Cerpen ( Senandung cinta dibumi Konstantinopel)

Senandung Cinta di bumi Konstantinopel


Namanya Muhammad Al-fatih, Sang Penakluk Konstantinopel Sang Pemberani yang diutus untuk memperluas wilayah islam disepenanjung Turki, tak ada seorangpun yang tidak mengenalnya, Namanya abadi sebagai Sang Penoreh Kegemilangan dan kesuksesan sejarah Dunia Islam. Bahkan para Sahabat Nabi ingin menjadi seperti Muhammad Al-fatih, Rasulullah bersabda: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

Tapi bukan Al-fatih Sang Penakluk Konstantinopel yang aku maksud disini, melainkan Muhammad Al-fatih seorang pemuda asal kampung Sawah daerah pedalaman perbatasan Bogor dan Sukabumi yang akhir akhir ini menjadi pembicaraan para Santri dan Asaatidz dipondok, bahkan Abah dan Umipun kerap kudengar sedang membicarakan pemuda itu. Semua orang disini seakan terhipnotis dengan pesonanya yang sangat bersahaja, tak hanya itu, fatih juga pemuda yang santun, cerdas, rendah hati, dan rajin.

Fatih bukan seorang keturunan Ningrat, juga bukan pula berasal dari keluarga Kiyai, dia hanya seorang yatim piatu yang sejak dilahirkan diasuh oleh Almarhum Mbok Minah tukang masak keluargaku, Mbok Minah sudah meninggal 10 tahun yang lalu, saat itu Fatih masih berumur 15 tahun dan aku berumur 10 tahun. Sajak itulah Abah mengirimnya ke Kudus untuk belajar dan mengahafal Al-Qur’an, sebelumnya ia hanya membantu mbok Minah bekerja dirumahku.

Dan sekarang ia sudah kembali lagi kesini, tempat Almarhum mbok Minah mengabdikan dirinya untuk membantu Abah dan Umi, begitu juga dengan Fatih ia berjanji untuk mewakafkan seluruh dirinya untuk pesantren, begitulah kira kira yang dia ucapkan ke Abah 1 tahun yang lalu.
Fatih mengajar di pesantren, ia mengajar kitab Tafsir jalalain, tarikh islam, juga tahfidz karena memang ia sudah hafidz Qur’an, semua itu Abah yang menyuruhnya untuk membantu mengajar saja dipesantren, namun sesekali kerap aku melihatnya terjun ke dapur membantu Para Khadim untuk memasak buat para santri, aku bahkan pernah melihatnya memanjat pohon kelapa membantu Mang Giman mengambil buah kelapa untuk masak, ia juga tak malu untuk terjun kesungai mengangkut batu kali bersama para santri, ikut membersihkan got yang mampet, ia begitu dekat dengan para santri baik putra maupun putri, siang dan malam pintu kamarnya tak pernah tertutup, selalu terbuka untuk santri belajar, diskusi, setor hafalan atau bahkan sekedar untuk curhat. Fatih dekat dengan semua orang dipondok dari para khadim hingga para Asaatidz senior, sifatnya yang santun dan ramah membuatnya banyak disenangi, dikalangan santri putri ia menjadi idola, bahkan banyak yang menyukainya, memberikan perhatian yang khusus padanya karena memang ia masih muda, umurnya mungkin berkisar 25 tahun. Tapi ia selalu memposisikan dirinya sebagai orangtua, membimbing para santri layaknya anaknya sendiri meski ia belum menikah sehingga para santri menjadi takzim dan senang terhadapnya, begitu juga diriku.

Sudah sejak 15 tahun yang lalu aku dekat dengan fatih, saat aku masih duduk dibangku Sekolah Dasar dialah yang mengantarku kesekolah dengan sepeda setiap harinya, ia pula yang sering menemaniku bermain kuda-kudaan, bahkan ia sering diminta Abah untuk mencari kunang-kunang untukku ketika aku merengek nangis karena keinginanku tak terpenuhi, sejak saat itulah aku menjadi lebih dekat dengan fatih dibanding dengan kakak-kakak kandungku sendiri, namun begitu Mbok Minah meninggal kedekatanku dengan fatih harus berakhir kerena Abah mengirimnya ke Kudus untuk menyantri hingga selesai kuliah S1 disana, 10 tahun sudah aku kehilangan sosoknya, dan kini sosoknya kembali hadir masih seperti fatih yang aku kenal 15 tahun yang lalu, ramah dan bersahaja, hanya saja kini ia lebih menjaga, tak pernah ia berani menatapku, bahkan sekedar basa basi ketika sama-sama berada di kantor sekolahpun tak pernah.
*****

