Dekat dengan Surga ( Story of Life)

Suatu ketika Aku, Ayah dan kedua adikku Muhammad faqih dan si bungsu Siti Ulinnuha sedang duduk bersama diruang tamu setelah selesai makan malam. Dan sudah menjadi rutinitas Ayah saat ketiga anak-anaknya sedang berkumpul mengisi liburan akhir pekan dirumah, Ayah selalu memberikan nasihat dan motivasi agar kami anak-anaknya selalu semangat dalam menuntut ilmu.        
     Hari itu, Ayah bercerita tentang masa kecilnya. Sejak kecil hidup Ayah sangat susah. Namun keadaan tersebut justru memotivasi dirinya untuk semangat belajar.  Ayah adalah bungsu dari 5 bersaudara. Ibunya meninggal ketika ayah berumur 5 tahun, dan  Babanya ( dalam bahasa betawi: Ayah) Ayah menikah lagi dengan seoang janda beranak 4. Sejak saat itu ayah diasuh oleh neneknya. Dan oleh nenek  Ayah dididik untuk mandiri, agar dapat tetap bersekolah ayah harus membantu nenek berjualan telur asin, lontong dan kerupuk sambel.   Lulus aliyah Ayah menikah dengan Ibu, dan untuk bisa menafkahi keluarga kecil ayah, semua pekerjaan beliau lakukan, dari menjadi seorang guru ngaji, berjualan bambu hingga kompor sumbu, ayah juga bekerja sebagai tukang listrik di PLN. Dan Masih banyak kisah masa kecil ayah yang beliau samapaikan pada kami malam itu.        
Usai bercerita, Aku tak menyadari jika jilbabku sudah penuh basah oleh airmata. Aku baru sadar ketika adikku si bungsu yang saat itu berumur 9 tahun mengejekku.
Ujarnya pada Ayahku “ Ayah, Empa ( panggilanku saat dirumah) nangis!”
Aku menunduk malu, karena hanya diriku saja yang benar-benar hanyut dalam kisah kecil ayahku, dan aku menangis! Bahkan didepan adik-adikku.
“ Kamu kenapa menangis?” tanya ayah Aku masih menunduk
“ Sedih.. denger cerita ayah” jawabku malu-malu, pelan.
Sontak kedua adikku berbarengan mmentertawaiku.Aku semakin menunduk. Kulihat ayah hanya tersenyum
“ Ayah, Lihat deh idungnya Empa  merah, baju jilbabnya basah haha.. Empa cengeng banget, dikit-dikit nangis. Dulu waktu dipondok dijengukin nangis, gak dijengukin juga nangis. Dibagi duit nangis, gak dibagi duit juga nangis, hahaha...ih malu deh, uyin ( panggilan kecil adikku pd dirinya sendiri) aja gak nangis!”. Ujarnya lagi pada ayahku.

     Sejak kecil bahkan hingga dewasa dan umurku kini sudah 22  tahun  aku memang dikenal cengeng oleh keluarga, aku sendiri tak tahu penyebab air mata ini yang gampang sekali keluar. Dan kedua adikku selalu mengejekku yang gampang sekali menangis padahal aku sulung dari tiga bersaudara. Aku ingat sekali memang, dulu saat masih nyantri dipondok, ketika dijengukin orangtua aku sering menangis entah apa penyebabnya. Disaat teman2 pondokku menangis minta pulang tak betah tinggal dipondok, aku malah menangis karena dijengukin, padahal jika tidak dijengukinpun aku nangis. Ayah dan ibuku sampai bingung bahkan  ketika ayah memberikan uang untuk jajan dipondok pun aku menangis.
Ayah bertanya   “ Empa kanapa si? Nangis terus.. Uang yang ayah kasih kurang? Nanti ayah tambah lagi..” Aku diam, menggeleng.
“ Enga apa-apa, empa pengen nangis aja..” Jawabku sekenanya. Hehe..

     Ketika aku kuliah dan tinggal dikosan. Tiap seminggu sekali ayah menelponku sekedar bertanya kabar dan kegiatanku dikampus. Malam itu ayah menelpon, suara ayah serak dan bindeng, beliau bilang tadi kehujanan saat kerja sehingga malam ini flu. Lagi-lagi aku menangis, padahal ayahku hanya sakit flu. Dan saat dosen pembimbing skripsiku Dr. Ahmadi Usman memotivasiku, memberiku semangat agar aku bisa menyelesaikan skripsi dan hafalan tepat waktu aku malah menangis, tanpa sepatah katapun keluar untuk menjawab setiap pertanyaan beliau. Pernah pula suatu hari teman sekelas datang kepadaku, ia bercerita bahwa dirinya sedang punya masalah yang berat, dan ia ingin aku menghibur dan mensupportnya, bukannya malah memberikan semangat atau dorongan agar ia tidak lagi bersedih, aku malah ikut hanyut dalam kesedihan ceritanya, pada parahnya lagi tangisku lebih darinya. Aku benar-benar tak mengerti! Mengapa airmata ini cepat dan mudah sekali keluar.
“Kamu bahagiamu saja kamu menangis, bagaimana sedimu”, ujar temenku suatu hari          

     Belum lagi saat menonton kisah-kisah drama yang menyentuh, 1 box tissu habis olehku sendiri. Dan jika tak ada tissu, jilbab atau bahkan kain selimut untuk tidur jadi korban untuk mengusap tangisk dan tentu saja ingusku. Ampuun..        
Dan kemarin, saat aku dan temanku bersilaturrahmi kerumah dosen penguji skripsiku dulu Dr.Tb Ade Asnawi, beliau banyak memberiku nasihat dan motivasi agar terus melanjutkan studiku ke jenjang magister. Lagi-lagi tangis haruku melebur denger tiap-tiap kalimat yang keluar dari mulut beliau. Aku terharu bahagia betapa beliau guruku memperhatikanku.        

  Suatu ketika, pukul 1 dini hari tiba-tiba ibuku mengetuk pintu kamarku.
“ Kenapa bu?” tanyaku
“ Ibu denger suara tangisan, kamu  menangis ya?” tanya ibuku balik, aku tersenyum malu-malu sambil mengangguk dan berujar
” Iya .. hehe.. empa lagi baca buku, ceritanya sedih banget, jadi nangis hehe..”
“ Ya Allah.. kamu ini! ibu kira ada apa .., yaudah tidur udah malam besok saja lanjutin baca bukunya!” jawab beliau sebelum keluar kamarku.
Hati ini memang mudah sekali tersentuh oleh hal-hal yang mengharukan, susah dan senang hidup airmata ini begitu mudah mengalir. Dan hingga saat ini predikat cengeng dalam keluarga masih melekat padaku, dan adik-adikku yang jail masih terus mengejekku jika tiba-tiba aku menangis karena hal yang menurut mereka sebenarnya sepele. Hingga malam itu, karena saking seringnya faqih dan ulin mengejekku, akhirnya ayahku tiba-tiba membelaku.
“ Encih ( panggilan kecil adikku, faqih) .. uyin... nih dengerin ucapan ayah. Seorang anak yang hatinya mudah tersentuh, mudah menangis, mudah terharu oleh hal-hal atau cerita yang menggetarkan hatinya, itu tandanya ia anak yang baik, anak yang sholeh, anak yang deket dengen surga.” Ujar ayahku suatu hari, Kedua adikku terdiam, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Dalam hati aku bahagia mendapat pembelaan dari ayah.  Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan ketika mendengar kata-kata ayah barusan, aku tersenyum puas seketika mereka berhenti mengejekku sebagai kakak yang cengeng.
     And Finally, sampai sekarang kedua adikku tak lagi mentertawaiku ketika aku menangis. Betul memang ayah bilang, aku ingat sebuah ayat Al-qur’an yang berbunyi “ Fal yadhhakuu qaliilan, walyabkuu katsiran” Menangis memang penting. Menangis membuat hati plong, menangis karena dosa membuat hati bertambah takut dan taat pada Allah, menangis ketika sedang punya masalah  atau ujian yang menghimpit sesak didada dapat  meringankan hati meski sesaat. Dan menangis ketika hati bahagia adalah sebagai bukti haru dan syukurnya hati ini bahwa segala anugerah dan nikmat dari Allah semata. Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir