bisa jadi masukan buat kelompok yang akan datang. Malah menurut ane, apa yang disampaikan wifa barusan itu sangat rinci dan gamblang, mudah dipahami. Antum kan pernah difakultas adab, artinya pernah kuliah sebelumnya jadi sudah ada pengalaman. Nah kalo wifa? tenang aja fa... ane belain anti nih. Azmi emang gitu orangnya.. suka rese klo ada yang presentasi. Soalnya ane sekelas dulu di Adab hahaha.." Zahid membelaku. Aku tersenyum, yang lain tertawa dan mengangguk tak terkecuali Azmi.
" Gak apa-apa. Ini masukan yang baik banget. Syukran ya.." Ujarku akhirnya pada Azmi, pemuda itu mengacungkan ibujarinya dan tersenyum ramah.
***
Jam terakhir pekuliahan, kelas kosong. Ustad Muhammad, dosen tayyarat fikriyah tidak masuk sedang pergi keluar kota. rata-rata temanku pulang kerumahnya walau ada juga yang masih betah dikampus meski cuma sekedar numpang Wifi-an atau ngadem di Mushalla Fakultas. Aku sendiri lebih memilih di purpus, keruang digital mengakses beberapa buku referensi untuk persiapan presentasi ilmu tauhid.
Kulihat ada Azmi disana, duduk seorang diri dengan sebuah kitab ditangan. Ia menyadari kehadiranku. Baru saja aku ingin berbalik keluar, pemuda itu memanggilku.
"Fa, disini saja gak apa-apa..!" Katanya
"Eh, Iya.. aku disini aja .."Jawabku sekenanya. Ruang perpus ini lumayan luas, ruang kitab dengan digital hanya disekati papan dan temboknya sebagian dari kaca jadi terlihat jelas siapa saja yang sedang disini. Kebanyakan kakak senior. Jarak kursiku dengan Azmi hanya berbeda 3 kursi. Azmi memulai pembicaraan,
" Aliyahnya dulu dimana, Fa?" Tanyanya
" Saya di Ummul Qura, Bogor" Jawabku
"Oh..saya tahu itu. Saya dulu di Bogor juga, terus pindah ke Malang, Darul Hadist. Saya dulu sekelas ams Zahid di Adab. Ngambil sastra arab. Terus pindahlah ke dirasat. Diadab dulu kami belajar dari dasar.. disana banyakan yang lulusan SMA, Jadi belajarnya dari awal lagi. Kurang pas lah .. menurut saya. " Azmi melanjuti.
" Jadi setahun lebih senior dari teman-teman dikelas yaa.." Ujarku
Ia tersenyum mengangguk.
" Wifa lulus Aliyah tahun 2010 kan? Saya tahun 2008. Setelah itu mengabdi di pesantren setahun, baru kuliah tahun 2009" Jawab Azmi
" Beda 2 tahun, kirain cuma setahun, antum sudah senior., pantas kritis banget. Aduh, gak sopan kalau hanya memanggil dengan namanya. Kita panggil Ka Azmi aja yaa.." Shinta dari belakang ikut nimbrung.
" Lho, lho.. jangan gitu dong., kesannya saya tua banget lho. Azmi aja.." Azmi menolak. Kami semu tertawa.
" Gak apa-apa.. Ka Azmi, ini bentuk hormat kami pada senior hehe.." Kataku akhirnya. Azmi setuju.
***
Usai pembicaraan di perpus kemaren. Aku semakin dekat dengan Azmi. Sering kali ia mengajakku berdiskusi kecil ditaman fakultas usai kuliah. Tak jarang pula ia mengajakku makan di Kafe Cangkir, kadang dengan shinta, kadang berempat dengan eko atau Zahid. Malam hari saat liburan semester ia mengirimiku pesan, sekedar bertanya kabar atau kegiatanku. Aku sangat menikmati keadaan ini. Shinta bilang Azmi ada rasa denganku. Karena tatapannya padaku dengan yang lain berbeda. Aku masih belum percaya.
Saat memasuki musim ujian, azmi juga sering membantuku belajar. Hingga IP ku menembus 3.95 hampir 4. Dan Azmi ia sudah pasti memperoleh nilai 4. Pemuda itu sangat cerdas. Aku sangat mengaguminya. Ia juga pandai disemua mata kuliah, cap cis cus inggrispun jago. Dihari ia mengikuti tes seleksi debat bahasa arab nasional, ia lolos. Aku semakin kagum dengannya. Suaranya juga bagus. Pernah suatu hari, saat ashar mengumandangkan adzan dimushalla fakultas. Suaranya indah dan merdu, agak sedikit berat tapi aku suka.
Ah.. ada apa denganku?
Azmi menawariku untuk lanjut s2 bareng diluar negeri. Aku belum jawab. Lagi-lagi kata shinta, saat aku tidak hadir kuliah, ia sering menanyaiku. Aku jadi yakin kalau ia menyukaiku. Tapi tak pernah jujur mengatakan itu. Aku cuma tahu dari perhatian-perhatiannya padaku.
Hingga suatu hari.
"Fa, lu suka ka Azmi ya?" Liza, teman sekelasku menodongku dengan pertanyaan yang mengagetkanku. Dari mana ia tahu? Aku sangsi sekali menjawab pertanyaannya.
Walau dihati aku mengakuinya.
"Tiii....dak..!" Kataku, bohong.
" Baguslah...." Liza pergi meninggalkanku yang masih diselimuti rasa bingung.
****
Awal semester akhir. Aku sudah jarang bertemu dengan teman-teman sekelas. Semua sibuk dengan tugas akhirnya masing masing, skripsi.
Aku pun semakin jarang bertemu Azmi. Sungguh, aku rindu ingin melihatnya. Apa yang sedang terjadi denganku, aku sudah tahu. Aku jatuh cinta pertama kalinya, Ya pertama kali, dan cintaku pada Azmi. Hingga ketika sidang munaqasyah skripsi, jadwalku bareng denganya. Pagi-pagi sekali ia datang ke kosanku untuk bertanya apakah snack dan buah-buahan untuk munaqisy sidang sudah disiapkan atau belum. Aku ditunjuk sebagai panitia saat sidang, tugasku bertanggung jawab menyediakan snack, makan siang dan buah untuk para munaqisy dan peserta meski skripsiku juga akan disidang hari itu. Aku belum sempat membeli air mineral botol, azmi datang membantuku. Maka pagi itu juga, kami berangkat kepasar membeli minuman untuk jam 9 nanti. Dengan motor meticnya ia memboncengku. Hari masih sangat pagi. Toko dan agen warung masih tutup. Azmi menggas lagi motornya mencari warung yang sudah buka, namun belum juga ketemu.
" Bagaimana, Kak?" Tanyaku khawatir
" Kita tunggu aja dulu yaa.. " katanya " Wifa udah sarapan belum?" lanjutnya. Aku menggeleng
" Aku gak biasa makan pagi.." jawabku. raut cemas diwajah masih kentara, azmi menyadari itu.
" Sudah.. gak apa-apa. Sidangnya kan jam 9 baru mulai. Ini masih pagi. Nanti juga tokonya buka." lanjut Azmi lagi.
"Bukan masalah itu ka, aku takut gugup nanti pas sidang. Tadi malam sudah begadang belajar tapi masih aja degdekan hati." Jawabku jujur
"Oh itu.. ini kakak kasih amalan. Ini dari kyai kakak di Malang dulu. Baca surah Al-insyirah 11 x sebelum maju sidang. Insya Allah, akan dimudahkan Allah. " Aku mengikuti sarannya.
Lagi, azmi berkata.
" Sayang sekali.. pas kamu sidang, kakak juga sidang jadi gak bisa liat kamu" Azmi menatapku, tatapannya sedikit kecewa. Aku semakin luruh.. Kak.. tolong jujur.. Apa kamu menyukaiku?
Kata-kata ini hanya bergemuruh dihatiku.
****
5 bulan kemudian. Usai acara wisuda. Kami benar-benar hilang komunikasi. Aku sudah kembali ke Bekasi. Shinta ke palembang, kampung halamannya. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. tidak ada yang berubah meski kami sudah sibuk dengan kegiatannya masing masing. Walau begitu, rasa rinduku tetap sama. Aku masih mendambanya hingga kini. Sungguh aku rindu dengan segala perhatiannya dulu. Aku rindu. Aku rindu sejadi-jadinya. Malam dini hari usai tunaikan 2 rakaat malam dan istikharah. Dan murajaah selembar hafalan Qur'an. Aku memohon petunjuk pada Allah.. Aku takut cinta dan rinduku ini membutakanku. Aku mohon petunjukNya. Aku mohon untuk dihilangkan saja perasaan ini.
Menjelang subuh, sengaja aku membuka facebook ingin mengetahui perkembangan teman-temanku setelah wisuda. Di wall facebookku ada status terbaru dari pemuda itu. Ia menulis.
المحبة ليست في وسع البشر وإنما هي نعمة عظيمة من الله الحنان.
Ya Rabb.. ini seperti jawaban istikharahku. Kenapa pas sekali dengan keinginanku ini. Ka Azmi..
Air mata ini tak mampu kubendung.
Aku semakin rindu. Aku rindu.
Kuputuskan untuk berterus terang saja padanya tentang perasaan yang kualami.
Pemudapun sepertinya itu sedang Online di facebook.
" Assalamulaikum Kakak. Apa Kabar? Wifa berharap kaka selalu sehat dan dimudahkan belajarnya disana, dibumi Para Auliya'. Kak, Maaf sebelumnya kalau pesan ini mengusik kakak. Wifa cuma mau jujur tentang apa yang wifa rasakan selama ini. Kak, sebenarnya sejak kenal kakak, wifa merasa ada hal yang berbeda. Semula wifa mengingkari itu. Namun lama-lama kelamaan ia semakin membesar, bahkan menjalar, bersemak dan bersemayam. Wifa tahu ini terlalu dini. Oleh karena itu, semoga Kejujuran ini, tidak mengganggu belajar kakak disana. Sungguh, hanya ini yang ingin wifa sampaikan. Kakak juga gak perlu membalas pesan ini.
Terima kasih.
Yang mengagumi kakak..
Wifa El Khairah.
Pesan sudah kukirim seiring bersamaan dengan Adzan shubuh. Aku bangkit menunaikan 2 rakaat fajar. Hati sedikit lega. Yaa Allah.. Tawakkaltu bika..
Aku pasrah, aku tawakkal. Apapun yang ia pikirkan tentangku nanti setelah ia baca pesanku. Aku ikhlas.
Bismillah..
Selesai.
Sebut saja namanya Azmi, Muhammad Azmi. Aku mengenalnya 7 tahun yang lalu. Lelaki muda kisaran 21 umurnya sedang berdiri didepan fakultas kami, Fakultas Dirasat Islamiyah. Ia tersenyum ramah menyapa teman-teman mahasiswa baru seusianya. Sekilas tidak ada yang spesial, Tampangnya pun biasa saja. Hanya memang, disaat teman-teman yang lain masih malu untuk berkenalan sesama mahasisa baru, ia tampil dengan sangat percaya diri menyalami teman teman barunya. Ia mendekatiku.
" Sudah baca pengumuman belum?" Tanyanya, aku menggeleng.
" Anti anak baru juga, Kan?" Lanjutnya lagi, Kembali aku mengangguk.
3 Tahun tingal dipondok Bekasi, lalu ditambah lagi 4 tahun didaerah Bogor membuatku agak sedikit risih jika berkomunikasi dengan lawan jenis. Tahu sendirilah.. bagaimana kehidupan di pesantren itu, santri putra dengan putri dipisah, kami tidak pernah disatukan kecuali saat acara wisuda kelas 3 Aliyah, itupun antara putra dan putri tetap dipisah tempat duduknya.
" Pengumaman apa?" Tanyaku pelan. Kupikir ia tak mendengar, karena setelah pertanyaan keduanya yang hanya aku jawab dengan isyarat kepala, ia langsung membalikkan badan mendekati kawan yang lain. Tapi dugaanku salah. Ia menoleh dan senyumnya masih mengembanmg.
" Pengumuman pembagian kelas, dilantai 2 dekat Aula.." Jawabnya. Aku mengangguk.
" Syukron.." Ujarku sambil ngloyor menuju ljantai 2.
Disana sudah berkumpul banyak orang, Mahasiswa baru yang juga sedang membaca rentetan tulisan dalam kertas putih. Aku mengalah. Semuanya lelaki. Biar nanti saja, betinku.
" Masmuki?" Lagi, Azmi bertanya mendekatiku. Aku terperangah, cepat sekali dia naik keatas.
" Wifa. Wifa El-Khairah Ramadhan.." kataku pelan
" Oke...!, ana bantu yaa.. Intazhir lahzhah. " Katanya lagi memintaku menunggu. Ia berjalan menuju mading, menerobos kerumunan manusia yang juga sedang mencari tahu dimana kelasnya belajar.
Cepat sekali. Belum semenit ia sudah menemukan namaku, dan berjalan kembali mendekatiku yang masih berdiri agak jauh dari mading.
" Anti dikelas C. Sama ana juga, kelasnya dilantai 4." katanya.
" Tadi ana udah kekelas, tapi masih kosong. Kayaknya sekarang sudah banyak yang dateng deh. Ke kelas aja yuk.." Lanjutnya lagi. Aku mengangguk mengikuti pemuda didepanku ini. Sungguh! aku lebih baik mencari tahu sendiri kelasku walau harus menunggu kerumanan teman-teman depan mading berakhir. Aku tidak terbiasa dikeadaan ini. Tapi, walau bagaimanapun aku tetap harus berterima kasih padanya karena tidak harus menunggu lama dan membuat waktuku terbuang, apalagi hari pertama ini langsung aktif belajar.
Dugaan lelaki dihadapanku ini benar sekali, begitu kami sampai dan masuk kelas. sudah banyak teman-teman yang menunggu. Semua kursi sudah terisi penuh tersisa satu yang kosong namun diatasnya sudah ada tas. Aku yakin sekali kursi itu pasti sudah diisi seseorang. aku bingung sekali, bagaimana aku belajar kalau kursinya kurang. Kuputuskan untuk keluar mencari kursi di kelas sebelah.
" Tunggu wif..!" Ujar Azmi lagi
" Duduk sini aja, biar entar ane yang nyari.." Lanjutnya lagi. Rupanya kursi kosong tadi milik Azmi yang sengaja meninggalkan tasnya tadi dikelas.
" Lho, gak apa-apa.. biar saya cari aja, antum duduk aja ." Kataku akhirnya, tak enak hati.
" Udeh.. gak apa-apa, Santai.."Jawabnya lagi..
Duuh.. Gusti..sungguh aku jadi gak enak hati. Tapi Azmi dengan santainya keluar kelas mencari kursi ke kelas samping, kulihat ia bolak balik menuju kelas samping sebelah kiri. Tak Ada, ia berjalan lagi menuju kelas yang disebelah kanan. tak ada. Aku semakin tak enak hati. Teman-teman yang lain mentertawakan pemuda itu.
" Ndeprok aja Mi,.." Ujar salah satu dari mereka. Aku tak tahu siapa yang bicara. Dibales Azmi dengan cengengesan.
5 menit ia mondar-mandir mencari kursi, akhirnya dapet juga diperpus. Kursinya beda sendiri.' " "Teman pondoknya, Azmi ya?" Tanya gadis muda yang duduk disebelahku.
" Bukan..." Jawabku sambil menggeleng
" Ooh.. Kirain.." Katanya lagi " Aku Shinta dari Palembang tapi ngekos disini dekat.." Lanjutnya mengenalkan diri padaku. Kujawab dengan hal yang sama, sebut nama juga tak lupa alamat tinggal.
" Kirain temannya Azmi tau, fa. Soalnya tuh anak repot banget dari tadi." Shinta kembali menimpali. Aku tersenyum meringis. " Baru kenal tadi di bawah.." Jawabku.
"Anti kenal dia emang?" Tanyaku
" Kenal, dia dulu di Fakultas Adab katanya, sampai semester 2, terus pindah ke Fdi, nyari yang beasiswa. Aku kenal dia juga gak sengaja waktu mau bikin rekening Beasiswa BLU di Bank senin kemaren." Jawab gadis dihadapanku lagi.
" Orangnya asiik, mudah akrab. Pantesnya jadi ketua kelas tuh anak" Shinta melanjuti lagi.
Aku masih tersenyum mengangguk. kata-kata shinta kubenarkan. Azmi memang ramah. Lebih tepatnya mudah bergaul. Kuperkirakan hampir sekelas ini pasti sudah mengenalnya.
Kulihat lagi ia yang duduk berjarak 5 kursi dariku.Azmi sedang bercanda dengan teman-teman yang lain, tertawa renyah tanpa adak perasaan risih sedikitpun. Pemuda kemeja coklat kotak-kotak dipadukan dengan celana bahan, rambutnya tersisir rapih, dengan jam tangan armi berwarna hitam. Ramah sekali ia mengobrol dengan sesamanya, tanpa beban, tanpa rasa malu. Dan Saat itulah.. ketika retina mataku sedang memperhatikanya , disaat yang sama ia juga melirikku. Seketika seperti ada sesuatu yang kurasakan aneh dalam hati, desiran aneh tak berdefinisi. Ia tersenyum mengangguk, memamerkan rentetan giginya yang putih tersusun rapih. Oh Tuhan... Ada apa ini? Seakan jutaan aliran volt menggelitik dadaku. Aku tak tahu entah kenapa.Secepat mungkin aku menunduk, mengalihkan tatapannya dari pandanganku. Astaghfirullahal adzhim...
Hey, fa..!
Ada apa denganmu?
*****
Ciputat diguyur hujan deras sore ini. Kelas mata kuliah Civic Education oleh Ustadzah Humairah berakhir riuh, pemakalah dan audiens beradu argumen soal demokrasi. Usai menunaikan ashar di Mushalla fakultas, beberapa teman mulai berhamburan keluar. Beberapa yang lainnya menyuruhku untuk bertahan meneduh digedung rektorat. Tapi aku lebih memilih terus berlari kecil menerobos hujan. Bukan, bukan karena aku menyukai hujan, bukan pula karena aku sedang terburu-buru ada keperluan. Namun semata-mata hanya karena pemuda itu. Ya pemuda yang kukenal 2 minggu lalu itu berada diantara teman-temanku disana, ikut meneduh digedung rektorat menunggu hujan reda. Aku tak ingin berlama-lama dekat dengannya, melihatnya mengobrol dengan teman-teman. Melihat senyum ramahnya saat berguyon. Dan apapun yang ada pada diri pemuda. Aku ingin menghindarinya.
***
"Ya Ukhty, Almathluub minki Al-ijaabah shohiihah, shariihah wa muqni'ah. Idzan, Isyrah lanaa marratan 'adiidah!"
Azmi mencecariku dengan pertanyaannya yang beruntun. Mata kuliah Fiqhul muqaarah atau fiqih perbandingan 4 mazhab ini sungguh menyulitkanku. Ikhtilaf para ulama saat beriztihad dalam menentukan sikap masalah furu'iyah sungguh membingungkan. Banyak sekali perbedaan diantara muztahid. Sungguh aku kwalahan. Ditambah patner presentasiku tidak masuk hari ini. Mau tidak mau harus siap sendiri menyajikan makalah dan mempresentasikannya didepan kelas. Kulihat Azmi masih memandangku. Sorot matanya sungguh dalam. Seperti ada bahasa yang tak tersirat yang ingin ia sampaikan. Hampir saja aku tak berdaya dengan sorot mata itu. Allah.. apapun yang sedang terjadi dengan hatiku, kumohon lindungi aku..
Bismillah.. dengan hati-hati dan lantang kucoba menjawab pertanyaan pemuda itu. Ia seperti mengangguk paham dengan penjelasanku.
Kukatakan padanya "Qana'tum 'an ijaabatiy?" Pemuda itu mengganguk setelah akhirnya ia kembali berkata.
"Qana'tu. Lakin Ahtaaj ilal bayaan aksar mimmaa qulti Aanifan. Lidzaa, uriidu suaal ba' da addiraasah.."
Kelas berakhir karena sudah jam istirahat makan siang. Kuputuskan untuk makan dikantin. Sebuah rumah makan yang berada tepat disamping fakultas. beberapa teman ada yang mengikutiku. Selain tempatnya kondusif, tak jauh, makanannya juga enak dan murah. Ditambah rumah makan disini prasmanan, pembeli mengambil sendiri menu yang disuka.
Lalu dibawa ke kasir yang berada persis disampingnya, setelah itu baru kita bisa memakannya dengan santai dimeja-meja yang sudah didesain seperti sebuah saung sunda.
Usai membayar makananku dikasir, ke lima teman kelas mengajakku menuju sebuah meja yang kosong dekat westafel. Baru saja akan melahap makanan, seseoraang berjalan mendekat dan berkata.
" Boleh gabung disini, gak?"
Deg! Azmi. Aku kikuk. Oh Allah..
Beberapa teman yang lain mempersilahkan azmi duduk bergabung bersama. Sekarang kami jadi berenam. 2 perempuan dan 4 laki-laki.
"Fa, presentasimu oke lho tadi.." Shinta memecah keheningan.
"Betul tuh shin, padahal dia maju sendiri. Kalau ane mah pasti udh ketar ketir tuh" Eko menimpali. Kami semua tertawa.
" Bagus, tapi masih ada yang kurang, fa" Ujar azmi tiba-tiba menghentikan tawa kami. Semua menoleh kearahnya.
" Maksudnya, Az?" Tanya eko
Aku menunduk.
" Wifa tadi lupa kasih keterangan pendapat yang paling roojih diantara banyaknya ikhtilaf ulama" Azmi menatapku, yang lain mengangguk, aku cuma diam.
" Itu yang ane mau tanyain. Juga masih ada yang kurang dalil masyru'iyyahnya, kamu hanya ngambil dari Qur'an padahal dihadis juga banyak.." Lanjut Azmi lagi nadanya sedikit rendah, takut aku tersinggung.
" Yaa... maklumlah wifa kan kelompok pertama yang maju, jadi belum lengkap makalahnya, ini bisa jadi masukan buat kelompok yang akan datang. Malah menurut ane, apa yang disampaikan wifa barusan itu sangat rinci dan gamblang, mudah dipahami. Antum kan pernah difakultas adab, artinya pernah kuliah sebelumnya jadi sudah ada pengalaman. Nah kalo wifa? tenang aja fa... ane belain anti nih. Azmi emang gitu orangnya.. suka rese klo ada yang presentasi. Soalnya ane sekelas dulu di Adab hahaha.." Zahid membelaku. Aku tersenyum, yang lain tertawa dan mengangguk tak terkecuali Azmi.
" Gak apa-apa. Ini masukan yang baik banget. Syukran ya.." Ujarku akhirnya pada Azmi, pemuda itu mengacungkan ibujarinya dan tersenyum ramah.
***
Jam terakhir pekuliahan, kelas kosong. Ustad Muhammad, dosen tayyarat fikriyah tidak masuk sedang pergi keluar kota. rata-rata temanku pulang kerumahnya walau ada juga yang masih betah dikampus meski cuma sekedar numpang Wifi-an atau ngadem di Mushalla Fakultas. Aku sendiri lebih memilih di purpus, keruang digital mengakses beberapa buku referensi untuk persiapan presentasi ilmu tauhid.
Kulihat ada Azmi disana, duduk seorang diri dengan sebuah kitab ditangan. Ia menyadari kehadiranku. Baru saja aku ingin berbalik keluar, pemuda itu memanggilku.
"Fa, disini saja gak apa-apa..!" Katanya
"Eh, Iya.. aku disini aja .."Jawabku sekenanya. Ruang perpus ini lumayan luas, ruang kitab dengan digital hanya disekati papan dan temboknya sebagian dari kaca jadi terlihat jelas siapa saja yang sedang disini. Kebanyakan kakak senior. Jarak kursiku dengan Azmi hanya berbeda 3 kursi. Azmi memulai pembicaraan,
" Aliyahnya dulu dimana, Fa?" Tanyanya
" Saya di Ummul Qura, Bogor" Jawabku
"Oh..saya tahu itu. Saya dulu di Bogor juga, terus pindah ke Malang, Darul Hadist. Saya dulu sekelas ams Zahid di Adab. Ngambil sastra arab. Terus pindahlah ke dirasat. Diadab dulu kami belajar dari dasar.. disana banyakan yang lulusan SMA, Jadi belajarnya dari awal lagi. Kurang pas lah .. menurut saya. " Azmi melanjuti.
" Jadi setahun lebih senior dari teman-teman dikelas yaa.." Ujarku
Ia tersenyum mengangguk.
" Wifa lulus Aliyah tahun 2010 kan? Saya tahun 2008. Setelah itu mengabdi di pesantren setahun, baru kuliah tahun 2009" Jawab Azmi
" Beda 2 tahun, kirain cuma setahun, antum sudah senior., pantas kritis banget. Aduh, gak sopan kalau hanya memanggil dengan namanya. Kita panggil Ka Azmi aja yaa.." Shinta dari belakang ikut nimbrung.
" Lho, lho.. jangan gitu dong., kesannya saya tua banget lho. Azmi aja.." Azmi menolak. Kami semu tertawa.
" Gak apa-apa.. Ka Azmi, ini bentuk hormat kami pada senior hehe.." Kataku akhirnya. Azmi setuju.
***
Usai pembicaraan di perpus kemaren. Aku semakin dekat dengan Azmi. Sering kali ia mengajakku berdiskusi kecil ditaman fakultas usai kuliah. Tak jarang pula ia mengajakku makan di Kafe Cangkir, kadang dengan shinta, kadang berempat dengan eko atau Zahid. Malam hari saat liburan semester ia mengirimiku pesan, sekedar bertanya kabar atau kegiatanku. Aku sangat menikmati keadaan ini. Shinta bilang Azmi ada rasa denganku. Karena tatapannya padaku dengan yang lain berbeda. Aku masih belum percaya.
Saat memasuki musim ujian, azmi juga sering membantuku belajar. Hingga IP ku menembus 3.95 hampir 4. Dan Azmi ia sudah pasti memperoleh nilai 4. Pemuda itu sangat cerdas. Aku sangat mengaguminya. Ia juga pandai disemua mata kuliah, cap cis cus inggrispun jago. Dihari ia mengikuti tes seleksi debat bahasa arab nasional, ia lolos. Aku semakin kagum dengannya. Suaranya juga bagus. Pernah suatu hari, saat ashar mengumandangkan adzan dimushalla fakultas. Suaranya indah dan merdu, agak sedikit berat tapi aku suka.
Ah.. ada apa denganku?
Azmi menawariku untuk lanjut s2 bareng diluar negeri. Aku belum jawab. Lagi-lagi kata shinta, saat aku tidak hadir kuliah, ia sering menanyaiku. Aku jadi yakin kalau ia menyukaiku. Tapi tak pernah jujur mengatakan itu. Aku cuma tahu dari perhatian-perhatiannya padaku.
Hingga suatu hari.
"Fa, lu suka ka Azmi ya?" Liza, teman sekelasku menodongku dengan pertanyaan yang mengagetkanku. Dari mana ia tahu? Aku sangsi sekali menjawab pertanyaannya.
Walau dihati aku mengakuinya.
"Tiii....dak..!" Kataku, bohong.
" Baguslah...." Liza pergi meninggalkanku yang masih diselimuti rasa bingung.
****
Awal semester akhir. Aku sudah jarang bertemu dengan teman-teman sekelas. Semua sibuk dengan tugas akhirnya masing masing, skripsi.
Aku pun semakin jarang bertemu Azmi. Sungguh, aku rindu ingin melihatnya. Apa yang sedang terjadi denganku, aku sudah tahu. Aku jatuh cinta pertama kalinya, Ya pertama kali, dan cintaku pada Azmi. Hingga ketika sidang munaqasyah skripsi, jadwalku bareng denganya. Pagi-pagi sekali ia datang ke kosanku untuk bertanya apakah snack dan buah-buahan untuk munaqisy sidang sudah disiapkan atau belum. Aku ditunjuk sebagai panitia saat sidang, tugasku bertanggung jawab menyediakan snack, makan siang dan buah untuk para munaqisy dan peserta meski skripsiku juga akan disidang hari itu. Aku belum sempat membeli air mineral botol, azmi datang membantuku. Maka pagi itu juga, kami berangkat kepasar membeli minuman untuk jam 9 nanti. Dengan motor meticnya ia memboncengku. Hari masih sangat pagi. Toko dan agen warung masih tutup. Azmi menggas lagi motornya mencari warung yang sudah buka, namun belum juga ketemu.
" Bagaimana, Kak?" Tanyaku khawatir
" Kita tunggu aja dulu yaa.. " katanya " Wifa udah sarapan belum?" lanjutnya. Aku menggeleng
" Aku gak biasa makan pagi.." jawabku. raut cemas diwajah masih kentara, azmi menyadari itu.
" Sudah.. gak apa-apa. Sidangnya kan jam 9 baru mulai. Ini masih pagi. Nanti juga tokonya buka." lanjut Azmi lagi.
"Bukan masalah itu ka, aku takut gugup nanti pas sidang. Tadi malam sudah begadang belajar tapi masih aja degdekan hati." Jawabku jujur
"Oh itu.. ini kakak kasih amalan. Ini dari kyai kakak di Malang dulu. Baca surah Al-insyirah 11 x sebelum maju sidang. Insya Allah, akan dimudahkan Allah. " Aku mengikuti sarannya.
Lagi, azmi berkata.
" Sayang sekali.. pas kamu sidang, kakak juga sidang jadi gak bisa liat kamu" Azmi menatapku, tatapannya sedikit kecewa. Aku semakin luruh.. Kak.. tolong jujur.. Apa kamu menyukaiku?
Kata-kata ini hanya bergemuruh dihatiku.
****
5 bulan kemudian. Usai acara wisuda. Kami benar-benar hilang komunikasi. Aku sudah kembali ke Bekasi. Shinta ke palembang, kampung halamannya. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. tidak ada yang berubah meski kami sudah sibuk dengan kegiatannya masing masing. Walau begitu, rasa rinduku tetap sama. Aku masih mendambanya hingga kini. Sungguh aku rindu dengan segala perhatiannya dulu. Aku rindu. Aku rindu sejadi-jadinya. Malam dini hari usai tunaikan 2 rakaat malam dan istikharah. Dan murajaah selembar hafalan Qur'an. Aku memohon petunjuk pada Allah.. Aku takut cinta dan rinduku ini membutakanku. Aku mohon petunjukNya. Aku mohon untuk dihilangkan saja perasaan ini.
Menjelang subuh, sengaja aku membuka facebook ingin mengetahui perkembangan teman-temanku setelah wisuda. Di wall facebookku ada status terbaru dari pemuda itu. Ia menulis.
المحبة ليست في وسع البشر وإنما هي نعمة عظيمة من الله الحنان.
Ya Rabb.. ini seperti jawaban istikharahku. Kenapa pas sekali dengan keinginanku ini. Ka Azmi..
Air mata ini tak mampu kubendung.
Aku semakin rindu. Aku rindu.
Kuputuskan untuk berterus terang saja padanya tentang perasaan yang kualami.
Pemudapun sepertinya itu sedang Online di facebook.
" Assalamulaikum Kakak. Apa Kabar? Wifa berharap kaka selalu sehat dan dimudahkan belajarnya disana, dibumi Para Auliya'. Kak, Maaf sebelumnya kalau pesan ini mengusik kakak. Wifa cuma mau jujur tentang apa yang wifa rasakan selama ini. Kak, sebenarnya sejak kenal kakak, wifa merasa ada hal yang berbeda. Semula wifa mengingkari itu. Namun lama-lama kelamaan ia semakin membesar, bahkan menjalar, bersemak dan bersemayam. Wifa tahu ini terlalu dini. Oleh karena itu, semoga Kejujuran ini, tidak mengganggu belajar kakak disana. Sungguh, hanya ini yang ingin wifa sampaikan. Kakak juga gak perlu membalas pesan ini.
Terima kasih.
Yang mengagumi kakak..
Wifa El Khairah.
Pesan sudah kukirim seiring bersamaan dengan Adzan shubuh. Aku bangkit menunaikan 2 rakaat fajar. Hati sedikit lega. Yaa Allah.. Tawakkaltu bika..
Aku pasrah, aku tawakkal. Apapun yang ia pikirkan tentangku nanti setelah ia baca pesanku. Aku ikhlas.
Bismillah..
Selesai.
Komentar
Posting Komentar