Hari ini Aku telat pulang kuliah, jam sudah menunjukan pukul sembilan 21:20 aku masih berada diperpustakaan kampus untuk menyelesaikan tugas kuliah yang harus dikumpulkan besok pagi, aku menelpon Abah untuk mengutus pak Ali supir Abah agar menjemputku karena jam segini angkot sudah sepi, namun ternyata bukan pak Ali yang menjemputku melainkan dia.
“ Fatih..!” Aku terkejut.
“ Assalamu’alaikum Mbak Yasmin..Abah yang menyuruh saya untuk menjemput mbak, pak Ali sedang sakit jadi gak bisa jemput.” Ujarnya takzim. Aku hanya mengangguk pelan sambil berjalan menuju parkir mobil.
“ Mbak yasmin..sudah besar yah..terakhir saya melihat mbak ketika masih duduk dibangku MI, kuliah ngambil jurusan apa mbak?? Tanya fatih tiba tiba mencairkan suasana yang dingin.
“ Ekonomi.” Aku menjawab singkat, aku merasa aneh dengan pemuda ini, dilingkungan pesantren saja ia berlaga seakan tak mengenalku, bahkan ketika berpapasan mengajar sekalipun ia terlihat tak peduli.

“ Oh...saya pikir mbak yasmin akan menyusul mas Khalid juga kuliah di Mesir.”
ujarnya lagi, Aku tersentak kaget luar biasa, darimana fatih tahu tentang khalid. Aku baru saja akan bertanya darimana fatih tahu tentang khalid, fatih mulai bicara kembali.
“ Khalid itu teman saya saat nyantri di Kudus mbak, anaknya baik dan pintar, saat nyantri saya satu kobong sama mas khalid, dari kelas 1 aliyah sampai lulus kita bareng-bareng terus, mas khalid itu putra kiyai Rasyid Mudir pondok pesantren salafi Al Hikmah Boyolali, dulu saya ketika liburan sering diajak mas Khalid nginep di pondoknya, lulus nyantri dikudus mas Khalid melanjutkan studynya di Al-Azhar, dan yang bikin saya kaget luar biasa ternyata Kiyai Abduh Abahnya mbak Yasmin adalah sahabatnya Kiyai Rasyid ketika dulu sama-sama kuliah di Madinah”.
Fatih menghentikan mobilnya tepat depan rumah, beberapa santri yang sedang piket jaga malam hari melihatku dan fatih yang keluar dari mobil, pesantren mulai sepi para santri sudah pada tidur.
“ ini mbak kunci mobilnya.” Fatih menyerahkan kunci mobil abah padaku.
“ iya.. terima kasih kang” jawabku pelan, wajahku masih tertunduk ke bumi, aku tak berani menatap wajah fatih, aku tahu fatih juga akan melakukan hal yang sama, karena ini sudah berada dilingkungan pesantren. Tapi ternyata dugaanku salah, fatih sedang menatapku namun ketika aku mengetahuinya ia cepat-cepat mengalihkannya. Puluhan istighfar berdesis dari mulut pemuda itu. Fatih cepat bergegas untuk kembali ke kamar, tapi sebelumnya ia kembali berujar.
“oh ya... selamat ya mbak untuk pertunangannya dengan mas Khalid, beliau pemuda yang shalih, saya yakin dia adalah calon Imam yang cocok sekali untuk Mbak yasmin.” Aku diam.
Cess..jutaan aliran volt seakan berdesir di jiwaku, aku tak mengerti apa yang terjadi denganku.

Bersambung....

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Drama ( keteguhan iman keluarga Yasir Bin Amr)

Contoh Surat Rapat Pembentukan Panitia PHBI

Makalah sejarah dan perkembangan ilmu tafsir