Hadiah Abuya untuk Ayah

Malam itu, usai pengajian kitab Riyadus sholihin oleh  Abuya Kh. Nurul Anwar ayah dipanggil beliau. Dengan langkah tergesa ayah mendekati ulama mudir ma'had Attaqwa itu.
"Ketua, udah haji belum?" Dengan kharismatik abuya kyai Nur bertanya pada ayah sambil sedikit berbisik.
"Belum, Kyai.." Ayah menjawab malu-malu, tersenyum
" Saya kira ketua Dkm udah haji" Jawab Abuya
Lagi-lagi ayah menjawab pertanyaan beliau dengan tersenyum
"Ya sudah, saya minta nomor handphone ketua, nanti saya kabari" Lanjut Abuya.
2 hari kemudian
Handphone Ayah berdering, telpon dari nomer baru.
" Assalamua'laikum, ini dengan ketua Dkm masjid jami' nurul huda?" Terdengar suara diseberang sana
" Wa'alaikum salam, iya benar. Bapak siapa ya?" Tanya balik ayah
" Saya utusannya Abuya, nama sy Nur Anwar. Bapak bisa datang ke kantor KBIH Attaqwa siang ini ba'da zhuhur? " Lagi, seseorang yang menelpon tesebut bertanya.
"Insya Allah, bisa. Memang ada apa ya?" Tanya balik Ayah.
"Pak ustad datang saja dulu, nanti kita bicara dikantor"

Siang hari dengan hati bergetar ayah bertandang ke kantor KBIH Attaqwa.
"Pak Ustad mau diberangkatkan haji sama Abuya, ini hadiah buat ketua" Ujar seorang lelaki yang ternyata sudah diamanahi Abuya Kyai Nurul Anwar sebagai Pimpinan KBIH.
" Allahu Akbar.. " Ujar ayah lirih, takbir dalam hati.
"Alhamdulillah ya Allah, masya Allah.." Ayah semakin terharu.
Bisa berangkat haji ke baitullah adalah cita cita Ayah. Dan cita-cita mulia tersebut Allah kabulkan lewat perantara Abuya. Ayah menangis haru, tak mampu berkata-kata. Sungguh diluar perkiraan Allah, Allah maha berkehendak. Diantara ribuan santri Abuya, ayahlah yang terpilih akan dihajikan beliau. Padahal Ayah bukan lulusan Attaqwa. Ayah hanya mengaji dengan Abuya saat pengajian bulanan di Masjid. Ayah bukan guru di Attaqwa. Mengapa Abuya memilih ayah? padahal banyak ketua DKM lainnya tempat abuya mengisi ta'lim. Mengapa Ayah? padahal dikampungku banyak sekali para asatidz yang juga lulusan dari Attaqwa. Mengapa Ayah?. Hati ayah juga bertanya tanya, persis sama dengan yang kupikirkan. Oh mungkin.. rupanya, Abuya terkesan dengan kegigihan dan ta'zhim Ayah dengan Abuya tiap kali pengajian dimasjid. Aku pun sangat mengakui itu. Bagaimana ayah selalu mengingatkanku sebelum pengajian dimulai untuk membuat teh tidak terlalu manis, airnya harus hangat, agar saat abuya haus ketika baca kitab bisa langsung diminum. Ayah juga selalu ingatkan ibu ketika memasak hidangan untuk abuya makan, agar hati hati dengan bumbu masak, tidak terlalu pedas dan rasanya enak, juga mewanti-wanti bang rusydi marbot masjid untuk merapihkan masjid sebelum abuya datang, mengundang jama'ah untuk hadir agar yg mengaji banyak dan banyak lagi hal lain ayah lakukan sebagai bentuk rasa ta'zhim dan ikhtirom ayah pada beliau.  Begitu pikirku.
Ayahku memang hanya seorang tukang listrik yang kerja di PLN, tapi beliau punya mimpi dan cita-cita yang tinggi. Tidak pernah kulihat beliau menyerah. Ayah sangat mempedulikan pendidikan kami, Aku, adik laki-lakiku juga si bungsu yang dipesantren. Memenuhi kebutuhan belajar ke tiga anaknya, tak pernah sekalipun kami saat belajar merasa kekurangan, ayah selalu mengesampingkan keinginan dirinya. " Kalau ayah mau..." Ujar ayah suatu hari " Ayah pasti sudah dari dulu berangkat haji, tapi ayah kesampingkan cita-cita naik haji ayah itu. Ayah memilih mengutamakan pendidikan anak ayah, agar kelak saat besar tiba, anak ayah menjadi anak yang berilmu, manfaat ilmunya, sukses dunia akhirat, bisa menjadi apa yang anak anak ayah cita-citakan."


Ah, Ayah....
Kami sayang Ayah..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir