Makalah Metodologi Penelitian (Metlit)
PENDEKATAN
ILMIAH
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Pascasarjana pada mata kuliah: Metodologi Penelitian Tafsir
Dosen
Pengampu:
Prof.
Dr. H. Hamdani Anwar, MA

Disusun Oleh:
Wifa El-Khairah Ramadhan
Rofiatu Muna
Rofiatu Muna
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1439H/2017 M
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an sebagai nikmat terbesar
manusia yang sudah sepatutnya
bahkan wajib untuk kita syukuri. Karena
Al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat
manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar
dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an
di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum
Hadist.
Banyaknya persoalan manusia yang
berkembang dimasyarakat pada akhir-akhir ini, salah satu penyebabnya adalah
banyak manusia yang sudah mulai meninggalkan dan melupakan Al Qur’an. Kalau
begini maka yang salah adalah kita semua bukan Al Qur’annya. Di dalam Al Qur’an
banyak ayat-ayat yang mengandung makna untuk menyelesaikan persoalan manusia
baik dalam hubungan muamalah ataupun ’ubudiyah, namun sayang, semua ini belum
tergali guna memberikan pencerahan kepada umat manusia.
Dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an
diperlukan perangkat-perangkat keilmuan yang lain, seperti Ilmu Nahwu, Sharaf (Bahasa Arab), Fiqh,
Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, Sosiologi,
Antropologi dan budaya guna
mewujudkan Al-Qur’an sebagai pedoman dan pegangan umat Islam yang berlaku
sepanjang zaman. Kendati memahami ayat-ayat Al Quran dengan benar tidaklah
mudah, oleh karenanya, dalam memahami Al Qur’an diperlukan
pendekatan-pendekatan untuk menafsirkan al Qur’an, agar Al Qur’an dapat
memberikan jawaban yang pas dan sesuai dengan sekian banyak persoalan yang berk,embang
dimasyarakat. Jawaban yang sesuai dan pas dengan apa yang dibutuhkan dan
dirasakan masyarakat pada saat ini sangat berarti dan berdampak positif bagi
Islam yang dikenal sebagai Agama yang rahmatan
lil ’alamin.
Dalam perkembangannya
pendekatan-pendekatan ilmiah yang digunakan para mufassir banyak dan sangat beragam, masing-masing dari pendekatan
yang ada pun tidak lepas dari keistimewaan dan sekaligus kelemahan. Pendekatan
Ilmiah apa yang akan digunakan oleh mufasir sangat tergantung pada apa yang
hendak diketahui dan dicapainya. Makalah ini secara khusus akan mencoba
membahas berbagai macam pendekatan yang kerap dilakukan oleh mufassir dalam
menggali mutiara-mutiara ilmu yang terpendam dalam Al-Qur’an.
- Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Ilmiah?
2.
Bagaimanakah Pendekatan Filologi?
3.
Bagaimanakah Pendekatan Historis?
4.
Bagaimanakah Pendekatan Semantik?
5.
Bagaimanakah Pendekatan Gender?
6.
Bagaimanakah Pendekatan Hermeneutika?
- Tujuan
1. Mendeskripsikan
Pendekatan Ilmiah
2. Mendeskripsikan
Pendekatan Filologi dan contohnya
3. Mendeskripsikan
Pendekatan Historis dan
contohnya
4. Mendeskripsikan
Pendekatan Semantik dan
contohnya
5. Mendeskripsikan
Pendekatan Gender dan contohnya
6. Mendeskripsikan
Pendekatan Hermeneutika dan
contohnya
BAB
II
PEMBAHASAN
- Makna Pendekatan
Ilmiah
Secara
sederhana, Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia; PN Balai Pustaka, 1989, pendekatan ilmiah adalah
pendekatan disipliner dan pendekatan ilmu pengetahuan yang fungsional terhadap
masalah tertentu.[1]
Pada umumnya pendekatan memiliki pengertian yang
sama dengan metode. Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri
objek, sedangkan metode adalah cara-cara mengumpulkan, menganalisa, dan
menyajikan data. Metode memiliki tujuan yang efesiensi dengan cara
menyederhanakan. Dengan memanfaatkan metode dan teori baru, pendekatan
bertujuan untuk mengakui hakikat ilmiah suatu objek ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu pendekatan lebih dekat dengan bidang studi tertentu. [2]
Pendekatan perlu dikemukakan secara agak luas dengan
pertimbangan bahwa pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat
keilmuan tertentu baik secara teoritis maupun praktis, baik terhadap peneliti
secara individu maupun masyarakat pada umumnya. Dalam pendekatan juga
terkandung kemungkinan apakah penelitian dapat dilakukan, sehubungan dengan
dana, waktu dan aplikasi berikutnya. Pendekatan Filologi dengan Historis jelas
berbeda, pendekatan semantik jelas berbeda dengan pendekatan Hermeneutik,
disebabkan dari sudut mana peneliti memandangnya, kendala-kendala yang akan
dihadapi dalam proses penelitian, dan kemungkinan penerimaan masyarakat
terhadap hasil penelitian.
Penelitian sebagian besar, bahkan secara keseluruhan
ditentukan oleh tujuan. Pendekatan merupakan langkah pertama dalam mewujudkan
tujuan tersebut. Oleh karena itulah, dalam pembicaraan ini pendekatan dikemukakan
secara agak luas. Pendekatan mendahului teori dan metode, artinya pemahaman
mengenai pendekatanlah yang harusnya diselesaikan lebih dahulu, kemudian
diikuti dengan penentuan masalah teori, metode dan tekniknya. [3]
Di
dalam pendekatan ilmiah, dituntut untuk dilakukan cara-cara atau
langkah-langkah dengan tata urutan tertentu sehingga tercapai pengetahuan yang
benar dan logis. Menurut Cholid Narbuko
, untuk dapat berpikir ilmiah maka akan melalui tiga tahap, yaitu:
1. Skeptik,
yaitu upaya untuk selalu menanyakan bukti-bukti atau fakta-fakta terhadap
setiap pernyataan.
2. Analitik
yaitu kegiatan untuk selalu menimbang-nimbang setiap permasalahan yang
dihadapinya, mana yang relevan, mana yang menjadi masalah utama, dan sebagainya.
3.
Kritik yaitu berupaya untuk mengembangkan
kemampuan menimbangnya selalu objektif. Untuk ini maka dituntut agar data dan
pola berpikirnya selalu logis.[4]
Berikut ini, kami suguhkan model-model dalam
pendekatan ilmiah dengan berbagai aspek penelitian beserta langkah-langkah dan
contohnya.
- Pendekatan Filologi
Kata Filologi berasal dari bahasa Yunani
“ philologia”, merupakan gabungan
dari Philos (cinta) dan logos ( Pembicaraan atau ilmu). Lalu
berkembang menjadi: Senang berbicara, senang ilmu, senang belajar, atau bisa
juga cinta terhadap tulisan-tulisan yang memiliki nilai sastra yang tinggi.
Istilah ini muncul pertama kali pada abad 3 SM oleh orang Iskandaria Erathotenes.
Sedangkan menurut istilah, folologi bisa diartikan sebagai Ilmu yang
mempelajari naskah-naskah lama untuk memastikan keasliannya, bentuk semula,
makna isinya, konteks penulisannya bahkan sampai mengedit naskah kuno menjadi
sebuah buku yang bisa dikonsumsi masyarakat. [5]
Secara terminologi, masih banyak
perbedaan dikalangan para ahli tentang definisi Filologi. Ada yang mengatakan,
filologi adalah ilmu tentang pengetahuan yang telah ada. Atau ada juga yang
berkata filologi sebagai ilmu bahasa (
Fiqhul lughah), atau juga ilmu sastra yang tinggi, juga ilmu yang
berhubungan dengan studi pada teks-teks kuno, karena sasaran filologi adalah
naskah-naskah kuno (Manuscript;
Makhtuthat). Dan objeknya yaitu teks ( Isi dari naskah tersebut). Dalam
memahami naskah kuno pun masih mengalami perbedaan pendapat, ada yang
mengatakan sebuah naskoh baru bisa disebut kuno jika sudah berumur minimal
seratus tahun. Namun ada juga yang mensyaratkan naskah tidak harus berumur
seratus tahun. [6]
Adapun langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam pendekatan filologi adalah:[7]
1. Inventarisasi
Naskah
Yaitu
mencatat dan mengumpulkan naskah kuno, baik dari perpustakaan ataupun
perseorangan. Hal ini bertujuan untuk mencari berbagai naskah sejenis, jika
memang ada. Sehingga seorang peneliti dapat melakukan perbandingan.
2. Melakukan
kritik teks
Ada
5 metode yang bisa dilakukan dalam melakukan kritik teks.
a. Metode
intuitif, mengambil naskah yang dianggap paling tua.
b. Metode
objektif, meneliti secara sistematis hubungan kekeluargaan antar naskah-naskah
atas dasar naskah yang mengandung kesalahan bersama. Maka dapat disimpulkan
naskah tersebut bersumber dari satu sumber yang hilang. Dari situ maka akan
ditentukan silsilah sumber tersebut.
c. Metode
gabungan, menggabungkan beberapa naskah jika perbedaan antara naskah tersebut
tidak terlalu mencolok.
d. Metode
landasan, jika terdapat naskah yang paling unggul diantara naskah-naskah yang
lain.
e. Metode
edisi naskah tunggal, dipakai jika peneliti hanya mempunyai satu nasakah. Bisa
dilakukan dengan dua cara: Edisi diplomatik, menerbitkan dan menyunting naskah
dengan teliti tanpa ada perubahan. Edisi standar atau kritik, menerbitkan dan
menyunting naskah apabila ada kesalahan-kesalahan.
3. Melakukan
deskripsi naskah
Menjelaskan
atau menggambarkan naskah kuno yang diteliti, darimana asal usulnya, tersimpan
dimana, garis besar isinya, kertas bahkan tintanya dan lain-lain.
4. Pengelompokan
dan perbandingan teks
Memilih
mana yang paling mendekati keaslian teks
5. Transliterasi
atau Transkripsi
6. Melakukan
penerjemahan
7. Melakukan
kesimpulan
Contoh Pendekatan Filologi
-
Judul: Risalah Sakrat
al-Maut karya Abdurrauf Singkel ( Penelitian Filologi atas Naskah Negara) [8]
-
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana deskripsi dan suntingan naskah Sakrat al-Maut dalam naskah negara?
2. Apa saja nilai dan ajaran yang terdapat dalam teks naskah Sakrat al-Maut?
1. Bagaimana deskripsi dan suntingan naskah Sakrat al-Maut dalam naskah negara?
2. Apa saja nilai dan ajaran yang terdapat dalam teks naskah Sakrat al-Maut?
-
Metodologi
penelitian: Pendekatan Filologis
-
Kesimpulan: Sakrat
al-Maut Naskah Nagara merupakan salah satu karya Abdurrauf Assingkili dari
sekitar 31 judul karya lainnya. Dilihat dari penyebarannya teks naskah Sakrat
al-Maut bukanlah teks populer, karena dalam penelusuran terhadap naskah ini
diketahui hanya terdapat 5 naskah yang tersebar di 4 wilayah, yakni di Jakarta,
PNRI, sebanyak 2 naskah, di NAD, Dayah Tanoh Abee 1 naskah, di Malaysia, PNM, 1
naskah, dan di Kalimantan Selatan, 1 naskah. Selain minimnya penemuan terhadap
naskah ini, uniknya, naskah ini juga tidak disalin sama secara penuh, hingga
memunculkan versi yang berbeda, misalnya antara Sakrat al-Maut naskah
Nagara dengan naskah Sakrat al-Maut di PNM no. 1314. Sakrat al-Maut
naskah Nagara merupakan karya Abdurrauf yang disalin oleh seseorang yang belum
diketahui nama penyalinnya. Berdasarkan penelitian terhadap kertas, naskah
Nagara merupakan salinan abad ke-19, dan tentu saja terpaut sangat jauh dengan
Syekh Abdurrauf sebagai penulis yang hidup di abad ke-17, hal ini menunjukan
bahwa Sakrat al-Maut naskah Nagara bukan merupakan naskah awal atau
arketif. Selain tentang kematian, teks ini juga berisi
tentang ajaran tauhid dan ma’rifat dengan penekanan terhadap makrifat diri
sebagai pendekatan terhadap makrifat kepada Tuhan. Semuanya dapat dibaca
lengkap pada Lampiran Transkripsi Teks Sakrat al-Maut Naskah Nagara. Di
Tanah Banjar, tentang sakratul maut tertuang secara singkat dalam tulisan Syekh
Nafi, sedangkan ajaran makrifat diri/pengenalan diri untuk mengenal Allah ini
dikembangkan oleh Syekh Muhammad Arsyad dalam Risālah Kanz al-Ma’rifah
dengan penjabaran yang berbeda dengan yang dibawakan oleh Syekh Abdurruf dalam Sakratal-Maut.
- Pendekatan Historis
Kata “historis” berasal dari bahasa
inggris yang berarti Sejarah.[9]
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indoesa (KBBI), historis adalah berkenaan
dengan sejarah, bertalian dengan hubungan masa lampau.[10]
Sejarah adalah terjemahan dari kata Tarikh
( Bahasa arab), History ( Bahasa
Inggris), Geschichte ( Bahasa
Jerman). Semua kata tersebut berasal dari Yunani “ Istoria” yang berarti ilmu.
Menurut
Prof. Nourozzaman ash-Shiddiqie sebagaimana dikutip oleh Fatah Syukur
menjelaskan bahwa sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang tidak sekedar
informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberikan interpretasi
atas peristiwa yang terjadi dengan melihat kepada hukum sebab akibat. Dengan
adanya interpretasi ini, maka sejarah sangat terbuka apabila diketemukan adanya
bukti-bukti baru.[11]
Definisi sejarah yang lebih umum adalah
masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan manusia maupun gejala alam.
Definisi ini memberikan pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah
rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan seisinya. Maka lapangan sejarah
adalah meliputi segala pengalaman manusia. Bisa disimpulkan, bahwa sejarah
adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam
peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah, seseorang akan diajak untuk
memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. [12]
Pendekatan sejarah ini amat diperlukan
dalam memahami al-Qur’an karena al-Qur’an itu turun dalam situasi konkrit,
bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Karana ketika seseorang
ingin mempelajari al Qur’an, maka akan
sampai pada kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu; konsep dan
kisah sejarah.
Misalnya seseorang yang ingin memahami
al-Qur’an dengan benar maka ia harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an
atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya
disebut dengan ilmu Asbab an-nuzul (
Ilmu sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an), yang pada intinya berisi sejarah
turunnya al-Qur’an. Dengan ilmu Asbab
an-nuzul ini, seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan suatu hukum tertentu dan ditujukkan untuk
memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya. [13]
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan historis, terdapat beberapa aspek yang
harus difahami. Selain itu, ada pula tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dalam
hal ini, secara garis besar, terdapat lima aspek yang tidak dapat lepas sebagai
Prosedur Penelitian Sejarah sebagaimana di bawah ini:[14]
1. Pra Penelitian
Dalam
tahap ini, hal yang perlu dilakukan adalah menentukan sasaran penelitian dan
topik. Dari topic yang terpilih nantilah judul dapat ditentukan pula. Judul
merupakan abstraksi dari topik yang di dalamnya mencakup unsur objek, subjek,
lokasi, dan waktu. Judul yang dipilih nantinya akan menentukan alur lanjutan
tahapan penelitian mulai dari latar belakang yang disertai rumusan masalah,
signifikansi yang memuat tujuan dan kegunaan penelitian, peninjauan terhadap
penelitian terdahulu, landasan teori sebagai acuan konsep dan
pemikiran-pemikiran di dalam penelusuran data dan analisis sejarah, metode
penelitian yang berisi langkah-langkah, jenis, sifat, dan sudut pandang
penelitian, serta sistematika pembahasan yang berguna menjabarkan kerangka
penyusunan penelitian.
2. Pengumpulan Sumber Sejarah (Heuristic)
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan historis, sumber sejarah merupakan hal
yang penting. Akurasi sumber sejarah sangat menentukan kekuatan hasil
penelitian untuk menampakan fakta yang terjadi. Data sejarah bisa didapatkan
dari banyak sumber seperti teks manuskrip, arsip, prasasti, benda-benda
peninggalan, maupun informasi dari seseorang yang bersentuhan dengan informasi
sejarah. Dalam pendekatan historis, hal yang tidak dapat diremehkan adalah
keaslian informasi. Salah satu kesulitan yang biasa dialami adalah upaya
mengungkap dan menggali informasi pada masa lampau yang memiliki jarak waktu
yang terpaut jauh dengan saat pengumpulan sumber sejarah. Keterbatasan sumber
terutama sumber tertulis bisa dibantu dengan sumber peninggalan-peninggalan dan
prasasti yang bisa dibantu dengan arkeologi.
3. Kritik terhadap Sumber Sejarah
Hal yang
perlu diketahui adalah bahwa tidak semua tulisan atau paparan sejarah memiliki
validitas hal ini menjadikan kritik sumber sejarah merupakan aspek penting
dalam penelitian historis. Tidak menutup kemungkinan bahwa sejarah ditulis
adalah karena motif dan kepentingan tertentu. Tidak jarang alasan politik,
ekonomi, dan berbagai hal lain menjadi alasan sejarah ditulis untuk memenuhi
cita-cita maupun untuk menutupi sebuah aib individu maupun kelompok. Dari sini,
tidaklah mengherankan jika terkadang dijumpai perbedaan versi dalam sejarah
terutama dalam tulisan masing-masing kelompok yang memiliki perbedaan aliran.
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan historis, terdapat dua kritik sumber
sejarah, pertama adalah kritik eksternal dan kedua adalah kritik internal.
Kritik eksternal merupakan sebuah pengupasan otentisitas sumber sejarah
termasuk pencarian siapa, kapan, di mana sumber sejarah tersebut dibuat.
Sedangkan kritik internal lebih mengacu pada isi dari sumber sejarah berupa
informasi-informasi yang dibutuhkan dalam mengungkap peristiwa masa silam.
Kritik internal bertujuan untuk mengungkap kredibilitas dan validitas, serta
menyelami alam piker pengarang. [15]
Isi informasi dalam sebuah sumber sejarah bisa dibandingkan dengan isi
informasi pada sumberlainnya untuk menguatkan data maupun untuk tahu tentang
kemungkinan adanya perbedaan informasi dari masing-masing sumber.
4. Interpretasi Sejarah
Salah satu
hal yang menentukan hasil pengungkapan fakta sejarah adalah aspek Interpretasi
sejarah. Pada aspek ini, interpretasi terhadap sumber historis adalah berupa
proses pemahaman dan menyusunan fakta sejarah. Dalam penyusunannya, peran
sumber sejarah menjadi acuan validitas pengungkapan fakta sejarah, namun aspek
subjektifitas peneliti tidak tertutup kemungkinan juga dapat mewarnai hasil
dari pengungkapan fakta sejarah. Hal tersebut terjadi dikarenakan penggunaan
teori dalam menganalisa sumber sejarah. Dari sini, peran penulis akan mewarnai
kerangka, konseptual, dan kategorisasi dalam penulisan fakta sejarah.
Dalam
interpretasi sejarah, terdapat beberapa model dan jenis interpretasi. Menurut
kuntowijoyo, terdapat dua model interpretasi, pertama adalah analisis dan kedua
adalah sintesis. Analisis berarti menguraikan dan sintesis berarti menyatukan. [16]Dalam
hal ini, yang dimaksudkan adalah menguraikan data dengan penjabaran secara luas
dan menyatukan suatu data sejarah dengan data-data sejarah yang lainnya untuk
mengungkap suatu fakta sejarah. Selain itu juga terdapat dua jenis
interpretasi, pertama adalah interpretasi monoistik dan kedua adalah
interpretasi pluralistik interpretasi monoistik merupakan jenis interpretasi
terhadap peristiwa besar dalam aspek tertentu, sedangkan interpretasi
pluralistik secara lebih luas mengintegrasikan sejarah dengan lingkup aspek
lainnya seperti sosial, budaya, ekonomi dll. Jenis kedua ini mengasumsikan
bahwa sejarah tidaklah terlepas dalam menunjukan pola-pola peradaban yang
bersifat multikompleks. [17]
Menurut Kuntowijoyo, meski memiliki kedekatan, antara pendekatan historis dengan
pendekatan sosiologis dapat dibedakan melalui hubungan diakronis dan
singkronis. Pendekatan hstoris menggunakan hubungan diakronis sedangkan
pendekatan sosiologis menggunakan hubungan singkronis[18]
5. Penulisan Sejarah
Penulisan
Sejarah merupakan istilah yang biasa dipakai dalam penelitian sejarah. Karena
mengacu pada data dan kritik terhadapnya, dalam penelitian historis dibutuhkan
penulisan yang bisa mengkolaborasikan dua aspek dengan baik. Aspek tersebut
adalah deskripsi dan analisis. Dua aspek ini merupakan corak dari penelitian
historis yang di dalamnya selain terdapat pemaparan fakta yang bisa
menggambarkan kejadian masa silam, juga terdapat pula bagaimana mencermati
secara dalam atas fakta tersebut dari berbagai sudut pandang dengan melibatkan
pemikiran.
Contoh
Pendekatan Historis
-
Judul: Kisah
Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an ( Kajian Nilai-nilai Teologi Moralitas kisah Nabi
Ibrahim Persfektif Muhammad A. Khalafullah dan M. Quraish Shihab)
-
Rumusan Masalah:
Bagaimana pandangan Muhammad A. Khalafullah dan M. Quraish Shihab terhadap
Kisah Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an?
-
Metodologi
penelitian: Kualiatif dengan Pendekatan
Historis Biografis
-
Kesimpulan: Pesan
Teologi Kisah Nabi Ibrahim dalam penafsiran keduanya yaitu bentuk pentauhidan
yang sungguh-sungguh, yang tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan lain
yang akan membawa pada bentuk kemusyrikan. Nilai teologi yang diambil dari
kisah Nabi Ibrahim ini akan membawa
dampak penyadaran akan hakikat Tuhan sepenuhnya. Penyadaran akan hakikat Tuhan
inilah yang nantinya akan menggerakan seorang hamba untuk melakukan perintahNya
dan menjauhi segala larangaNya. Sebagai bentuk ketaqwaan padanya. Adapun pesan
moral dalam kisah Nabi ibrahim ini adalah, sikap dialog- demokratis dalam
menyampaikan perintah Tuhan, sikap santun dan toleran terhadap siapapun, sikap
sabar dalam menghadapi kegagalan dalam menjalankan dakwah dan sikap peduli
terhadap sesama manusia dengan tetap menjaga solidaritas antara mereka dan lain
lain.
D.
Pendekatan
Semantik
1. Definisi Semantik
Semantik berasal dari
bahasa Yunani semantikos yang secara etimologis berarti memberi tanda.[19] Asal kata
semantik adalah kata sema (nomina) yang artinya tanda atau lambang. Kata
kerja dari sema yaitu semanio yang berarti menandai atau melambangkan.[20] Pendapat lain
mengatakan bahwa semantik berasal dari bahasa inggris atau bahasa perancis semantics.[21]
Sedangkan secara terminologis, definisi semantik yaitu ilmu tentang makna;
pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata[22]. Hal ini selaras
dengan pernyataan pakar bahasa Cambrigde University tentang semantik, yaitu
“semantics is generally defined as the study of meaning”.[23]
Semantik sebagai subdisiplin linguistik
mulai dikenal pada abad ke-19. Sebutan untuk semantik pun bermacam-macam, diantaranya
ada yang menyebut signifik, semasiologi, semiologi, semiotic, sememmik, dan
semik.[24] Berdasarkan
pada definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa semantik adalah cabang
ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna bahasa dalam suatu wacana. Namun,
semantik bukanlah disiplin ilmu yang berdiri sendiri melainkan ia mempunyai
keterkaitan erat dengan disiplin ilmu lain seperti fonologi, morfologi,
sintaksis, sosiologi, dan antropologi.[25]
Selain definisi, hal utama yang harus
diketahui adalah apa objek kajian semantik. Objek kajian semantik bisa
dikatakan sebagai telaah tentang makna yang mencakup tanda-tanda yang
menyatakan makna, hubungan makna satu dengan yang lain, pengaruh makna terhadap
manusia dan masyarakat pemakai bahasa, serta seluk-beluk makna setiap pemakai
bahasa bagaimana mereka saling mengerti.[26]
2.
Macam-macam
Makna
Bagi kalangan umum, untuk mengetahui
makna suatu kalimat mungkin cukup dengan merujuk pada kamus. Namun, sebagian
besar kamus hanya menyebutkan makna dasar suatu kata. Jika pun terdapat uraian
tentang suatu kosakata, maka itu hanya uraian singkat dan umum yang menunjukkan
makna kata tersebut. Oleh sebab itu, para ahli semantik diantaranya Leech (1976) yang merumuskan makna di mana makna
tersebut termasuk dalam ruang lingkup semantik. Ada tujuh macam makna, (a)
makna konseptual, (b) makna konotatif, (c) makna stilistika, (d) makna afektif,
(e) makna reflektif, (f) makna kolokatif, dan (g) makna tematik.[27]
Sementara Ainin dan Asrori (2014)
memandang klasifikasi makna yang dikemukakan oleh Chaer (2002) lebih sederhana
dan lebih sistematis. Berikut klasifikasi makna dari Chaer: (1) makna leksikal
dan gramatikal, (2) makna referensial dan non-referensial, (3) makna denotatif
dan konotatif, (4) makna kata dan istilah, (5) makna konseptual dan asosiatif,
(6) makna idiomatis dan peribahasa, (7) makna kias.[28] Selain
macam-macam makna, yang termasuk ruang lingkup pembahasan semantik adalah
relasi makna (sinonim, dan antonim, dsb), teori konteks, dan medan makna.
Adapun langkah-langkah analisis[29] semantik,
gender, maupun hermeneutik adalah sebagai berikut:
1. Observasi
mentah
2. Unitisasi
3. Sampling
(menetapkan data yang dianalisis)
4. Recording
(membuat catatan data yang ditetapkan untuk dianalisis)
5. Reduksi
data yang relevan dan tidak relevan
6. Membuat
inferensi (upaya mengoperasionalisasikan antara data dan konteks)
7. Melakukan
analisis
8. Melakukan
validasi
Contoh penelitian dengan pendekatan
semantik misalnya penelitian seperti berikut:
-
Judul: “Frase Qaulan
Sadida, Ma’rufa, Baligha, Maysura, Layyina, Dan
Karima untuk Menemukan Konsep Tindak Tutur Qur’ani”.
-
Rumusan Masalah:
Apa konsep al-Qur’an tentang qaulan sadida, ma’rufa dst?
-
Metodologi
penelitian: kualitatif dengan pendekatan semantik
-
Kesimpulan:
tindak tutur qur’ani yang tercermin dalam keenam frase tersebut setelah
ditelaah dan melalui kajian tafsir Ibn Katsir, tafsir al-Maraghi, tafsir
al-Azhar karya Hamka, tafsir al-Khazin karya al-Baghawi, dan mu’jam mufradat
al-alfadz karya al-Ashfahani mengerucut pada makna berikut:
Qaulan Sadida
bermakna ucapan yang bersifat lemah lembut, jelas, jujur, tepat, baik, dan
adil. Qaulan Ma’rufa bermakna ucapan yang bersifat sopan, halus, baik,
indah, benar, berarti penghargaan, menyenangkan, baku, dan logis. Qaulan
Baligha bermakna ucapan yang bersifat benar, komunikatif, menyentuh hati,
dan mengesankan. Qaulan Maysura bermakna ucapan yang mudah dipahami,
lunak, indah, halus, bagus, dan optimis. Qaulan layyina bermakna ucapan
yang lembut, menyentuh hati dan baik. Qaulan Karima bermakna ucapan
untuk memuliakan, penghormatan, pengagungan, penghargaan, dan ucapan yang lemah
lembut.
E. Pendekatan Gender
1. Definisi Gender
Istilah
gender didefinisikan sebagai sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi
individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan.[30] Menurut
Santrock, istilah gender dan seks
memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada
dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada
dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan.[31] Istilah gender
ini pertama kali digunakan dalam bidang psikoanalisis sebelum akhirnya
dikembangkan dalam wacana feminisme.[32] Namun dalam
teori ini, faktor dominan adalah unsur biologis dan menafikan faktor sosial,
dan budaya.
Gender
juga didefinisikan sebagai aspek-aspek sosial yang berkaitan dengan perbedaan
jenis kelamin merujuk pada sifat maskulin dan feminin yang dipengaruhi oleh
kebudayaan, stereotype, dan eksistensi diri dalam masyarakat.[33] Dalam beberapa
ensiklopedia, istilah gender juga selalu dikaitkan dengan eksistensi kaum
maskulin dan feminin dalam masyarakat.
Dalam
perspektif Nasaruddin Umar, ayat-ayat al-Qur’an tentang gender dapat
disalahpahami, jika tidak ditelusuri latar belakang sosial budaya masyarakat
Arab. Pada era sebelum Islam masuk, perempuan selalu menjadi jenis kelamin
kedua (the second sex) di setiap level masyarakat. Masyarakat Arab pada waktu
itu memiliki ideologi patriarki yang begitu dominan. Segala kebijakan prinsip
dari lingkup keluarga sampai lingkup terbesar dalam masyarakat berada di tangan
laki-laki. Dalam sistem kekeluargaan pun nama marga selalu ditentukan dengan
nama laki-laki, dan laki-laki selalu menjadi pemimpin bagi perempuan dalam
segala aspek betapapun hebatnya seorang perempuan.[34]
Studi
tentang gender telah memunculkan berbagai aliran pemikiran feminisme yang bisa
dijadikan salah satu pendekatan dalam menafsirkan ayat-ayat gender. Aliran
pemikiran tersebut diantaranya feminisme liberal, sosialis, radikal, dan
ekofeminisme.[35]
Beberapa tokoh yang telah melahirkan karya tentang studi gender selain
Nasaruddin Umar yaitu Fatima Mernissi dan Amina Wadud. Terkait studi gender,
Mereka menyatakan bahwa semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan
diciptakan seimbang dan setara dan semestinya tidak terjadi diskriminasi antara
satu dengan yang lain. Pemikiran Fatima dan Amina ini mendapat inspirasi dari
feminisme liberal yang menekankan pada prinsip persamaan dan kesetaraan
sehingga tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan.[36]
Berbeda
dengan feminisme liberal, ekofeminisme memandang perbedaan laki-laki dan
perempuan itu merupakan sesuatu yang alami yang diciptakan untuk saling
melengkapi antar satu dengan yang lain.[37] Tokoh
ekofenisime, Douglas Rae menyatakan bahwa walaupun banyak orang menyanjung dan
mendukung feminisme liberal dengan konsep kesetaraan menuju relasi yang lebih
adil tanpa penindasan antara keduanya tetapi pada kenyataannya ketimpangan dan
kebiasan selalu ada dan tidak pernah hilang.[38] Pada intinya,
teori ini menuju pada kesimpulan bahwa maskulin dan feminin memiliki
karakteristiknya masing-masing yang memiliki pola interaksi berbeda dengan
lingkungannya sehingga tidak perlu ideologi feminisme liberal yang seakan
berlomba-lomba untuk menjadi maskulin.
Terlepas
dari pro-kontra yang ada, gender sebagai sebuah
pendekatan penelitian antara maskulinitas dan feminitas seharusnya
seimbang porsi penelitiannya. Namun kenyatannya masih minim penelitian tentang
maskulinitas.[39]
Hal ini menyebabkan referensi tentang maskulinitas sangat minim jika
dibandingkan dengan feminitas. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian yang
ditulis dalam makalah ini hanya ruang lingkup penelitian feminisme.
Ruang
lingkup penelitian feminis adalah sebagai berikut: (1) Subyektivitas, (2)
Hubungan dan Interaksi, (3) Gerakan, Organisasi, dan Struktur Sosial, (4)
Kebijakan.[40]
Berikut contoh penelitian tentang penelitian Gender[41]:
-
Judul: “Penafsiran Emansipatoris dalam Al-Qur’an (Perspektif
Pemikiran Naruddin Umar)”
-
Rumusan Masalah:
1.
Bagaimanakah Biografi Nasaruddin Umar?
2.
Bagaimakah Epistemologi Pemikiran Al-Qur’an Nasaruddin Umar?
3.
Bagaimanakah Identitas Gender dalam Al-Qur’an?
4.
Bagaimanakah Prinsip Kesetaraan Gender menurut Nasaruddin
Umar?
5.
Bagaimanakah Penafsiran Emansipatoris Nasaruddin Umar?
-
Metodologi Penelitian: Kualitatif
-
Kesimpulan:
Cara pemahaman yang diperkenalkan oleh Nasaruddin Umar
menunjukkan kepada kita bahwa al-Qur’an sesungguhnya memiliki pesan-pesan
universal seperti keadilan, persamaan
hak, penghormatan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, dll. Atribut gender yang melekat pada laki-laki
dan perempuan sesunggunya juga tidak menjadi penghalang untuk mengembangkan
potensi-potensi yang telah
dianugerahkan.
F. Pendekatan Hermeneutika
1. Definisi Hermeneutika
Nama “hermeneutika” diambil dari bahasa
Yunani hermeneuein yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau
menerjemahkan. Dalam mitologi Yunani, kata kerja dari hermeneuein ini
adalah Hermes yang merupakan nama dewa pembawa pesan para dewa di
olympus kepada manusia.[42] Keberhasilan
Hermes dalam menyampaikan pesan para dewa kepada manusia sangat bergantung pada
kemampuannya untuk menafsirkan pesan
tersebut.
Dalam ensiklopedia Britannica disebutkan
bahwa hermeneutika adalah “the study of the general principles of biblical
interpretation. For both Jews and Christians throughout their histories, the
primary purpose of hermeneutics, and of the exegetical methods employed in
interpretation, has been to discover the truths and values of the Bible”.
Uraian di atas berarti, hermeneutika adalah studi tentang prinsip-prinsip umum
dari penafsiran bibel. Tujuan utama hermeneutika yang digunakan dalam penafsiran
bibel bagi orang Yahudi dan Kristen sepanjang sejarah mereka adalah untuk menemukan
kebenaran dan nilai-nilai Alkitab.[43]
Dalam Islam, hermeneutika seringkali
dibanding-bandingkan dengan ilmu tafsir yang sudah dianggap sebagai metode yang
mapan. Islam yang selama ini mempunyai metode penafsiran tersendiri pun
ditembus hermeneutika. Ilmu tafsir yang selama ini dijadikan pegangan utama
dalam memahami al-Qur’an ternyata memiliki keterbatasan.[44]
Oleh sebab itu jika metode tafsir yang
selama ini menempatkan teks sebagai satu-satunya area kajian, maka sudah
saatnya segala unsur empiris-psikologis-kultural yang terlibat dalam
pembentukan teks itu dieksplorasi. Faktor inilah yang ditemukan dalam
pembahasan hermeneutika. Maka hermeneutika menjadi alternatif baru dalam upaya
rekonstruksi keilmuan tafsir.[45]
Hermeneutika pada dasarnya merupakan
suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian
melangkah kepada analisis konteks untuk kemudian menarik makna yang didapat
menuju ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan.
Jika pendekatan hermeneutika dipertemukan dengan kajian al-Qur’an maka
persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks al-Qur’an hadir di
tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, dan didialogkan dengan dinamika
realitas historisnya.[46]
Sebagai metodologi, hermeneutika
bersifat subyektif dan obyektif. Hermeneutika subyektif dikembangkan Martin
Heidger dan Gadamer yang kemudian disebut Verstehen[47]
bahwa sebagai pembaca teks kita tidak mempunyai akses langsung kepada penulis
disebabkan adanya perbedaan, waktu, ruang, dan tradisi. Sementara aliran
obyektivistis yang dikembangkan para tokoh kalsik khususnya Freiderick
Schleirmacher dan Wilhelm Dilthey bahwa interpretasi berarti memahami teks.[48]
Dalam perkembangannya, hermeneutika
tidak hanya terpaku pada teks yang diam atau bahasa sebagai struktur dan makna
namun secara pelan-pelan ia mulai mendeskripsikan penggunaan bahasa atau teks
dalam seluruh realitas hidup manusia. hermeneutika berfungsi untuk memahami
wacana dengan baik, bahkan lebih baik dari pembuatnya.[49]
Sebagai pendekatan, Hermeneutika
memiliki enam karakteristik. Pertama, hermeneutika adalah metode dan seni
penafsiran teks secara umum atau kalimat sebagai simbol teks tersebut. Kedua,
hermeneutika merupakan metode yang menggabungkan filsafat dan kritik sastra
atau sejarah. Ketiga, metode hermeneutika bertujuan untuk mencari makna yang
terkandung dalam teks. Keempat, hermeneutika adalah metode tafsir individualis
sekaligus objektif-idealis dan mengakui keragaman level metafisika. Kelima,
fungsi metode hermeneutika memiliki pembebasan (liberalisme). Keenam, metode
hermeneutika sebagai salah satu metode kritis lebih dekat pada spirit ilmu-ilmu
fisika.[50]
Hermeneutika sebagai manhaj tafsir
(metode penafsiran) mendapat berbagai sambutan. Sebagian kalangan cendekiawan
muslim mendukung metode ini, namun sebagian yang lain menolak. Ilmuwan muslim
yang mempublikasikan karyanya tentang hermeneutika diantaranya adalah Hassan
Hanafi, dan Muhammad Ata As-Sid.[51] Nasr Hamid
juga merupakan salah satu ilmuwan muslim yang pro terhadap hermeneutika. Ia
menganggap bahwa teks al-Qur’an bukan lagi milik pengarangnya (Allah) melainkan
sudah menjadi milik pembacanya karena sudah terlepas dari ruang dan waktu
kemunculannya. Dengan demikian, ia
menganjurkan untuk membatasi makna al-Qur’an menurut jaman tertentu dalam
sejarah.[52]
Selain mendapat berbagai dukungan dari
cendekiawan muslim, rupanya hermeneutika juga banyak ditentang. Salah satu
cendekiawan yang menentang hermeneutika adalah Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi.
Menurutnya, metode tafsir dalam tradisi intelektual Islam tidak bisa
dibandingkan dengan metode hemeneutika dalam tradisi Yunani ataupun Kristen,
apalagi diganti. Sebab, makna realitas dan kebenaran yang menjadi acuan konsep
dan teori para hermeneut berbeda jauh dari teori dan konsep Islam.[53] Terlepas dari
pro-kontra yang bergulir, Hermenutika memiliki tiga subjek. Pertama, dunia
teks. Kedua, dunia pengarang. Ketiga, dunia pembaca. [54]
Berikut ini contoh penelitian dengan
pendekatan hermeneutika[55]:
-
Judul:
“Pendekatan Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis (Kajian Kitab Fath al-Bari
Karya Ibn Hajar Al-‘Asqalani)”
-
Rumusan Masalah:
1.
Bagaimana
Pensyarahan Hadis yang Dilakukan Imam Ibn Hajar Al-‘Asqalani dalam Kitab Fath
al-Bari Ditinjau dari Pendekatan Hermeneutik?
2.
Prinsip
Hermeneutik Apa Saja yang terdapat dalam Pemahaman Hadisnya?
-
Metodologi
Penelitian: Kualitatif dengan pendekatan hermeneutika
-
Kesimpulan:
sebagai penafsir
teks-teks hadis, Ibn Hajar
al-`Asqalani tertumpu kepada
dunia masa lalu, masa awal Islam yaitu masa Nabi saw,
sahabat, tabi`in dan tabi` tabi`in. Ia
tidak melibatkan isu-isu
yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat
Islam pada masanya
di Mesir, Mekkah
dan Madinah abad
keenam hijriah. Secara world
view hermeneutik, Ibn Hajar bersifat normatif dan berorientasi ke
masa Islam klasik, tidak terpengaruh dengan pandangan budaya keilmuan di luar
Islam klasik. Dari sisi hermeneutika kebahasaan dan cakupannya,
Ibn Hajar tidak
bertumpu kepada pendekatan
bahasa saja, tetapi juga
kepada pendekatan usul
fiqh, ulumul hadis,
dan pendekatan sejarah.
Pendekatan bahasa dan ulumul hadis
lebih dominan daripada selainnya.
Secara tujuan hermeneutika, sebagai seorang ‘alim tentang pesan
Nabi saw kepada
manusia, Ibn Hajar
mensyarah hadis-hadis sahih
riwayat al-Bukhari ini tidak keluar selain untuk mengungkap kebenaran Islam
yang murni dari
tabir ketidaktahuan, kesulitan
dan kesamaran umat Islam terhadap hadis-hadis Nabi saw. mengingat
rentang waktu antara Nabi Muhammad saw-imam al-Bukhari-Ibn Hajar, masingmasing
telah berselang berabad lamanya.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Secara singkat pendekatan ilmiah adalah pendekatan
disipliner dan pendekatan ilmu pengetahuan yang fungsional terhadap masalah
tertentu. Pendekatan ilmiah pengertian yang sama dengan metode. Pendekatan
didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek, sedangkan metode adalah
cara-cara mengumpulkan, menganalisa, dan menyajikan data. Metode memiliki
tujuan yang efesiensi dengan cara menyederhanakan. Dengan memanfaatkan metode
dan teori baru, pendekatan bertujuan untuk mengakui hakikat ilmiah suatu objek
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pendekatan lebih dekat dengan bidang studi
tertentu.
Ada banyak sekali pendekatan ilmiah yang bisa digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an diantaranya: Pendekatan Filologi, Pendekatan Historis, Pendekatan Semantik, Gender, Hermeneutik dan mungkin masih banyak lagi model pendekatan yang bisa dilakukan dalam menafsirkan al-Qur’an., dan tentunya pada setiap pendekatan tersebut memiliki langkah-langkah atau aspek yang berbeda dalam penelitian.
Ada banyak sekali pendekatan ilmiah yang bisa digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an diantaranya: Pendekatan Filologi, Pendekatan Historis, Pendekatan Semantik, Gender, Hermeneutik dan mungkin masih banyak lagi model pendekatan yang bisa dilakukan dalam menafsirkan al-Qur’an., dan tentunya pada setiap pendekatan tersebut memiliki langkah-langkah atau aspek yang berbeda dalam penelitian.
DAFTAR
RUJUKAN
Abdurrahman,
Dudung. 2006. Metodologi Penelitian
Agama: Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga
Ainin, Moh. dan Asrori, Imam. 2014.
Semantik Bahasa Arab. Malang:Bintang Sejahtera
Amir,
Mafri. 2013. Literatur Tafsir Indonesia.
Tangerang: Mazhab Ciputat
Baron, A. R. 2000. Psikologi
Sosial. Bandung: Khazanah Intelektual
Basri.
2006. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta:
Restu Agung
Bryson, Valerie. 1992. Feminist
Political Theory: An Introduction. London: Macmillan
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Connel, Raewyn. 2014. Penelitian
Maskulinitas Masih Terbatas. Yogyakarta: Humas UGM. (https://ugm.ac.id/id/berita/2769-penelitian.maskulinitas.masih.terbatas).
(Online).
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 24:00
Corsini, Raymond J. 1999. The
Dictionary of Psychology. Philadelphia: Psycology Press
Eman Surya, Mintaraga. 2014. Tafsir
Ayat-ayat Gender dalam AL-Qur’an dengan Pendekatan Ekofeminisme: Kritik
terhadap Tafsir Feminisme Liberal. Jakarta: Jurnal MUWAZAH vol. 6 no 1
Hamdani,
Nurul. 2009. “Pendekatan dalam penelitian
sastra”. Jurnal Ilmiah on
Aug 25
http://kbbi.co.id/arti-kata/semantik.
(Online). Diakses pada tanggal 26 Oktober 2017 pukul 18:25 WIB
https://ariasusman.wordpress.com/2009/07/06/pendekatan-ilmiah/.
(Online) Diakses pada hari senin, 30 oktober 2017, pukul 08.50
https://bloggerkan.blogspot.com/2011/08/penemuan-mayat-firaun.html,
(Online) Diakses pada hari senin tanggal 31 oktober 2017 pukul 10.30
https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika.
(Online). Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 18:01
https://id.wikipedia.org/wiki/Semantik.
(Online). Diakses pada tanggal 26 Oktober 2017 pukul 17.30 WIB
https://www.britannica.com/topic/hermeneutics-principles-of-biblical-interpretation.
(Online). Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 18:34
Ibnu
Katsier.2003. Tafsir Ibnu Katsier,
terj juz. I. Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Karim, Abdul. 2014. Kerangka Studi Feminisme.
Kudus: Jurnal Fikrah vol. 2 no. 1
Lucky, Nella. 2013.
Penafsiran Emansipatoris dalam Al-Qur’an (Perspektif Pemikiran Nasaruddin Umar).
Pekanbaru: Jurnal Marwah vol. XII no. 2
Lyons, John. 1977. Semantics 1.
Cambrigde: Cambridge University Press
Mulyono, Edi Dkk. 2012.
Belajar Hermeneutika : Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praktis Islamic
Studies. Yogyakarta: IRCiSoD
Nasir, Malki Ahmad. 2004. Hermeneutika
Kritis (Studi Kritis atas Pemikiran Habermas). Jurnal islamia vol. 1 no. 1
Nikelas, Syahwin. 1989. Pengantar
Linguistik untuk Guru Bahasa. Jakarta: P2LPTK DEPDIKBUD
Noor Farida, Elok dan Kusrini. 2013.
Studi Islam Pendekatan Hermeneutik. Kudus: Jurnal Penelitian Vol. VII
No. 2
Rae, Douglas. 1981. Equalities.
Cambridge: Harvard University Press
Ramli, Mohd. Anuar. 2012. Analisis
Gender dalam Hukum Islam. Malaysia: Journal of Fiqh No. 9
Salim, Fahmi. 2010. Kritik
terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal. Jakarta: Perspektif
Santrock, J. W. 2002. Life Span
Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga
Setiawan,
Ebta. 2010. KBBI Ofline Versi 1,1
Freewere
Shalahuddin, Henri. 2007. Al-Qur’an
Dihujat. Depok: Al-Qalam
Sibawaihi. 2007. Hermeneutika
Al-Qur’an Fazlur Rahman. Yogyakarta: Jalasutra
Umar, Ahmad Mukhtar. 1998. Ilmu Dilalah. Kuwait: Maktabah Darul
‘Urubah
Umar, Nasaruddin. 2006. Menimbang
Hermeneutika sebagai Manhaj Tafsir. Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. I no. 1
Yahya, Agusni. 2014. Pendekatan
Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis (Kajian Kitab Fath al-Bari Karya Ibn Hajar
Al-‘Asqalani). Banda Aceh: Jurnal Ar-Raniry vol. 1 no. 2
Zaprulkhan. 2015. Kesetaraan Gender
dalam Perspektif al-Qur’an (Studi Kritis Pemikiran Nasaruddin Umar). Bangka
Belitung: Jurnal EDUGAMA Vol. 01 No. 01
Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2016. Misykat-Filsafat
Tafsir. (http://www.republika.co.id/berita/koran/islamia/16/10/21/ofdpsq-misykat-filsafat-tafsir).
(Online). Diakses pada tanggal 1 November 2017 pukul 2:58
http://kbbi.kata.web.id/pendekatan-ilmiah/.
(Diakses pada hari senin, 30 Oktober 2017, pikul 09.43)
http://www.quranwebsite.com/ind-tafsit1/Tafsir%20Ibnu%20Katsir%204.3.pdf, ( Pdf diunduh
pada hari selasa tanggal 31 Oktober 2013, pukul 19.33)
M.
Echol, John dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris Indonesia, Cet XX: (Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1992)
Kuntowijoyo,
Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2003), hlm. xii
Mustaqim,
Abdul, Metode Penelitian Al-Qur’an dan
tafsir, (Yogyakarta: Idea Press 2017),
Nata,
Abudin, Metodologi studi islam,
(Jakarta: 2008) hal.35-38
Pdf
model pendekatan hitoris dan politik,
diunduh pada https://esaagungg.files.wordpress.com/2014/10/makalah-msi-4.pdf, tanpa mana.
Syukur,
Fatah, Sejarah Peradaban Islam
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet. 5, 2015), hal.6
[1]. http://kbbi.kata.web.id/pendekatan-ilmiah/. (Diakses pada hari senin, 30 Oktober 2017, pikul
09.43)
[2]. Nurul Hamdani,
“Pendekatan dalam penelitian sastra”. Jurnal Ilmiah on
Aug 25, 2009 2. Nurul Hamdani,
“Pendekatan dalam penelitian sastra”. Jurnal Ilmiah on Aug 25, 2009
[4] . https://ariasusman.wordpress.com/2009/07/06/pendekatan-ilmiah/. (Diakses pada hari senin, 30 oktober 2017, pukul
08.50)
[7] . Ibid. Hal. 89-93
[8]
. Lihat Jurnal Imiah ilmu-ilmu keislaman karya Abu Qosim, Muhammad Yusuf dan
Fathullah Munadi.
[9]. John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, Cet XX: Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1992, Hal.299
[10]. Ebta Setiawan, KBBI Oflinee, Versi 1,1 Freewere 2010
[11]. Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet. 5, 2015), hal.6
[12]. Pdf model pendekatan hitoris dan politik,
diunduh pada https://esaagungg.files.wordpress.com/2014/10/makalah-msi-4.pdf, tanpa mana.
[14]. Dudung
Abdurrahman, Metodologi Penelitian Agama:
Pendekatan Multidisipliner (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2006).hal. 50-54
[16] . Ibid. Hal. 78
[17] . Ibid. Hal. 79
[18] . Kuntowijoyo, Metodologi
Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. xii
[19]
https://id.wikipedia.org/wiki/Semantik,
(online) diakses pada tanggal 26 Oktober 2017 pukul 17.30 WIB
[20]
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1994), h. 2
[21]
Ahmad Mukhtar Umar, Ilmu Dilalah, (Kuwait: Maktabah Darul ‘Urubah, 1998), h. 11
[22]
http://kbbi.co.id/arti-kata/semantik,
(online) diakses pada tanggal 26 Oktober 2017 pukul 18:25 WIB
[23]
John Lyons, Semantics 1, (Cambrigde: Cambridge University Press, 1977), h. 1
[24]
Moh. Ainin dan Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab, (Malang:Bintang Sejahtera,
2014), h. 2 dan 4
[25]
Ibid, h. 28
[26]
Syahwin Nikelas, Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa, (Jakarta:
P2LPTK DEPDIKBUD, 1989)
[27]
Moh. Ainin dan Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab, (Malang:Bintang Sejahtera,
2014), h. 2, h.34
[28]
Ibid., h. 35
[29]
Moh. Ainin, Fenomena Pragmatik dalam Al-Qur’an, (Malang: Misykat, 2010), h. 14-17
[30]
Baron, A. R., Psikologi Sosial, (Bandung: Khazanah Intelektual, 2000),
h. 188
[31]
Santrock, J. W., Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup,
(Jakarta: Erlangga, 2002), h. 365
[32]
Mohd. Anuar Ramli, Analisis Gender dalam Hukum Islam, (Malaysia: Journal
of Fiqh No. 9, 2012), h. 5
[33]
Raymond J. Corsini, The Dictionary of Psychology, (Philadelphia:
Psycology Press, 1999), h. 405
[34]
Zaprulkhan, Kesetaraan Gender dalam Perspektif al-Qur’an (Studi Kritis
Pemikiran Nasaruddin Umar), (Jurnal EDUGAMA Vol. 01 No. 01, 2015), h. 13
[35]
Mintaraga Eman Surya, Tafsir Ayat-ayat Gender dalam AL-Qur’an dengan
Pendekatan Ekofeminisme: Kritik terhadap Tafsir Feminisme Liberal,
(Jakarta: Jurnal MUWAZAH vol. 6 no 1, 2014), h.56
[36]
Valerie Bryson, Feminist Political Theory: An Introduction, (London:
Macmillan, 1992), h. 11
[37]
Mintaraga Eman Surya, Tafsir Ayat-ayat Gender dalam AL-Qur’an dengan
Pendekatan Ekofeminisme: Kritik terhadap Tafsir Feminisme Liberal,
(Jakarta: Jurnal MUWAZAH vol. 6 no 1, 2014), h. 57
[38]
Douglas Rae, Equalities, (Cambridge: Harvard University Press, 1981), h.
97
[39]
Raewyn Connel, Penelitian Maskulinitas Masih Terbatas, (Yogyakarta:
Humas UGM, 2014), Online (https://ugm.ac.id/id/berita/2769-penelitian.maskulinitas.masih.terbatas)
diakses tanggal 30 Oktober 2017 pukul 24:00
[40]
Abdul Karim, Kerangka Studi Feminisme, (Kudus: Jurnal Fikrah vol. 2 no.
1, 2014), h. 60-61
[41]
Nella Lucky, Penafsiran Emansipatoris dalam Al-Qur’an (Perspektif Pemikiran
Nasaruddin Umar), (Pekanbaru: Jurnal Marwah vol. XII no. 2, 2013)
[42]
https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika,
(Online) diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 18:01
[43]
https://www.britannica.com/topic/hermeneutics-principles-of-biblical-interpretation,
(Online) diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 18:34
[44]
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutra,
2007), h. 11
[45]
Ibid., h. 16
[46]
Ibid., h.14
[47]
Mengerti: sesuatu hanya dapat dimengerti maknanya jika ditempatkan bersama
dengan konteksnya
[48]
Elok Noor Farida dan Kusrini, Studi Islam Pendekatan Hermeneutik,
(Kudus: Jurnal Penelitian Vol. VII No. 2, 2013), h. 18
[49]
Malki Ahmad Nasir, Hermeneutika Kritis (Studi Kritis atas Pemikiran Habermas),
(jurnal islamia vol. 1 no. 1, 2004 ), h. 31
[50]
Fahmi Salim, Kritik terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal, (Jakarta:
Perspektif, 2010), h. 138
[51]
Nasaruddin Umar, Menimbang Hermeneutika sebagai Manhaj Tafsir, (Jurnal
Studi Al-Qur’an Vol. I no. 1, 2006), h. 34
[52]
Henri Shalahuddin, Al-Qur’an Dihujat, (Depok: Al-Qalam, 2007), h. 22
[53]
Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, Misykat-Filsafat Tafsir, 2016, http://www.republika.co.id/berita/koran/islamia/16/10/21/ofdpsq-misykat-filsafat-tafsir,
(Online) Diakses pada tanggal 1 November 2017 pukul 2:58
[54]
Edi Mulyono, Belajar Hermeneutika : Dari Konfigurasi Filosofis Menuju
Praktis Islamic Studies, (Yogyakarta: IRCiSoD,
2012), h. 100
[55]
Agusni Yahya, Pendekatan Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis (Kajian Kitab Fath
al-Bari Karya Ibn Hajar Al-‘Asqalani), (Banda Aceh: Jurnal Ar-Raniry vol. 1
no. 2, 2014)
Komentar
Posting Komentar